Seorang anggota pertahanan sipil Suriah membawa mayat seorang anak dari puing-puing setelah sebuah serangan udara yang dilaporkan di kota Jisreen yang dikuasai pemberontak, di wilayah Ghouta Timur pada Kamis (8/2/2018) kemarin. (FT/gettyimages)

DAMASKUS | duta.co – Setiap hari, warga sipil yang dikepung di Ghouta Timur, Suriah mengalami pengeboman tanpa henti oleh rezim Presiden Suriah Bashar Assad.  Kelompok pemantau HAM Suriah, Syrian Observatory for Human Rights mencatat, serangan itu telah membunuh lebih dari 200 orang sejak Senin (5/2/2018).

“Ghouta tenggelam dalam darah,” kata seorang dokter di Arbeen, salah satu kota di wilayah, tempat 100 orang terluka dan sedikitnya 14 orang terbunuh, termasuk seorang pekerja penyelamat dan beberapa anak.

Pengeboman tersebut berlanjut meski ada permintaan internasional untuk gencatan senjata.

“Tidak ada tempat yang aman di Ghouta. Anda bisa menggambarkannya dengan pepatah kita: Di atas kematian, kuburannya terlalu kecil,” kata seorang wartawan yang berbasis di Kota Douma, Raed Srewel, dikutip the Guardian, Jumat (9/2/2018).

Ghouta timur adalah daerah kantong yang dikepung selama bertahun-tahun. Daerah ini pernah menjadi daerahsumber pertanian gandum di dekat ibu kota, Damaskus.

Kekerasan ini menandai gagalnya konferensi nasional yang ditengahi oleh Rusia. Kekerasan ini juga menandai berakhirnya perjanjian de-eskalasi yang efektif yang ditengahi oleh Moskow, Ankara dan Teheran.

Sebelumnya, 75 warga sipil juga dilaporkan tewas pada Kamis (8/2/2018) waktu setempat. Tak hanya di Ghouta, serangan pemerintah juga meluas di Provinsi Idlib di Suriah.

Menurut perkiraan PBB, serangan di Idlib telah mengungsikan lebih dari 300 ribu orang. Jumlah ini meningkat dalam beberapa hari terakhir. Banyak yang mencari perlindungan didekat perbatasan Turki. (net)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry