Tampak Instruksi LP Ma’arif NU kepada seluruh sekolah Maarif di Indonesia untuk menolak dan tidak melaksanakan Permendikbud tentang LSH dan H Budiono, Ketua PCNU Batu. (FT/DUTA.CO/IST)

BATU| duta.co – Program Penguatan Karakter (PPK) yang dibesut Mendikbud Muhadjir Effendy masih debatable. Meski Muhadjir sudah berkali-kali menegaskan tidak akan menerapkan Full Day School (FDS), tetapi PPK yang bertujuan memaksimalkan guru dengan Sekolah Liha Hari (SLH) sepekan, tetap saja dianggap FDS.

Ujungnya, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23/2017 tentang kebijakan sekolah lima hari, yang sedianya diterapkan tahun pelajaran baru, ditunda dan diselesaikan di tingkat presiden melalui Perpres.

“Ini menjadi tanda tanya besar, mengapa Istana sampai ikut serta? Bukankah penolakan SLH itu berlangsung masif. Apakah ini memang ‘paket’ Istana,” demikian disampaikan  H Ahmad Budiono, Ketua PCNU Kota Batu, kepada duta.co, Sabtu (8/7/2017).

Menurut Budi, panggilan akrabnya, saatnya dunia pesantren mengajak dialog Mendikbud Muhadjir. Ada apa di balik program PPK ini? Dialog diperlukan sekaligus mempertanyakan soal isu penghapusan pelajaran agama di sekolah-sekolah. Dari sini semakin jelas ini ide siapa? Dengan demikian tidak perlu menguras banyak energi.

“Karena sudah berkali-kali dijelaskan Mendikbud, bahwa kementeriannya  tidak ada agenda penghapusan pelajaran agama, di samping itu Mendikbud juga selalu mengatakan bahwa PPK itu bukan FDS, dan PPK  tidak akan menggerus diniyah seperti yang dikhawatirkan banyak orang,” tegasnya.

Nah? Dengan demikian, lanjut Budi, sebaiknya dunia pesantren tidak sekedar menolak, lebih dari itu harus mendapatkan informasi yang akurat perihal masa depan pendidikan agama ini. Sebab isu seputar penghapusan agama, sesungguhnya sudah lama dimunculkan oleh kelompok liberal, dan mereka itu sekarang berada di lingkungan Istana.

“Jadi, sebaiknya Ormas Islam bersatu padu melawan para ‘pembisik’ presiden yang ingin meniadakan pendidikan agama. Apalagi soal pendidikan diniyah, itu bukan hanya menjadi konsentrasi Ormas NU saja, Ormas Islam lainnya juga berkepentingan. Muhammadiyah juga berkepentingan dengan diniyah,” tegasnya.

Hal yang sama pernah disampaikan M Abrar Parinduri, Anggota Majelis Pendidikan dan Kader PP Muhammadiyah. Menurut M Abrar, sangat tidak mungkin Mendikbud dengan program SLH, sampai tega mematikan madrasah diniyah. Atau bahkan menggerus untuk meniadakan  jam belajar agama pada sekolah-sekolah formal.

“Sangat tidak berdasar, sebab menteri yang diberi amanah menjadi penjaga gawang pendidikan nasional ini adalah kader Muhammadiyah yang sejak awal berdirinya (Muhammadiyah) selalu menanamkan kecintaan terhadap agama dan negara,” tulisnya.

Beberapa alasan diunggah Abrar. Pertama, jika Muhammadiyah anti pendidikan agama tentu lebih mudah bagi organisasi ini untuk menanamkan paham radikalisme kepada anak usia dini mengingat potensi amal usaha Taman Kanak-kanak milik Aisyiyah (ortom khusus Muhammadiyah) yang begitu banyak tersebar di Indonesia bahkan menjadi TK Favorit.

Kedua, jika Muhammadiyah anti agama dan NKRI tentu sangat mudah bagi organisasi ini untuk mencetak kader-kader militan yang tersebar di ranting dan cabang lewat doktrin pengajian yang dilakukan setiap minggunya.

Ketiga, jika Muhammadiyah anti agama dan NKRI tentu organisasi ini tak mau ambil pusing mengurus pendidikan dan kesehatan masyarakat Indonesia mengingat kontribusi yang sudah tak terhitung dari Muhammadiyah untuk bangsa ini dalam bidang pendidikan dan kesehatan lewat pendirian TK, SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi, Klinik dan Rumah Sakit.

Pertanyaan serupa disampaikan Pengamat Pendidikan Darmaningtyas. Ia menilai, bahwa polemik FDS, PPK atau SLH mestinya tidak harus sampai ke tangan Presiden Joko Widodo. Mestinya dikembalikan ke pihak sekolah dan pemerintah daerah.

“Toh intinya, saat ini, sudah banyak (sekolah) yang melaksanakan FDS. Tapi banyak juga yang tidak. Biarkan saja dengan kondisi yang ada sekarang ini. Biarkan berjalan otonomi,” terangnya.

Nah, kalau sekarang Istana ikut campur, maka, patut disoal, ada apa? Jangan-jangan para ‘pembisik’ presiden yang berkuasa untuk mengatur segalanya? Jangan-jangan memang ada agenda dari para ‘pembisik’ presiden untuk menghapus pelajaran agama sebagaimana pernah (ramai) disampaikan Prof Dr Hj Siti Musdah Mulia, MA, seorang aktivis perempuan, peneliti, konselor yang dikenal sebagai politikus PDI-P ini. Waallahu’alam. (end)

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry