Tampak Drs H Arukat Djaswadi saat memberikan paparan bahaya PKI. (FT/duta.co)

SURABAYA | duta.co – Aktivis anti PKI (Partai Komunis Indonesia) Drs Arukat Djaswadi, mengapresiasi sikap tegas Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dan Wapres RI ke VI Try Soetrisno soal diktum pemulihan hak korban 1965 yang terdapat dalam Inpres Nomor 2 Tahun 2023.

“Ini kebijakan gegabah. Inpres Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat, itu berbahaya bagi masa depan Indonesia. Bisa mengancam eksistensi Pancasila,” demikian Abah Arukat, Ketua Center for Indonesian Community Studies (CICS) kepada duta.co, Selasa (23/5/23).

Menurut Arukat, Inpres No. 2 Tahun 2023 itu harus digugat. “Saya sudah menyiapkan tim khusus untuk menggugat kebijakan tersebut,” tegasnya serius.

Ia memberi acungan jempol acara Silaturahmi Kebangsaan yang diselenggarakan DPD RI bertema “Menakar Konsekuensi Kenegaraan Indonesia Terhadap Inpres Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat, di Gedung Nusantara IV, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/5).

Apalagi, dalam acara tersebut menghadirkan 3 narasumber, yakni Wakil Ketua DPD RI, Nono Sampono, Mantan KSAD Agustadi Sasongko dan Guru Besar UGM, Profesor Kaelan.

Bahkan Ketua DPD RI menegaskan: “Di dalam Diktum Pertama huruf (a) tertulis; memulihkan hak korban atas peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat secara adil dan bijaksana. Ini penting untuk kita gali, tentang seberapa luas makna kata memulihkan hak korban? Karena salah satu yang diperjuangkan PKI saat itu, adalah menawarkan ideologi komunisme di Indonesia. Apakah itu juga termasuk dalam hak yang harus dipulihkan?,” ujar LaNyalla.

Selaras dengan pernyataan Ketua DPD RI, adalah Try Soetrisno yang menyampaikan bahwa terjadi polemik terbitnya Inpres Nomor 2 Tahun 2023. Ia menyebut predikat korban yang disematkan kepada pelaku dan pengikut PKI. Sedangkan sejarah mencatat, PKI telah melakukan upaya kudeta bersenjata dan berdarah.

“Hak apa yang akan dipulihkan? Apakah hak untuk memperjuangkan Ideologi Komunisme lagi? Atau hak untuk mendirikan kembali Partai Komunis Indonesia? Bukankah hak anak cucu mereka sudah sama di mata hukum dan pemerintah? Bahkan sudah ada anak cucu PKI yang menjadi pejabat dan anggota DPR. Lalu apa lagi yang dipulihkan?,” ujar dia.

Menurut Try Soetrisno, timbulnya berbagai polemik kebangsaan saat ini karena tidak adanya ruang bagi rakyat untuk ikut menentukan arah perjalanan bangsa ini. Saat ini kedaulatan mutlak di tangan Partai Politik dan Presiden.

“Kewajiban kita semua, yang masih memiliki kesadaran dan wawasan kebangsaan untuk mengembalikan Indonesia kepada sistem yang menjamin Pancasila bisa terlaksana, yang menjamin kedaulatan rakyat dalam ikut menentukan Haluan Negara dan sistem yang menjamin adanya Penjelmaan Rakyat di Lembaga Tertinggi Negara,” paparnya.

Masih menurut Arukat, apa yang disampaikan Ketua DPR RI dan Pak Try Soetrisno, itu juga menjadi perhatian banyak orang. Bahkan ia mendengar aktivis-aktivis PKI di luar negeri, sudah siap kembali. “Kita menghadapi masalah serius, di tengah umat beragama disibukkan dengan ‘pertikaian’ perebutan kekuasaan,” tegasnya.

Abah Arukat juga bercerita, bahwa, tokoh-tokoh PKI sekarang unjuk gigi. “Saya, baru-baru ini diundang aktivis PKI di Jakarta. Saya sampaikan, bagaimana bisa Anda mendapat kompensasi, sementara korban kekejaman PKI tidak dapat apa-apa? Mereka tidak bisa jawab,” tegasnya yang, mengaku datang bersama 5 kawan, sedangkan dari kubu PKI ada 7 orang.

Kini, lanjutnya, dia tengah menyiapkan gugatan. “Kami sudah tua, dan kami tidak bisa melupakan kekejaman PKI. Kalau kita biarkan, kekejaman itu akan menimpa anak cucu. Terlebih, Pancasila akan mereka hancurkan, diganti dengan ideologi komunisme. Sekarang sudah mulai,” pungkasnya. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry