SIAP ONLINE : Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah 2 (Smamda) Surabaya, Astajab membuka aplikasi ujian sekolah berbasis komputer di sela-sela seminar yang digelar di Hotel Ibis Style, Rabu (1/3). Duta/Wiwik

SURABAYA| duta.co – Tahun ini, ada banyak perubahan yang cukup signifikan dalam penyelenggaraan ujian untuk sekolah menengah atas (SMA) sederajad di Indonesia. Ujian tahun ini sedikit membuat pihak sekolah kebingungan.

Jika selama ini hanya ada mata pelajaran wajib untuk ujian nasional  (UN) dan mata pelajaran untuk ujian sekolah. Mata pelajaran untuk UN itu diantaranya matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris serta satu mata pelajaran sesuai jurusan. Soal-soal untuk UN ini seratus persen dibuat oleh pemerintah pusat. Dan di Surabaya 100 persen sudah menggunakan komputer atau ujian nasional berbasis komputer  (UNBK).

Sementara mata pelajaran untuk ujian sekolah (US) selama ini ditentukan sekolah disesuaikan dengan muatan lokal masing-masing sekolah. Di sini, seluruh soal US dibuat oleh sekolah 100 persen. Namun di tahun ini, ada perubahan signifikan, di mana ada beberapa mata pelajaran yang masuk dalam ujian sekiolah berstandar nasional (USBN).

Beberapa mata pelajaran yang ikut dalam USBN itu di antaranya agama dan budi pekerti, PKn dan sejarah. Serta ada tiga mata pelajaran lain yang disesuaikan dengan jurusannya. Jika IPA maka akan ditambah ujian mapel biologi, kimia dan fisika. Untuk jurusan sosial ditambah ekonomi, sosiologi, geografi. Sementara untuk jurusan bahasa akan ujian mapel sastra Indonesia, antropologi dan bahasa asing.  USBN ini, untuk soal-soalnya, 20 – 25 persen dibuat pemerintah, 75-80 persen dibuat oleh musyaawarah guru mata pelajaran (MGMP) dan kelompok kerja guru (KKG).

Sedangkan untuk US adalah mata pelajaran yang selama ini diajarkan sekolah di luar mata pelajaran UN dan USBN seperti olahraga, seni budaya, matematika peminatan dan sebagainya.

“Sekarang di Surabaya, semuanya harus berbasis komputer. Namun bedanya untuk UN aplikasi semua dari pemerintah, sementara untuk USBN dan US aplikasi diserahkan semua kepada sekolah. Sebelumnya provinsi yang mau menangani, namun sekarang dikembalikan ke sekolah,” ujar Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah 2 Surabaya, Astajab, di sela-sela seminar pendidikan, Rabu (1/3/2017).

Dikatakan Astajab, yang menjadi permasalahan adalah, bagi sekolah yang kesulitan untuk membuat aplikasi itu karena keterbatasan dana dan tenaga teknisi serta proktor.  Karena tidak semua sekolah itu memiliki kemampuan untuk menyediakan hal itu.

“Namun bagi Smamda, kami akan berusaha untuk bisa memberikan aplikasi itu bagi sekolah yang memang membutuhkan dan meminta bantuan kami. Silahkan, kami siap untuk itu. Bahkan untuk memberikan pelatihannya,” tandasnya. end

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry