PRESTASI : Siti Nur Kholisah (kiri) mahasiswa baru Fakultas Farmasi 2019 Unair saat mengikuti Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) kategori Matematika, Sains dan Teknologi yang diselenggarakan Direktur Direktorat Pembinaan SMA pada 15-20 Oktober 2018 di Semarang. DUTA/istimewa

SURABAYA | duta.co  – Diterima menjadi bagian dari mahasiswa Universitas Airlangga menjadi kebanggan tersendiri bagi Siti Nur Kholisah.

Gadis kelahiran Lamongan, 19 Januari 2001 itu, menjadi salah satu dari ribuan mahasiswa baru Unair 2019 yang diterima dengan bantuan biaya pendidikan Bidikmisi dari Kemristekdikti.

Siti berhasil diterima di Unair melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Di Unair , Farmasi menjadi program studi pilihannya. Pilihan ini bukan tanpa sebab.

Saat masih duduk di bangku SMA, Siti menciptakan inovasi yang kemudian mengantarkannya menjadi bagian dari mahasiswa Unair. Pada jalur SNMPTN, salah satu pertimbangan penilaian adalah nilai rapor dan prestasi saat duduk di bangku SMA.

Siti Nur Kholisah menciptakan inovasi kemasan alternatif pengganti styrofoam yang mengandung bahan kimia yang bersifat karsinogen (penyebab kanker).

Inovasi yang dihasilkan mahasiswa asal SMA Negeri 1 Kedungpring Lamongan tersebut adalah Biofoam Engkong (Biodegradable Foam dari Eceng Dondok dan Tepung Singkong).

Inovasi tersebut menggunakan bahan dasar tanaman eceng gondok yang banyak dijumpai di daerah aliran sungai.

Inovasi ciptaan Siti tersebut meraih Juara I dalam Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) kategori Matematika, Sains dan Teknologi, yang diselenggarakan Direktur Direktorat Pembinaan SMA pada 15-20 Oktober 2018, di Semarang.

Siti mengungkapkan, latar belakang dari penelitian tersebut muncul karena kepedualiannya terhadap lingkungan sekitar.

Utamanya, karena banyaknya jumlah sampah dalam bentuk styrofoam di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Selain itu, eceng gondok menjadi tumbuhan yang melimpah ditemui di area sungai.

“Setiap hari 1.571,31 sampah styrofoam yang mengandung bahan pemicu kanker banyak ditemukan di TPA Benowo yang apabila benzena, carsinogen, dan styrene sebagai bahan styrofom terkena panas, akan mengakibatkan terganggunya kesehatan masyarakat,” ungkap Siti.

Lebih lanjut, Siti menjelaskan bahwa pada penelitian tersebut, ia mencoba membandingkan antara eceng gondok dan tepung singkong hingga menemukan perbandingan yang tepat.

Eceng gondok mempunyai kandungan serat selulosa cross and bevan sebesar 54,51% dari berat total, dengan penambahan kadar tepung singkong yang tepat akan menghasilkan biofoam yang kuat dalam menahan beban.

“Dalam penelitian yang dilakukan ditemukan, tujuh gram kristal eceng gondok dengan tiga gram kristal tepung singkong menghasilkan perbandingan yang tepat, sehingga dapat menopang beban yang maksimal,” tambahnya.

Lebih lanjut Siti menjelaskan kelebihan hasil penelitian yang ia lakukan. Yakni, memiliki efektifitas dalam penggunaan bahan eceng gondok yang banyak tersedia di alam, kuat, dan inovasi yang ramah lingkungan karena hanya membutuhkan waktu singkat untuk terurai dibantingkan styrofoam.

“Biofoam Engkong memiliki berbagai kelebihan, di antaranya menggunakan eceng gondok yang banyak dijumpai di sungai, kuat dalam menahan beban, dan yang paling utama mudah terdegradasi, karena hanya membutuhkan waktu 35 hari,” pungkasnya. end/ril

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry