
JOMBANG | duta.co – Warga Kota Santri dalam sebulan terakhir dibuat resah oleh kenaikan pajak bumi dan bangunan (PBB-P2) yang tak masuk akal. Lonjakan pajak mencapai 400 persen hingga 1.202 persen pada tahun 2024. Beban ini dirasakan hampir seluruh wajib pajak, terutama masyarakat menengah ke bawah.
Hasil penelusuran duta.co mengungkap, biang kerok kenaikan ini bermula dari proyek jasa konsultasi pendataan PBB-P2 Zona Nilai Tanah (ZNT) yang digarap pihak ketiga. Dengan dalih profesionalisme, Pemerintah Kabupaten Jombang melalui Bapenda melelang pekerjaan tersebut pada tahun 2019 dan baru dilakukan pada tahun 2023.
berdasarkan data yang berhasil dihimpun oleh duta.co, tender bernilai miliaran dengan jenis pengadaan masuk kategori jasa konsultansi badan usaha non-konstruksi dengan pagu anggaran mencapai Rp4.599.000.000. Proses tender kemudian dimenangkan oleh PT. Rayakonsult dengan harga penawaran hampir sama dengan HPS, yakni Rp4.595.960.000.
Sekilas tampak wajar. Namun, hasil appraisal justru memicu gejolak. Harga tanah di sejumlah kecamatan melambung tinggi tanpa dasar yang jelas. Akibatnya, PBB warga melonjak tajam.
Gejelok pajak ini memuat setelah ada protes dari warga dan Kepala Bapenda Jombang Hartono, tidak menampik persoalan ini. Dalam keterangan, ia mengakui kenaikan PBB 2024 terjadi karena kesalahan tim appraisal dari konsultan pemenang tender.
“Memang ada kesalahan perhitungan dari pihak konsultan. Data appraisal yang dipakai tidak sesuai kondisi riil di lapangan,” jelas Hartono kepawa wartawan.

Berdasarkan data lelang Pemkab Jombang, pemenang tender tersebut merupakam perusahaan tercatat berkantor di Jl. Babak Jeruk II No. 34, Kota Bandung, Jawa Barat.
Kesalahan ini membuat banyak warga yang kelimpungan. Seperti yang dialami oleh Joko Fattah Rochim (63), kesal lantaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) rumahnya naik 370 persen. Ia pun protes kepada Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jombang dengan membayar pajak tersebut menggunakan uang koin. Fattah mendatangi kantor Bapenda Jombang di Jalan KH Wahid Hasyim nomor 141 pada Senin (11/8). Fattah membawa uang pecahan Rp200, Rp500 dan Rp1.000 dalam satu galon air mineral.
Kemudian, ia menumpahkan ribuan keping uang koin di kursi loket pembayaran PBB P2. Hal itu dilakukannya karena kesal PBB P2 rumahnya naik 309 persen.
“Jelas kami kaget, saya tidak punya uang sebanyak itu akhir saya buka tabungan anak saya untuk bayar pajak nilainya satu juta lebih,” keluhnya.
Cerita serupa juga datang dari warga Mojoagung dan Diwek. Banyak yang memilih menunggak karena tak sanggup membayar. (din)