SURABAYA | duta.co – Sidang lanjutan gugatan perlawanan antara Koperasi Semolowaru dan Noer Qodim kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin, (5/8/2024). Sidang dengan nomor perkara 1339/Pdt.Bth/2023/PN Sby ini, dipimpin Ketua Majelis Hakim, Djuanto.

Dalam sidang tersebut, pihak Noer Qodim Dadi Rukun (SDR) menghadirkan saksi. Ketua Majelis Hakim Djuanto mempertanyakan inti permasalahan kepada saksi tergugat, Bisri Mustofa.

Bisri Mustofa menjelaskan, bahwa permasalahan ini terkait utang piutang. Hakim kemudian menanyakan lebih lanjut tentang siapa yang berutang dan siapa yang memberikan pinjaman. Saksi menjawab bahwa koperasi memiliki utang kepada Qodim sekitar 193 juta rupiah.

Ketika ditanya tentang pembayaran, saksi menjelaskan tentang sejarah berdirinya koperasi dan penggunaan lahan parkir. Menurut saksi, lahan parkir tersebut awalnya diserahkan ke LPMK dan telah dibayar lunas untuk periode 2016 hingga 2022 dengan nilai kontrak 125 juta rupiah.

Saksi juga menyebutkan, bahwa sebelum berdirinya koperasi dan LPMK, pengelolaan parkir dipegang oleh seseorang bernama Pak Budi. Hasil parkir tersebut kemudian disetor kepada Pak Qodim.

Selama pemeriksaan, Ketua Majelis Hakim mencatat bahwa saksi sering menjawab “tidak tahu” untuk beberapa pertanyaan yang diajukan.

Bob S. Kudmasa, kuasa hukum Koperasi Semolowaru (SDR), menanggapi keterangan saksi dengan menyoroti adanya fakta hukum baru. Ia menyatakan, “Saksi terlawan menyatakan bahwa Noer Qodim membayar lunas ke LPMK, bukan ke koperasi. Kami telah mendukung dengan bukti tambahan bahwa ada hubungan yang berbeda,” ungkapnya.

Bob menjelaskan lebih lanjut, “Noer Qodim mempunyai kewajiban untuk membayar utang retribusi kepada koperasi. Sebelum koperasi ini berdiri, diwajibkan untuk membayar Pemkot kurang lebih 500 juta, dan itu sudah dibayar oleh seluruh anggota kecuali Noer Qodim yang tidak mau membayar,” jelasnya.

Terkait perbedaan hubungan dengan LPMK dan koperasi, Kudmasa menambahkan, “Seharusnya ditarik Pemkot maupun Budiman, kemudian ditarik LPMK. Kalau memang seperti itu, kontrak dengan koperasi salah sasaran,” tuturnya.

Miko Saleh, ketua pengaduan masyarakat (GNPK) Jawa Timur, menyampaikan keprihatinannya terhadap kasus ini. Ia menyatakan, “Saya menyayangkan kasus Noer Qodim diangkat di pengadilan. Pertama, gugatan cacat hukum masih diteruskan. Kedua, ini mereka salah sasaran, bukan lagi sama koperasi, tapi sama LPMK,” sesalnya selesai sidang di ruang Tirta 1.

Miko juga mengkritisi proses peradilan, dengan mengatakan, “Kenapa hakim selalu mempertimbangkan bahwa Noer Qodim yang benar? Harus bijaksana dan seadil-adilnya. Kami minta di pengadilan ini agar bisa membedakan kalau memang salah gugatan, tolong selesaikan sampai tuntas,” ucapnya.

Ia lalu menambahkan kekhawatirannya, “Jikalau hal ini terus bergulir seperti ini, hukum mau jadi apa? Apakah ini hakim yang kurang paham atau materinya yang kurang jelas? Jangan sampai hal ini terjadi berkali-kali, bahwa pengadilan hanya menjadi pembelaan, bukan lagi untuk mencari kebenaran dan keadilan. Ini yang kita sayangkan,” tutup Miko.

Sidang ini merupakan bagian dari proses penyelesaian sengketa antara Koperasi Semolowaru dan Noer Qodim, dengan fokus pada masalah utang piutang, pengelolaan lahan parkir, dan kewajiban pembayaran retribusi. Kasus ini juga memunculkan pertanyaan tentang hubungan hukum antara berbagai pihak yang terlibat, termasuk koperasi, LPMK, dan Pemkot Surabaya. (gal)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry