Dr H M Hidayat Nur Wahid, MA . (FT/IST)

JAKARTA | duta.co – Disaat bangsa ini memperingati Hari Kesaktian Pancasila, 1 Oktober, tiba-tiba Direktur Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid, begitu semangat bicara radikalisme dan ekstremisme yang berdiri di atas manipulasi dan distorsi agama.

Menurut Ahmad Nurwakhid, akar masalahnya adalah agama, yaitu agama yang dipahami secara menyimpang. Ahmad Nurwakhid menambahkan, kelompok radikal dan intoleran kerap berusaha menghilangkan atau mengaburkan sejarah bangsa.

“Kaum radikal dan intoleran kerap berusaha menghilangkan atau mengaburkan sejarah bangsa ini agar para pemuda Indonesia tidak punya kebanggaan terhadap bangsanya,” kata Ahmad Nurwakhid, seperti yang dikutip suaramerdeka.com dari pikiran-rakyat.com, Senin, 4 Oktober 2021.

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr H M Hidayat Nur Wahid, MA mengingatkan, bahwa, memperingati Hari Kesaktian Pancasila, 1 Oktober, mestinya, tidak lepas dari konteks peristiwa yang menghadirkan bukti kesaktian Pancasila.

Yaitu ketika ideologi Pancasila ini menggerakkan negara, TNI bersama Bangsa dan Umat beragama, bangkit bersatu, menyelamatkan Pancasila dari rongrongan G30S PKI. Kalau TNI dan umat beragama diam, PKI berhasil, maka, ideologi Negara Pancasila jelas diubah sesuai ideologi komunisnya, PKI.

Radikalisme PKI ini telah memusuhi dan menjadikan korbannya dari kalangan TNI AD, tokoh agama. Beruntung gagal berkat kesatupaduan TNI AD dengan Ormas Agama Islam seperti Muhammadiyah dengan Kokam-nya dan NU dengan GP Ansor-nya.

Inilah fakta sejarah Kesaktian Pancasila yang menghadirkan kesatupaduan negara (TNI) bersama umat beragama (Islam). Sehingga berhasil menyelamatkan NKRI dan Pancasila serta mengalahkan radikalisme, terorisme dan intoleran dari kaum komunis PKI.

“Fakta ini mestinya yang paling utama bagi generasi muda, sehingga memahami sejarah dengan baik dan benar. Agar mereka dan NKRI tidak kembali jadi korban kejahatan dan bahaya laten terorisme dan radikalisme PKI dengan ideologi komunismenya,” demikian Dr H M Hidayat Nur Wahid, MA dalam siaran pers di Jakarta, Senin (4/10/21).

Maka, tambah HNW, panggilan singkatnya, adalah aneh bila saat memperingati Hari Kesaktian Pancasila justru menonjolkan isu radikalisme agama, tanpa menjelaskan apa yang dimaksud dengan radikalisme agama, dan agama yang mana?

“Itu justru bisa memunculkan saling curiga, dan memandang negatif kepada agama. Padahal agama dengan Ormas Islamnya justru telah mendapat pengakuan Negara sebagai pihak yang berjasa menyelamatkan ideologi Pancasila dan NKRI dari radikalisme dan terorisme G-30S/PKI,” tegasnya.

Masih menurut HNW, bangsa ini jelas mendukung upaya untuk menghadirkan kebanggaan generasi muda atas kepahlawanan dan jasa-jasa para Pahlawan Nasional yang telah memperjuangkan Republik Indonesia Merdeka, dengan ideologi Pancasila dan NKRI-nya.

Tolak Pengaburan Sejarah

Bangsa ini pula telah sepakat, menolak berbagai upaya mengaburkan sejarah Bangsa dan perjuangan pahlawan-pahlawan Bangsa, baik dari kalangan Nasionalis Kebangsaan seperti Bung Karno, Bung Hatta, Yamin, A Subarjo, maupun Nasionalis Keagamaan Islam seperti KH Wahid Hasyim, KH Abdul Kahar Mudzakkir, Agus Salim, Kasman Singodimejo, M Natsir. Termasuk Nasinolanis keagamaan non Islam seperti AA Maramis.

“Maka, kita menolak keras upaya pengaburan sejarah, agar generasi muda tetap mempunyai kebanggaan terhadap sejarah dan keunggulan Bangsanya. Menjadi wajar bila hal negatif itu (pengaburan sejarah) juga  mendapat perhatian atau kewaspadaan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT red.),” tegasnya.

HNW merasa perlu menegaskan hal tersebut, ini sekaligus sebagai respon atas pernyataan Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid yang, menyebut adanya kaum radikal dan intoleran yang kerap berusaha menghilangkan atau mengaburkan sejarah bangsa agar pemuda Indonesia tidak mempunyai kebanggaan terhadap bangsanya.

HNW pun sependapat, bahwa, sejarah bisa menjadi salah satu rujukan dalam menghadirkan kebijakan anti-radikalisme dan terorisme tersebut. “Kita menolak intoleransi dan radikalisme, karenanya harus waspadai upaya-upaya yang ingin mengaburkan sejarah,” tegasnya.

Memang, belakangan ada berbagai pihak yang bermanuver untuk mengaburkan sejarah, seperti tuntutan pencabutan TAP MPRS no XXV/1966 tentang pembubaran PKI dan pernyataan PKI sebagai Partai Terlarang di Indonesia, atau seperti pernah adanya “Kamus Sejarah Indonesia” buatan Ditjen Kebudayaan Kemendikbud.

Ini jelas mengaburkan sejarah pemberontakan PKI tahun 1965 dan menghilangkan peran tokoh-tokoh Bapak Bangsa dari umat Islam seperti KH Hasyim Asyari, KH Wahid Hasyim, KH Mas Mansur, Mr Syafrudin Prawiranegara, M Natsir.

Jangan Jadi Korban

“Ironisnya, pada jilid 1-nya membahas periode pembentukan Negara Indonesia, tapi justru banyak menampilkan tokoh-tokoh PKI, termasuk yang akan mengubah ideologi negara Pancasila dengan komunisme dan memberontak terhadap negara RI yang sah seperti Semaun, Alimin, Muso, DN Aidit dll,” urainya.

Masih menurut HNW, sikap waspada terhadap radikalis dan intoleran komunis, ini perlu secara serius dan berkelanjutan, karena berdasarkan fakta sejarah, gerakan komunisme di Indonesia telah dua kali melawan pemerintah Republik Indonesia yang sah dan akan mengubah ideologi negara; Pancasila.

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengingatkan agar dalam program pencegahan radikalisme dan terorisme, BNPT tidak menjadi korban dari pengaburan sejarah radikalisme dan intoleran terorisme Komunis.

Seharusnya, saat memperingati Hari Kesaktian Pancasila, maka, tidak salah berterimakasih kepada Umat beragama Islam, yang justru telah berjasa menghadirkan moderasi Islam dan keselamatan Negara.

Jangan phobia kepada kaum beragama, karena mereka justru telah berjasa menyelamatkan sejarah perjuangan bangsa dengan menghadirkan Pancasila, menyelamatkan Indonesia dari kemungkinan penjajahan kembali oleh Belanda dengan fatwa jihad (22/10/1945) dan amanat Jihad (28/5/1946), bersana TNI selamatkan NKRI dan Pancasila dari dua kali pemberontakan PKI.

“Mestinya BNPT justru mengajak Umat Beragama (termasuk Islam) untuk melanjutkan peran sejarah tersebut, bersama Negara (TNI dan Polri) membentengi dan menyelamatkan negara dan kaum mudanya dari bahaya laten radikalisme dan terorisme Komunis maupun ideologi apapun yang bertentangan dengan Pancasila sebagaimana dalam Perppu No 2/2017,” ujarnya.

Lebih lanjut, HNW mengatakan bahwa untuk Islam telah membahas, menyepakati dan menerima Pancasila, di mana tokoh-tokoh Islam juga sebagai anggota Panitia 9 mau pun PPKI. Dengan begitu, pastilah Pancasila itu sudah sesuai dengan ajaran agama Islam. Ini yang membuat Pancasila menjadi musuh gerakan komunisme melalui PKI.

“Jadi, jangan kaburkan sejarah. PKI itu radikalis. Yang intoleran itu komunis, terbukti dua kali memberontak terhadap Pemerintah RI yang sah, dan akan mengubah Pancasila sebagai ideologi Negara yang sah. Sedangkan kelompok agama Islam dan tokoh-tokohnya justru terbukti sebagai penyelamat Indonesia, sehingga menjadi NKRI seperti sekarang ini. Ini tidak lepas dari Mosi Integral M Natsir (Tokoh Partai Islam Masyumi) dalam menyelamatkan ideologi Negara; Pancasila dari radikalisme, terorisme dan pemberontakan PKI. Ini penting, agar generasi muda dan Indonesia ke depan selamat dari ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, seperti komunisme meskipun tampilnya PKI gaya baru,”pungkasnya. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry