SURABAYA | duta.co — Polemik dugaan pemotongan dana hibah Pemprov Jawa Timur kembali mengemuka setelah Ketua PW GP Ansor Jatim, Musaffa Safril, menyuarakan adanya praktik pemangkasan hingga 50 persen pada aliran hibah untuk masjid dan pesantren di Sumenep, Madura.

Sebagaimana diberitakan media, di saat publik menanti kapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap 21 tersangka korupsi dana hibah Pemprov Jatim, jagat media sosial (medsos) diramaikan dengan postingan Ketua PW GP Ansor Jatim, Musaffa Safril.

Safril mengungkap, ada pemangkasan secara paksa hingga 50 persen aliran hibah dari Pemprov Jatim — dikenal dengan istilah hibah Gubernur karena ada hibah Pokir DPRD Jatim — untuk masjid dan pesantren di Sumenep, Madura. Bahkan dia juga menampilkan inisial para pemainnya.

Dikonfirmasi Barometer Jatim terkait postingannya di platform Facebook tersebut, Safril menyampaikan hal itu dilakukan untuk meneruskan aduan masyarakat yang disampaikan ke Ansor Jatim, karena mereka tidak tahu lagi ke mana harus mengadu.

“Ansor Jatim menerima banyak aduan dari masyarakat terkait pemotongan hibah, apalagi ini untuk masjid dan pesantren. Saya juga sudah meneruskan ke gubernur lewat pesan singkat dan beliau mengatakan akan menindaklanjuti,” katanya, Minggu (14/9/2025).

Emosional, Tidak Proporsional

Pernyataan Safril yang viral di media sosial itu langsung menuai pro dan kontra.Aliansi Pemuda Indonesia (APMI) menilai langkah Safril dalam menyampaikan kritik tersebut terkesan emosional dan kurang proporsional.

“Pernyataan GP Ansor berkenaan dengan penyaluran dana hibah bagi saya sangatlah emosional. Ia hanya merasa kecewa kepada pemerintah Jawa Timur karena merasa tidak terfasilitasi atau tidak diakomodir,” kata Ketua APMI, Holili, Senin (15/9/2025).

Menurutnya, semangat GP Ansor sebagai wadah kaum muda Nahdliyyin dan kumpulan intelektual seharusnya dibangun dengan narasi yang kuat, bukan sekadar lontaran kekecewaan.

“Narasi yang dibangun Ketua GP Ansor Jawa Timur sangatlah dangkal, bahkan menjadi bahan ketawaan kaum muda NU. Karena mereka pasti memiliki asumsi yang sama dengan apa yang saya sampaikan, yaitu semata karena kecewa,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Holili menilai GP Ansor tidak sepatutnya terjebak dalam ranah politik dan birokrasi. “Konyol, di mana organisasi NU harus ada di barisan sebagai lembaga kemaslahatan umat. Jangan sampai Ansor beralih fungsi sebagai lembaga swadaya masyarakat (LSM),” tegasnya.

Meski begitu, APMI tetap mendukung upaya aparat penegak hukum untuk menelusuri kasus dugaan korupsi hibah Jatim. Namun, APMI menekankan agar semua pihak menyampaikan kritik dengan cara yang lebih konstruktif dan tidak sekadar berbasis pada kekecewaan.

“Ketua Ansor terlalu baper, seorang leader tdak seharusnya punya jiwa-jiwa yang baper dalam menghadapi situasi dan kondisi politik,” pungkasnya. (mky, barometerjatim)

Bagaimana reaksi anda?
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry