Tampak Presiden Jokowi saat hadir di Harlah Muslimat NU. (FT/MEDCOM)

SURABAYA | duta.co – Pengamat politik Jawa Timur sedang menebak ke mana arah dukungan Presiden Jokowi dalam Pilgub Jatim 2018? Baru saja muncul sejumlah komentar, tiba-tiba beredar pidato singkat Presiden Jokowi yang mengapresiasi kinerja Khofifah.

Dalam video itu, Jokowi berterima kasih kepada Khofifah yang lincah, ligat (super cepat) dan cerdas dalam bekerja. “Kalau ada banjir misalnya, belum diperintah sudah ada di lokasi. Ada musibah di Papua, saya telepon, Bu tolong berangkat ke Papua! Jawabnya, Pak Presiden saya sudah di Wamena (Kabupaten Jayawijaya, red). Selalu mendahului, licah, ligat dan cepat Bu Khofifah itu,” jelas Presiden Jokowi yang videonya masih beredar sampai Kamis (18/1/2018).

Tak hanya itu, kebijakan Jokowi menunjuk Idrus Marham sebagai menteri sosial menggantikan Khofifah yang mengundurkan diri karena maju di Pilgub, juga disinyalir sebagai sinyal terhadap Khofifah.

Pengamat politik dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM) Mochtar W Oetomo menyatakan, bahwa dukungan Istana kepresidenan terhadap Khofifah di Pilgub Jatim 2018 sudah menjadi rahasia umum.

“Tanpa itu (pergantian Mensos) sebenarnya sudah menjadi rahasia umum bahwa sejak dini Jokowi sudah merestui Khofifah,” kata Mochtar saat dikonfirmasi Rabu (17/1/2018).

Pemilihan Idrus Marham sebagai pengganti Khofifah, lanjut Mochtar juga menunjukkan bentuk konkret dukungan tersebut karena Partai Golkar menjadi partai pengusung pasangan Khofifah-Emil. ”Jika kemudian pengganti Khofifah adalah Idrus ini menunjukkan bahwa sudah ada pembicaraaan sedari awal antara Jokowi, Golkar dan Khofifah,” tandas Mochtar.

Direktur Surabaya Survey Center (SSC) ini menambahkan, pergantian Mensos ini sesungguhnya membawa makna bahwa Jokowi sudah sepenuhnya merestui dan meminta Khofifah all out untuk Pilgub Jatim. “Kedua, dukungan Golkar kepada Emil Dardak (Cawagub) terjamin,” imbuhnya.

Sementara itu, pengamat politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Airlangga Pribadi Kusman menyatakan ada dua faktor yang menguatkan sinyalemen pergantian tersebut merupakan bentuk restu Presiden. Jokowi.

Pertama, kedekatan emosional antara Jokowi dengan Khofifah yang terjalin sejak Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014. Waktu itu Khofifah terlibat sebagai tim pemenangan Jokowi. Bahkan, Khofifah juga disebut-sebut menjadi salah satu menteri kepercayaan Jokowi.

“Bu Khofifah sendiri adalah figur yang menjadi salah satu kepercayaan Pak Jokowi. Kedekatan mereka sudah lama,” terang pria yang biasa disapa Angga ini.

Di lanjutkan, faktor kedua, keseriusan Khofifah dalam menghadapi Pilgub Jatim. Ini tercermin dari keberhasilan Khofifah yang mendapat dukungan dari banyak partai politik. Popularitas dan elektabilitas Khofifah sebagai Bakal Calon Gubernur (Bacagub) Jatim juga cukup tinggi.

“Artinya RI 1 (Presiden Jokowi) ini melihat bahwa ada keseriusan Ibu Khofifah untuk maju dalam Pilgub,” dalih Angga.

Sebaliknya, Hariyadi pengajar FISIP Unair menyatakan dalam tradisi politik kerajaan dikenal konsep “raja agung”. Konsep ini mengandaikan kerajaan-kerajaan kecil yang lemah dan rentan di gempur lawan akan cenderung berlindung di balik payung kerajaan besar sebagai tameng.

“Sejauh yang saya cermati diskursusnya, adalah Khofifah-Emil yang oleh para true-believernya selalu diyakinkan mendapat restu dan bahkan perintah untuk menang dalam Pilgub Jatim 2018. Bahkan diskursus diantara elit partai pengusung Khofifah-Emil menguatkan keyakinan perseptual bahwa perintah Istana lah yang terpaksa membuat mereka mendukung Khofifah-Emil. Betapa pun sejatinya partai-partai itu enggan mendukung Khofifah-Emil,” bebernya.

Bahkan amat sangat diyakini, dengan tak adanya payung hukum yang mengatur perihal Menteri yang turun berkompetisi dalam Pilgub, posisi Khofifah sebagai Mensos akan tetap dipertahankan oleh Istana, walau maju dalam proses Pilgub Jatim 2018.

Hariyadi (kiri) dan Mochtar Otomo. (FT/SUUD)

“Tapi secara faktual Khofifah justru mengundurkan diri dari posisi Mensos saat jelang mendaftar sebagai paslon ke KPU Jatim, bisa dispekulasikan sebagai kesadaran etik dari Khofifah. Meski muncul spekulasi sebagai permintaan Istana,” ungkap Hariyadi.

Lantas bagaimana dengan pasangan Gus Ipul-Mbak Puti? Diskursus yang berkembang justru seolah ingin mengatakan ada perbedaan garis politik antara Megawati dengan Jokowi. Seolah Megawati dengan Jokowi sudah beda kepentingan politik dalam Pilgub Jatim. Seolah Megawati dengan Jokowi sudah pecah kongsi dalam Pemilu 2019. Seolah Megawati dan Jokowi sudah tak lagi terjalin komunikasi menyongsong Pilkada 2018.

“Singkat cerita, terkesan dari diskursus yang berkembang bahwa derajat “raja agung” amat kecil bagi Gus Ipul-Mbak Puti. Sehingga, patut di duga kapitalisasi manipulatif Gus Ipul-Mbak Puti terhadap Istana amat kecil, ” pungkas Hariyadi (ud)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry