SURABAYA | duta.co – Puluhan santri dari Pondok Pesantren Barul Ulum Tambakberas, Jombang, Jumat (4/10/24) bertandang ke Museum NU Surabaya. Mereka mencermati satu persatu isi Museum NU. Termasuk Jas Mbah Wahab (almaghfurlah KH Abdul Wahab Hasbullah) muassis NU dari Tambakberas, Jombang.

“Ini Jas Mbah Wahab. Masya Allah. Lahu alfatihah…. Kalau melihat ini, beliau tidak tinggi-tinggi amat. Subhanallah,” demikian salah seorang santri sambil mencermati berbagai sisi Jas Mbah Wahab yang terletak di lantai 2 Museum NU tersebut.

Didamping Mokhammad Kaiyis, Pemred Duta Masyarakat, puluhan santri itu menjelajah barang-barang peninggalan Kiai NU. Pertama, Kaiyis mengajak ke lantai dasar. “Di sini ada dokumen pengangkatan almaghfurlah KH Hasyim Asy’ari sebagai Pahlawan Nasional. Di sini pula ada foto almaghfurlah KH Hasan Gipo, Ketua Umum PBNU untuk periode pertama,” jelas Kaiyis.

Masih di lantai satu, para santri bisa menyaksikan potongan Kiswah Ka’bah pemberian ulama ternama Makkah kepada Museum NU. Santri juga bisa mencermati lembar i’anah syahriyah (iuran bulanan) warga nahdliyin untuk menopang organisasi.

“Selain mendapat bantuan utama almaghfurlah KH Hasan Gipo, betapa nahdliyin care (peduli) terhadap perjalanan organisasi. Kita bisa saksikan kwitansi yang dibuat secara rapi oleh pengurus NU saat itu,” jelas Kaiyis sambal menunjukkan dokumen tahun 1930-an.

Naik lantai 2, para santri bisa menyimak surat jawaban Raja Saud terhadap tuntutan ‘Komite Hijaz’ yang dipimpin Mbah Wahab. Salah seorang santri membacanya dengan keras. Intinya, Raja Saud sangat berterima kasih kepada Komite Hijaz (kiai-kiai NU) yang peduli terhadap masa depan Haromain (Makkah dan Madinah).

“Ada 5 tuntutan para kiai NU, diantara agar Arab Saudi menerapkan madzahibil arba’ah, empat mazhab, yaitu Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Dan itu disetujui Raja Saud. Sehingga di Makkah Madinah tidak boleh dikuasai Wahabi saja,” tegas Kaiyis.

Jadi, lanjutnya, kerja keras para Kiai NU ini, kemudian kita nikmati sampai sekarang. Bukan cuma muslim Indonesia, tetapi juga muslim dunia. “Alhamdulillah, saat itu kiai-kiai NU sudah berkontribusi secara internasional. Kini di Makkah dan Madinah, kita bisa beribadah dengan nyaman. Bahkan sekarang Islam di Arab Saudi sendiri, konon lebih moderat. Dunia harus berterimasih kasih kepada para masyayikh NU,” tegasnya.

Masih di lantai 2, para santri juga ditunjukkan semangat juang wanita (Muslimat) NU pada masa prakemerdekaan RI. Keaslian dokumen tersebut tidak bisa dibantah, betapa wanita NU sudah pegang senjata untuk menghalau penjajah. “Ini fakta, bahwa, Muslimat NU tidak berpangku tangan dalam merebut kemerdekaan RI. Mereka angkat senjata, bertaruh nyawa. Karena itu, republik ini harus kita jaga bersama,” tegasnya.

Nah, sampailah mereka di baju Banser Riyanto (Mojokerto). Ini juga fakta bahwa NU merawat jagat dengan baik. Menjaga harmonisasi antaragama. Riyanto adalah tokoh nyata. Bukan rekayasa. Kisah kepahlawanannya sangat populer dan sering dijadikan teladan tertinggi solidaritas antarumat bergama.

Ia adalah anggota Barisan Serbaguna (Banser), organisasi sayap Gerakan Pemuda (GP) Ansor yang identik dengan pengamanan. “Riyanto sahid saat menjaga misa malam Natal tahun 2000 di Gereja Sidang Jemaat Pentakosta di Indonesia (GSJPDI) Eben Haezer, Mojokerto. Penyebabnya ledakan bom. Mengerikan, kalau Anda saksikan fotonya. Saya ikut turun lokasi saat itu, semoga arwah Riyanto mendapat tempat yang layak di sisi-Nya. Amien,” pungkas Kaiyis. (mky)