Dr H Muhammad Mukhrojin

SURABAYA | duta.co – Alih-alih menghormati jasa pejuang yang, sudah berdarah-darah merebut kemerdekaan Republik Indonesia dari penjajah, mereka justru ingin hidup di Indonesia tanpa agama. Itulah gugatan Raymond Kamil dan Indra Syahputra ke Mahkamah Konstitusi (MK), dengan nomor perkara 146/PUU-XXII/2024, mulai disidangkan Senin (21/10/24) kemarin.

“Ini alarm bahaya, bahwa, ada ancaman serius untuk menghancurkan Republik Indonesia. Tokoh-tokoh agama harus segera berkumpul, merespon gugatan ini. Bukan materinya, tetapi, keberanian mereka menafikan isi Preambule (Pembukaan) UUD 1945, itu sama saja melecehkan para pejuang republik ini,” tegas Dr H Muhammad Mukhrojin, Ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia) Kecamatan Sukolilo, Surabaya, kepada duta.co, Rabu (23/10/24).

Selain itu, jelas doktor yang membedah masalah zakat ini, Pancasila itu menjadi pedoman hidup bangsa Indonesia. Sila pertama, jelas, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan begitu, bangsa Indonesia tidak boleh hidup tanpa berTuhan.

“Para pejuang kemerdekaan RI ini telah mengakui bahwa kemerdekaan bukanlah hadiah penjajah. Darah telah tumpah, korban nyawa para pejuang tidak terhitung jumlahnya. Dan mereka sadar, bahwa, kemerdekaan  RI itu atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa,” tegasnya.

Sehingga, lanjutnya, tertulis dalam preambule UUD 1945, Atas berkat dan rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. “Jadi, kalau ingin hidup tanpa Tuhan, sebaiknya pindah kewarganegaraan saja. Pindah ke negara komunis. Beres kan?’” tegasnya.

Dalam sidang pendahuluan di gedung MK Senin (21/10/2024) itu pemohon membacakan petitum (tuntutan), meminta MK mengubah pasal-pasal dalam lima undang-undang. Intinya, dengan penghapusan atau pengubahan itu, mereka boleh hidup di Indonesia tanpa tuhan, tanpa agama.

Setelah mendengarkan petitum pemohon, hakim MK pun bergantian memberikan nasihat kepada pemohon. Arief Hidayat mengingatkan pemohon soal sila pertama, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Dia mengatakan negara telah membebaskan warga untuk menganut agama dan kepercayaan apapun

“Mahkamah itu sebagai The Guardian of State Ideology (Penjaga Ideologi Bangsa). Lah, di dalam ideologi bangsa, yang sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, itu mempunyai konsekuensi bahwa bangsa ini, baik dalam kehidupan bernegara, berbangsa, bermasyarakat, atau individu yang hidup di Negara Kesatuan Republik Indonesia, harus bertuhan,” seperti dikutip detik.com

“Nah, penyelenggaraan bertuhannya diserahkan kepada masing-masing warga negaranya. Bisa beragama, di dalam putusan Mahkamah juga, silakan kalau mau berkepercayaan. Jadi, tidak ada pengertian yang negatif, tidak boleh, atau tidak diperbolehkan tidak beragama atau tidak percaya pada Tuhan,” tegasnya.

Tapi, lanjutnya, Anda melihat ada pengertian yang negatif, berarti boleh tidak beragama atau tidak berkepercayaan. “Nah, itu yang menurut saya dari sisi prinsip itu, itu sudah ada hal yang harus diklirkan,” ucapnya seperti dikutip dari risalah sidang, Rabu (23/10/2024).

Arief juga menyoroti isi permohonan yang hanya 51 halaman. Menurut Arief, pemohon harus menguraikan pertentangan dari semua pasal yang diujikan terhadap pasal dalam UUD 1945. Arif juga mengatakan MK telah menyatakan kolom agama di KTP dapat diisi dengan ‘kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa’.

Menurut Mukhrojin, ini bukan soal isi gugatannya , tetapi, lebih kepada ancaman orang-orang yang tidak beragama di republik ini. “Jangan dianggap enteng. Ini warning serius, bahwa, gerakan kelompok yang ingin menghapus agama di Indonesia, begitu gigih. Negara harus hadir dalam menjaga kemurnian niat para pejuang negeri ini,” pungkasnya. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry