Oleh: Drs H Ufar Ismail

SEBAGAIMANA diketahui bahwa perkembangan bangsa dan negara sangat tergantung pada sumber daya manusia (SDM) dan yang menjadi tumpuan adalah pendidikan. Sebab, di situlah akan lahir generasi-generasi andal yang bisa tercetak dan peran guru adalah arsitek utamanya. Di sinilah guru mempunyai peran yang sangat penting. Maka, mereka dituntut untuk berfokus salah satunya pada peningkatan profesionalisme dalam segala hal, baik skill pengetahuan keterampilan maupun teknik mendidiknya.

Disebut professional karena di dalam kelas, seorang guru juga dapat tampil sebagai sosok yang mampu membuat siswa berpikir berbeda (divergent) dengan memberikan berbagai pertanyaan yang jawabannya tidak sekadar terkait dengan fakta ya dan tidak. Seorang pendidik di kelas bisa merumuskan pertanyaan kepada siswa yang memerlukan jawaban kreatif, imajinatif-hipotetis, dan sintetis (thought provoking questions).

“Peranan organisasi profesi sangat diperlukan agar berfungsi sebagai wadah untuk meningkatkan profesionalisme guru. Keberadaan organisasi profesi tersebut diharapkan mampu menjadikan ujung tombak peningkatan profesionalisme guru.”

Sebaliknya, dengan otoritasnya di kelas yang sedemikian besar, seorang guru atau pendidik tidak tertutup kemungkinan akan tampil sebagai sosok yang membosankan, instruktif, dan tidak mampu menjadi idola bagi murid. Bahkan, proses pembelajaran tersebut secara tidak sadar dapat mematikan kreativitas, menumpulkan daya nalar, dan mengabaikan aspek afektif.

Karena itu, peningkatan profesionalisme guru menjadi amat penting dan sentral. Dalam hal pembelajaran, misalnya, upaya ini bisa dilakukan melalui beberapa cara. Di antaranya, belajar mandiri, mengikuti pelatihan, atau menjalani kegiatan peningkatan profesionalisme yang lain. Dalam kegiatan tersebut, diperlukan adanya kesadaran guru untuk meningkatkan profesionalisme.

Sementara bentuk pengembangan profesi ini banyak dilakukan oleh beberapa lembaga atau institusi yang mengadakan kegiatan tersebut. Namun, tidak semuanya mempunyai kualitas yang baik. Berdasarkan kenyataan di lapangan, ditemukan ada sebuah kegiatan semacam workshop yang seharusnya berisi tentang paparan tambahan informasi kemudian menyelesaikan tugas dan menghasilkan sebuah produk, tetapi yang ditemui kegiatan itu hanyalah berupa paparan seremonial dan langsung diakhiri dengan pembagian sertifikat. Inilah yang menyebabkan tidak adanya korelasi antara keikutsertaan guru dalam sebuah kegiatan serta peningkatan profesinya. Oleh sebab itu, diperlukan adanya kegiatan yang lebih kredibel.

Di sisi lain peranan organisasi profesi sangat diperlukan agar berfungsi sebagai wadah untuk meningkatkan profesionalisme guru. Keberadaan organisasi profesi tersebut diharapkan mampu menjadikan ujung tombak peningkatan profesionalisme guru. Kita sudah mengenal satu-satunya organisasi profesi guru, yaitu PGRI. Mayoritas guru dipastikan menjadi anggotanya. Namun, seiring perkembangan waktu, dengan banyaknya jumlah guru yang ada, PGRI tidak bisa maksimal memberdayakan potensi seluruh guru yang ada.

Inilah barangkali yang menjadi latar belakang munculnya sebuah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah sehingga pada tahun 2016 diundangkanlah aturan baru. Bunyinya, PGRI bukan satu-satunya organisasi profesi guru. Angin segar itulah yang menjadikan bertumbuhnya bebagai jenis organisasi profesi. Di antaranya, IGI.

Keberadaan IGI yang merupakan salah satu organisasi profesi guru mendapat sambutan yang berfariasi di berbagai tempat. Salah satu di antaranya banyak yang masih bertanya apa IGI itu dan apa bedanya IGI dengan PGRI. Secara fungsi, kedua organisasi itu sama, yaitu meningkatkan profesionalisme guru. Namun, langkah awal gerakan IGI lebih banyak dititikberatkan pada peningkatan kemampuan guru untuk lebih baik dalam mengerjakan tugasnya. Kegiatan yang dilakukan di antaranya ialah mengadakan seminar, workshop, serta pelatihan dengan menggandeng berbagai pihak ketiga yang berkompeten. Yang menarik, reward kegiatan tersebut, yakni berupa sertifikat, akan diberikan setelah satu kegiatan utuh terselesaikan.

Inilah yang menjadikan perkembangan IGI berjalan perlahan. Sebab, beberapa guru masih mendeteksi tentang fungsi dan manfaat ketika mereka bergabung di dalamnya. Di sisi lain, tidak jarang ada pula yang sudah berantipati terhadap kehadiran IGI karena dianggap sebagai rival PGRI.

Di sinilah perlunya pemahaman dan upaya duduk bersama untuk menyatukan sinergi. Tujuannya, mengoptimalkan visi meningkatkan profesionalisme guru, khususnya skill dan kompetensi lainnya. Harus sama-sama dipahami oleh organisasi profesi pendidik, apa pun namanya, bahwa kehadiran lainnya merupakan mitra untuk peningkatan profesionalisme guru.

Selama niat untuk mewujudkan visi itu ada, tentu saja realisasi tujuan sinergi itu akan semakin besar. Kita semua tentu berharap tidak ada lagi friksi yang melibatkan sesama pendidik hanya karena berbeda organisasi profesi. Sebab, yang jauh lebih penting dari semua itu adalah masa depan bangsa ini, yang terletak pada anak-anak didik sebagai calon-calon pemimpin. Kunci ini tak lain terletak pada pendidik itu sendiri. Semoga!

Penulis adalah Kepala SMPN 1 Bojonegoro

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry