SURABAYA | duta.co – Berita ‘Jokowi Shalat Jumat Sampai 4 Rakaat, Prabowo Kalah Jauh’, Rabu (27/2/2019) menyebar di media sosial (https://www.asiasatu.online/2019/02/luhut-jokowi-shalat-jumat-sampai-4.html).

Berita ini kemudian ramai di forum.detik.com. Komentarnya macam-macam. “Kalau KMA (Kiai Ma’ruf Amin red.) berapa rakaat ya?” tanya warganet.

Berita asiasatu.online itu menurunkan ‘kekesalan’ Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) atas tuduhan demi tuduhan tak pernah berhenti yang ditujukan kepada calon presiden nomor urut 01, Joko Widodo alias Jokowi.

Apalagi mengingat gelaran Pilpres yang makin dekat, kritik terhadap pemerintah saat ini semakin gencar dilayangkan oleh kubu oposisi.

Salah satu tudingan yang dimaksud LBP adalah bahwa Presiden melakukan kriminalisasi terhadap ulama. Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan ikut menyuarakan pendapatnya terkait hal ini.

Ia tak setuju dengan isu kriminalisasi ulama yang ditujukan untuk presiden. Ia bahkan mengaku heran mengapa bisa muncul anggapan seperti itu.

Sebab, selama ini Jokowi dikenal sebagai pribadi yang taat beragama. Sebagai orang yang sudah mengenal Jokowi lebih dari sepuluh tahun, Luhut mengatakan bahwa Jokowi rajin sembahyang dan menunaikan ibadah puasa.

“Jadi kalau dibilang, misalnya, dibilang kriminalisasi ulama, darimana?” tanya Luhut saat menghadiri acara silaturahmi di depan purnawirawan TNI-Polri.

“Sejak saya kenal 12 tahun lalu, dia (Jokowi) tukang sembahyang, tukang puasa. Bahkan shalat Jumat hingga 4 rakaat. Yang sebelah sana kita belum jelas juga.”

Ini semua akibat dari politisasi agama. Capres sibuk pamer jumatan, jadi imam, bahkan kamera dipersiapkan sedemikian rupa. “Lebih gila lagi yang bicara bukan ahlinya. Non muslim bicara tentang salat khusyuk, bicara jumlah rakaat salat, akhirnya keliru semua. Bukankah salat jumat itu dua rakaat?” tulis warganet.

Selain berita LBP, forum.detik.com juga ramai soal berita Kiai Ma’ruf yang mengungkit kontribusi capres untuk umat Islam. “Ma”ruf Amin: Ente Sudah Berbuat Apa untuk Islam? Pak Jokowi Sudah Banyak”. Berita ini diambil dari kompas.com.

Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 1 Ma’ruf Amin tampaknya geram soal isu yang selalu menyerang kepada Jokowi selama Pilpres. Bahkan, isu yang menyebutkan Jokowi anti-Islam selalu dihembuskan untuk mempengaruhi suara masyarakat menjelang empat bulan sebelum pencoblosan.

“Ada yang bilang Pak Jokowi anti-Islam. Saya ini kiai kalau anti-Islam tidak mungkin mengajak saya (sebagai cawapres). Pak Jokowi bisa saja milih wakilnya dari politisi, pengusaha, profesional, bisa TNI/Polri. Tapi beliau tidak semuanya (memilih), tapi yang diajak saya seorang kiai, apa bisa itu dibilang anti-Islam,” kata Ma’ruf Amin di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (10/1/2019).

Selain itu, Jokowi adalah satu-satunya presiden yang menjadi ketua Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS). Bahkan, menurut Ma’ruf, bank wakaf saat ini sudah didirikan di setiap pesantren dan nantinya ditargetkan dapat membuat 1.000 bank wakaf.

“Ente sudah berbuat apa untuk Islam? Pak Jokowi sudah banyak, bahkan sudah membentuk bank wakaf di setiap pesantren, nanti akan dibuat 1.000 bank wakaf di pesantren,” ujarnya.

Jin di Istana Negara Kabur

Cukup? Belum, masih dari Kiai Ma’ruf Amin, kali ini menyinggung keberpihakan Jokowi kepada Umat Islam. Hal itu ia lakukan dalam sambutannya setelah acara istigasah dan pemberian Ijazah Kubro Kitab Sahih Bukhori di Ponpes Babakan Cirebon, Jawa Barat.

Menurut Kiai Ma’ruf, tuduhan anti Islam yang selama ini dituduhkan kepada Jokowi tidak tepat. Ia lantas mengingatkan kembali bahwa di era Jokowi, kerap digelar zikir di Istana Negara.

“Belum ada yang bikin zikir di Istana, sampai ada yang bilang Istana dizikirin terus, jinnya kabur,” ujar Maruf Amin di Lapangan Ponpes Babakan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Senin (25/2/2019).

“Ente yang nuduh-nuduh Pak Jokowi tidak Islami, ente sudah berbuat apa untuk Islam? Ente cuma omdo, omong doang. Alhamduuuu..lillah,” sambungnya.

Inilah potret Pilpres 2019 yang tak kunjung beranjak baik. Politisasi agama masih dominan. Padahal, problem sesungguhnya adalah kesejahteraan rakyat, kemaslahatan umat. Dan itu tidak bisa diukur melalui salat ‘artis’ apalagi membandingkan jumlah rakaat, terlebih membuat jin istana negara kabur, kasihan! . (net)