Achmad Zaenal Efendi (FT/IST)

SURABAYA | duta.co – Sejumlah pegiat sosial di negeri ini, ternyata, sudah lama memasukkan nama Khofifah Indar Parawansa sebagai aset bangsa. Gerak-gerik perjuangannya sudah dipantau sejak era Orde Baru. Bagaimana Khofifah menjadi politisi, setelah itu menjadi menteri era Presiden Gus Dur, kepeduliannya terhadap wong cilik, bahkan sejauh mana ia menata Muslimat NU sebagai salah satu Banom Nahdlatul Ulama (NU).

“Dukungan kami ini tidak ujug-ujug alias asal datang. Tetapi melalui proses dan pengamatan yang panjang, siapa sesungguhnya Khofifah Indar Parawansa? Bagaimana kinerjanya? Sejauh mana kepeduliannya terhadap wong cilik? Ini terus kita pantau,” demikian disampaikan  Achmad Zaenal Efendi koordinator Sedulur Rikho (Relawan Ibu Khofifah) kepada duta.co, Kamis (18/1/2018).

Kalau mau sedikit kilas balik, jelas Efendi, rakyat Indonesia bisa melihat bagaimana Khofifah tampil cemerlang sebagai politisi saat Sidang Umum MPR tahun 1998. Ia benar-benar menjadi wakil rakyat sejati. Bahkan menaikkan citra PPP (Partai Persatuan Pembangunan) saat itu.

Dalam Sidang Umum Majelis Perwakilan Rakyat, Januari 1998 itu, FPP adalah fraksi yang belakangan menyampaikan sikapnya dalam sidang tersebut. Khofifah kala itu baru berusia 33 tahun, dia menyampaikan kritik terhadap pemerintahan Orde Baru, perihal Pemilihan Umum 1997 yang penuh kecurangan. Kofifah melontarkan pandangan kritisnya tentang demokratisasi di depan sidang.

Pidato berani ini, mengejutkan Fraksi Utusan Golongan dan ABRI (kala itu) karena tidak sesuai dengan teks pidato yang mereka terima. Pada era orde baru, pidato di depan institusi resmi atau di hadapan public, harus terlebih dahulu diserahkan kepada ABRI di markasnya di Cilangkap. Biasanya teks pidato yang diterima ABRI isinya hanya puji-pujian terhadap pemerintahan Soeharto.

Tetapi, Khofifah, nyaris tak membaca teks pidato itu, dan memutuskan untuk mengubahnya. Keberaniannya merombak teks pidato tersebut dan menyampaikannya dengan kritis membuat seluruh politisi di Gedung Senayan terbelalak.

“Dia perempuan hebat. Sejak awal Sedulur Rikho ingin menyuarakan itu, kepeduliannya terhadap masalah sosial luar biasa. Bu Khofifah ini patut mendapatkan Nobel Kemanusiaan,” tambah Efendi Achmad panggilan akrabnya.

Jadi, ujar Efendi, kalau Presiden Jokowi sekarang memberikan apresiasi terhadap kinerja Bu Khofifah, itu sudah sepatutnya. Bukan suatu kebetulan atau mencocok-cocokkan dengan pidato presiden Jokowi saat Harlah Muslimat NU, yang mengatakan Bu Khofifah itu cepat dan ligat.

“Di sini sedulur Rikho akan terus mengawal Bu Khofifah termasuk dalam pemeangan Pilgub Jatim. Ini penting karena Provinsi Jatim adalah gerbang Indonesia. Sejak 19 Juli 2017, kami berkomitmen mengusung Bu Khofifah sebagai perempuan Indonesia yang peduli kemanusiaan dan patut mendapatkan Nobel Kemanusiaan,” tegasnya.

Efendi Achmad tidak kaget dengan apresiasi Presiden Jokowi, karena kesuksesan pemerintahan Jokowi juga tidak lepas dari kerja keras Khofifah. Itulah sebabnya, kata Efendi, memperjuangkan kemenangan Bu Khofifah di Pilgub Jatim adalah sebuah panggilan perjuangan.

“Kami bukan hanya bangga menjadi bagian dari barisan Khofifah, tetapi merasa terhormat dapat mengawal dia dalam Pilgub Jatim seperti mengawal Jokowi saat Pilpres 2014 silam. Bagi kami, Khofifah adalah Jokowi, dan Jokowi adalah Khofifah,” pungkasnya. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry