Tampak Dr SYARIF dan Prof Dr KH Saiful Jazil M.Ag. (Kepala Ma'had UINSA) sedang sowan ke Romo Yai Chusaini Ilyas Mojokerto. (FT/IST)
“Ada yang Curhat “khawatir” hajinya tidak sah. Apakah hajinya sah kalau jumlah putaran tawaf atau sa’inya kurang? Apakah hajinya sah kalau belum dini hari sudah melewati Muzdalifah karena Bus-nya langsung bablas Mina? Bagaimana kalau terkena Dam, pas kehabisan uang, Apakah hajinya tetap Mabrur?”
Oleh H Syarif Thayib – PPIH Kloter 95

PANITIA Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Kelompok Terbang (Kloter) yang terdiri dari Ketua Kloter (KK), Pembimbing Ibadah Haji Kloter (PIHK), dan Tim Kesehatan Haji Kloter (TKHK) beberapa hari terakhir ini sedang sibuk-sibuknya melayani dan mendampingi jemaah haji.

Mereka yang bertugas sampai dengan Kloter 74 Embarkasi Surabaya hingga tulisan ini dibuat, on going dalam tugas. Sebagian besar sudah di Makkah, sebagian masih di Madinah, lainnya masih Karantina di Asrama Haji Embarkasi Surabaya (AHES) persiapan bertolak ke Jeddah – Makkah.

Sebagai bagian dari PPIH Kloter 95, penulis juga intens berkomunikasi – berkoordinasi menyiapkan diri untuk keberangkatan 6 – 7 Juni nanti bersama Jemaah dari Kabupaten Gresik, Trenggalek, dan sebagian Surabaya.

Pertemuan dengan Jemaah terbaru kami lakukan Ahad kemarin (26/5) di Masjid Nurul Jannah Petro Kimia Gresik. Sedangkan yang terdekat adalah Selasa besok (28/5) di Pendopo Manggala Praja Nugraha Trenggalek.

Pada pertemuan dengan Jemaah yang sudah-sudah, PPIH Kloter menemukan sejumlah pertanyaan yang hampir semuanya berhubungan dengan hal-hal teknis. Sebagian lagi adalah Curhat karena “khawatir” hajinya tidak sempurna atau gugur.

Pertanyaan teknis dimaksud misalnya, bagaimana kalau tas kopernya hilang atau tertukar? Apakah boleh bawa kompor mini, magic jar, termos dan lain-lain? Bagaimana kalau jatuh sakit disana? Siapa yang merawat? dan seterusnya.

Adapun materi Curhat karena “khawatir” hajinya tidak sah adalah: apakah hajinya sah kalau jumlah putaran tawaf atau sa’inya kurang? Apakah hajinya sah kalau belum dini hari sudah melewati Muzdalifah karena Bus-nya langsung bablas ke Mina tanpa berhenti? Bagaimana kalau terkena Dam, pas kehabisan uang, Apakah hajinya tetap Mabrur? Dan seterusnya.

Jawaban atas pertanyaan bersifat teknis di atas sebanarnya sudah dijelaskan belasan kali saat acara Manasik. Baik di internal KBIHU, maupun ketika acara Manasik yang difasilitasi KUA dan lain-lain, tetapi kami harus telaten dan melegakan saat menjawab pertanyaan-pertanyaan serupa di forum perkenalan dan pembinaan oleh PPIH Kloter beberapa hari terakhir ini menjelang jadwal keberangkatan.

Khusus pertanyaan yang menyangkut kekhawatiran hajinya tidak sah, hajinya tidak mabrur, penulis mengutip pernyataan Romoyai Chusaini Ilyas Mojokerto yang disampaikan KH. M. Imam Hambali (pengasuh pesantren mahasiswa Al Jihad Surabaya) demi ketenangan Jemaah dan meminimalisir potensi stres menjelang keberangkatan haji.

Penulis sampaikan ke mereka bahwa hajinya pasti Mabrur semua, walaupun mungkin disana-sini terdapat kesalahan karena lupa, karena tidak paham, dan seterusnya. Mengapa?

Karena Allah SWT itu Arrahman (Maha Pengasih) dan Arrahim (Maha penyayang). Rahmat (welas asih)Nya jauh lebih besar dari semua dosa yang dilakukan manusia, sejak Nabi Adam hingga binasanya Dajjal menjelang hari akhir.

Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Azzumar: 53).

Al-Wadud (Yang Maha Cinta) tidaklah mungkin tega menyia-nyiakan pengorbanan hambaNya dalam beribadah haji. Mulai dari antrian “Porsi” panjang, belasan hingga puluhan tahun untuk bisa berangkat haji. Ditambah biaya yang tidak murah. Menguras pikiran dan tenaga super ekstra sejak dari persiapan – keberangkatan, pelaksanaan umroh wajib, wuquf di Arofah, mabit di Mina melewati Mudalifah, kemudian lontar jumroh, tawaf, sai, dan lain-lain dan seterusnya. Mungkinkah semuanya tak berbalas cinta dariNya?

Satu lagi, yang ini membuat PeDe penulis memberi judul di atas. Tangisan do’a dari kekasih-kekasih Allah SWT (Awliya’) yang hadir maupun yang berhalangan hadir ke tanah suci untuk jemaah haji. Pengorbanan mereka bisa mengakibatkan semuanya menjadi Mabrur.

Imam Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam kitab sejarahnya ”Al-Bidayah Wa An-Nihayah” mengisahkan bagaimana pengorbanan seorang Ibnu Muwafaq yang hidup di masa Tabi’in (118 H) menjadi sebab mabrurnya 600 ribu jamaah ketika itu. Beliau batal berangkat haji karena uangnya disedekahkan untuk keluarga yang kelaparan.

Penulis haqqul yaqin, musim haji 1445 H ini dan seterusnya selalu ada Ibnu Muwafaq – Ibnu Muwafaq baru yang mendoakan dan “berkorban” untuk kemabruran Jemaah haji. Wallahu a’lam.(*)

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry