“Lama! 30 tahun lebih meninggalkan kampung halaman. Merantau ke tanah orang. Ini, sebuah pengorbanan. Kini, rasa syukur harus terus dipanjatkan.Tapi, pengorbanan, tetap dibutuhkan. Kembali ke kampung halaman adalah berkah sekaligus amanah yang butuh pengorbanan.”

Oleh Pj Bupati Jombang Sugiat, SSos, MPsiT

MENYAMBUT Hari Raya Idul Adha 1445 H atau 2024 Masehi, izinkan saya berbagi tulisan.

Idul Adha kali ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Karena saya merayakan di tanah kelahiran sendiri, Jombang tercinta.

Sebuah berkah tersendiri dari Allah SWT., karena telah diberikan kesempatan menjadi Pj Bupati di tanah kelahiran saya sendiri, Kabupaten Jombang.

Setelah 30 tahun lebih saya berkarir di luar Jombang, kini kembali ke Jombang. Ini berkah tersendiri dan tentunya banyak hikmah dari setiap kejadian yang bisa dimaknai.

Mengapa perlu dimaknai? Dengan kemampuan memaknai itu, segala sesuatu yang kita dapatkan dari Allah SWT. akan dapat kita syukuri.

Rasa syukur dapat kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, tanpa adanya kemampuan memaknai — segala sesuatu yang kita dapati – maka, hambar kehidupan ini.

Setidaknya, inilah makna dari hikmah dan sekaligus ungkapan syukur saya, karena telah mendapat kesempatan merayakan Idul Adha tahun ini (2024) di kampung halaman sendiri. Subhanallah!

Rasanya tak henti bersyukur dan berbagi yang kita berikan untuk tanah kelahiran kita tercinta, Bumi Jombang, yang kita kenal dengan Kota Santri ini.

Tentu apa yang saya rasakan itu juga seringkali dirasakan teman-teman. Terutama sanak kadang saya warga Kabupaten Jombang di perantauan.

Saya merasakan, apa yang teman-teman rasakan.

Betapa di hati kecil kita, tentu, seringkali terbersit rasa rindu kepada kampung halaman, terutama saat kita merasakan jauh dari kampung halaman kita sendiri.

Kerinduan saat kita jauh, tentu, berbeda dengan saat kita berada di tempat yang dekat.

Kepada teman-teman masa kecil bermain di desa, teman mandi di kali, main petak umpet di malam bulan purnama, teman cangkrukan begadang sambil ngopi, hingga teman-teman saat SMP dan SMA, semuanya kita punya teman yang dulu cantik-cantik dan ganteng. Sekarang kebanyakan sudah menjadi bapak ibu atau kakek nenek. Saya, tentu, menghaturkan selamat berkorban demi keluarga dan warga Jombang tercinta.

Usia, jelas, tak bisa berbohong. Namun kenangan akan selalu hadir seperti saat dulu kenangan itu tumbuh. Satu demi satu sahabat telah pergi, dan lingkungan alam telah berubah tidak seperti dulu lagi.

Maka saat secara fisik badan ini bisa kembali ke kampung halaman, rasanya tidak ada yang pantas diungkapkan selain rasa syukur kepada Allah SWT.

Tetapi bukankah ungkap syukur yang terbaik itu adalah berbuat yang terbaik? Ya! Saya kadang bertanya dalam hati. Saya pribadi bersyukur karena kedua orang tua saya memberikan nama Sugiat. Su artinya baik dan giat artinya gigih atau tekun. Gigih berbuat kebaikan. Semoga Allah Swt ridho.

Giat agawe becik. Itulah doa kedua orang tua dalam nama saya, sekaligus saya maknai sebagai kewajiban personal saya untuk giat amal sosial sekaligus bentuk ungkap syukur saya. Terlebih sekarang, di Hari Raya Idul Adha tahun ini, yang saya rasakan dan alami di kampung halaman sendiri.

Semua itu, tentu, tidak akan terjadi jika saya tidak diberikan kesempatan oleh Allah SWT pulang kampung.

Setiap waktu saya merenung, apa sebenarnya tugas lelaku saya selanjutnya ketika Allah SWT berikan saya kesempatan pulang kampung dan menjadi Pj Bupati di Jombang? Itu pikiran saya selama ini.

Sambil terus mencari jawaban dan terus bergiat memberikan yang terbaik untuk Jombang, tercinta.

Saya memberikan makna, bahwa, kesempatan yang Allah SWT berikan itu — dengan saya sekarang pulang kampung — adalah berkorban untuk tanah kelahiran. Saya merasa tersanjung sekaligus dipaksa mikir ketika beberapa tokoh Jombang yang saya jumpai.

Seperti Kiiai Masduqi, Kiiai Tar, Kiiai Cholil, Gus Kikin, Gus Irfan, Gus Zuem, Gus Fatkur, para alim ulama yang, tak mungkin saya sebut satu persatu. Juga teman-teman Kepala Desa, para guru dan kepala sekolah, kadang tani, buruh dan pekerja serta barista. Semua ada di benak saya.

Begitu pun anak-anak muda pegiat sosial, aktivis LSM dan ormas, pendeta, hingga penghayat dan pertapa yang ada di Jombang ini, semua ada dalam hati saya.

Tak terkecuali ibu-ibu pengajian, dokter, perawat yang semuanya memberi masukan. Mereka berkeluh kesah. Katanya:  Pak Pj yang punya pengalaman karir di luar sampai level nasional mbok ya dipakai untuk mbangun Jombang. Subhanallah, rasanya teriris hati ini.

Terus terang saya terharu, bahkan meneteskan air mata. Siapakah saya ini? Hanyalah seorang anak desa yang merantau mencari peruntungan hingga Jakarta. Harapan para sesepuh Jombang Jombang rasanya tak kuasa ditolak. Bisa apa saya ini? Kok diberikan harapan seperti itu.

Namun demikian semua itu bagi saya bukanlah sekedar harapan, tetapi amanah suci. Oleh karena itu, sudah menjadi tekad yang kuat untuk memberikan yang terbaik, korbankan tenaga, pikiran, bahkan kepentingan keluarga sekalipun, demi terwujudnya amanah tersebut.

Meski tidak tahu persis, berapa waktu tersisa yang bisa saya berikan untuk Jombang tercinta. Selama masih ada waktu, satu detik pun, jika itu membawa manfaat kebaikan dan perbaikan Jombang, maka wajib bagi saya, mengerjakannya.

Keinginan masyarakat agar saya bisa ikut ndandani (memajukan) kampung halaman, tentu perlu tekad yang kuat, hati bersih dan tulus, serta pengorbanan.

Saya memang harus bersyukur memiliki pangkat dan kedudukan di Badan Intelijen Negara (BIN) yang kalau disetarakan dengan kepangkatan di TNI itu, setara jenderal bintang satu. Kendati demikian, saya tak boleh memetingkan ego, saya harus terpanggil pulang kampong, meski, ibarat Naga Bonar saya turun pangkat menjadi Pj Bupati itu, setara pangkat Kolonel.

Tapi Jombang adalah kampung halaman saya yang tidak mungkin dilupakan. Kembali ke kampung halaman adalah sebuah panggilan wajib.

Siapa yang pernah menyangka kembali ke kampung halaman menjadi orang nomor satu dan bertugas menjalankan laku pemerintahan daerah? Tentu, semua itu adalah scenario Allah SWT. Kalau itu direncanakan, maka, nyaris sebuah hal yang sangat mustahil, namun, jika Allah SWT sudah berkehendak, tak ada yang bisa menolak.

Lahir di Jombang adalah sebuah takdir. Dari kecil hingga remaja, hidup dalam kesederhanaan adalah makanan keseharian. Pergi ke sawah membantu orang tua untuk memanen padi tetangga, adalah hal biasa.

Bahkan memanen padi di sawah milik orang yang kelak menjadi mertua sendiri. Ini sebuah kenangan yang sangat indah, meski, saat dulu menjalaninya terasa susah. Ternyata susah itu menjadi kenangan indah, asalkan sesuatu itu baik, maka, pasti menyisakan memori yang indah.

Meninggalkan kampung halaman merantau ke tanah orang, adalah sebuah pengorbanan untuk mengubah nasib dan takdir sejarah. Kini ketika nasib itu sudah berubah sekalipun, namun yang namanya pengorbanan tetaplah masih dibutuhkan. Tentu, dengan kadar dan tingkatan yang berbeda.

Kembali ke kampung halaman, membangun kembali kampung halamannya adalah berkah sekaligus amanah yang tentu butuh pengorbanan dalam memperjuangkannya.

Saya, dulu, suka membaca kisah nabi-nabi. Idul Adha ini mengingatkan kita kisah Nabi Ibrahim AS. Demi tauhid keimanannya kepada Allah SWT., ia rela diperintahkan menyembelih putra kandungnya sendiri. Kesetiaan dan taqwanya kepada Allah SWT membuatnya ikhlas rela berkorban dan siap menyembelih putra kesayangannya.

Namun keajaiban diturunkan Allah SWT seketika, sang putra Ibrahim diganti dengan domba yang amat bagus. Saat pedang Ibrahim AS hampir nenyembelihnya.

Kembali kepada pemaknaan, maka, pertolongan Allah SWT pasti hadir saat kita yakin kepada Allah SWT satu satunya yang wajib disembah dan diikuti perintahnya dan meniadakan ego diri kita (berkorban) menghilangkan ego.

Dengan ikhlas, penuh rasa syukur, keharusan siap berkorban, saya rasakan ketika pulang kampung. Saya bisa mengajak sanak kadang Jombang perantauan, untuk sering-seringlah pulang kampung. Kini akses dan transportasi sudah mudah, beda dengan dulu. Giat (saya) sekarang pulang kampung, kita bangun Jombang lebih maju demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat, sanak kadang kita di Jombang. Semoga Allah SWT Ridho! Amien. (*)

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry