Foto: Sidang lanjutan kasus dugaan tipikor proyek pembangunan RPHU Kabupaten Lamongan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya.

SURABAYA | duta.co – Sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek Pembangunan Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) Kabupaten Lamongan kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Senin (2/6/2025).

Sidang kali ini mengagendakan pembacaan nota keberatan (eksepsi) dari terdakwa Drs. Moch. Wahyudi.

Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua Ni Putu Sri Indayani, SH, Penasehat Hukum (PH) terdakwa, Muhammad Ridlwan, SH, yang didampingi Ainur Rofik, S.HI, membacakan pokok-pokok eksepsinya.

Dua terdakwa lain dalam kasus ini, yakni Sandy Ariyanto (Direktur CV Fajar Crisna) dan Davis Maherul Abbasiya (pelaksana proyek), tidak mengajukan eksepsi karena perkaranya disidangkan secara terpisah (split).

Dalam eksepsi tersebut, PH menyatakan bahwa surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak memenuhi syarat formil karena dinilai tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap. Oleh karena itu, PH memohon agar majelis hakim menjatuhkan putusan sela yang menyatakan surat dakwaan batal demi hukum dan tidak dapat diterima.

“Kami memohon agar majelis hakim membebaskan terdakwa dari tahanan serta membebankan biaya perkara kepada negara,” ujar Ridlwan di hadapan majelis hakim.

Audit Kerugian Negara Jadi Pokok Keberatan

Salah satu inti keberatan dalam eksepsi tersebut adalah terkait dasar perhitungan kerugian keuangan negara. PH menyebutkan bahwa JPU menggunakan laporan akuntan publik tertanggal 8 Januari 2025 yang menyebutkan kerugian negara mencapai Rp331,616 juta.

Padahal, sebelumnya sudah ada audit resmi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan kerugian negara hanya sebesar Rp92,846 juta, yang juga telah dikembalikan ke kas daerah oleh pihak ketiga.

“Seharusnya yang menjadi acuan adalah hasil audit BPK yang memiliki kewenangan konstitusional. Apalagi rekomendasi BPK sudah dijalankan dengan pengembalian dana,” tegas Ridlwan.

Terdakwa Klaim Tak Terima Dana

PH juga menegaskan bahwa kliennya, Moch. Wahyudi, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lamongan, sama sekali tidak menerima aliran dana terkait proyek tersebut.

Untuk membuktikan integritasnya, Wahyudi bahkan mengajukan permohonan kepada penyidik untuk dilakukan tes poligraf dan uji psikologis forensik pada 14 April 2025.

“Pak Wahyudi itu sepeser pun tidak menerima aliran dana. Justru, saksi-saksi lain disebutkan menerima dana tersebut. Upaya-upaya pembelaan seperti tes poligraf dan praperadilan sudah dilakukan demi membuktikan ketidakbersalahannya,” imbuhnya.

Sebelumnya, Wahyudi telah mengajukan dua kali permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Lamongan terkait keabsahan penetapan dirinya sebagai tersangka. Namun, kedua permohonan tersebut ditolak. Permohonan kedua dinyatakan gugur karena pokok perkara telah disidangkan di Pengadilan Tipikor Surabaya.

Setelah pembacaan eksepsi dinyatakan cukup, majelis hakim menunda persidangan dan menjadwalkan sidang lanjutan pada Kamis, 5 Juni 2025, dengan agenda tanggapan JPU atas eksepsi dari pihak terdakwa.

Latar Belakang Perkara

Perkara ini berkaitan dengan penggunaan dana APBD Kabupaten Lamongan Tahun Anggaran 2022 sebesar Rp5 miliar untuk pembangunan komplek RPHU. Ketiga terdakwa dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (ard)

Bagaimana reaksi anda?
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry