
Gaya kepemimpinan seperti ini adalah pesan tegas: “Pembangunan yang efektif dimulai dari memahami lanskap sosial secara langsung, bukan hanya dari data di meja rapat.”
Oleh: DR. H. ROMADLON, MM*
DI BALIK deru sirine pengawal dan riuh tepuk tangan warga, ada potret kepemimpinan yang jarang terdokumentasi secara utuh: seorang gubernur yang menapaki medan pembangunan dari tepi laut hingga perbatasan pegunungan, semua itu berjalan dalam satu hari.
Selasa, 12 Agustus 2025 kemarin, Pacitan menjadi “laboratorium lapangan” bagi Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Sejak embun masih menggantung di dedaunan hingga matahari tenggelam di ufuk barat, ia menuntaskan sebelas agenda yang merentang dari penguatan peran perempuan, bantuan nelayan, peresmian rumah layak huni, hingga memantau proyek strategis yang menghubungkan kabupaten. Hari itu, pembangunan bukan sekadar angka di laporan, tetapi nyata dirasakan oleh tangan-tangan nelayan, senyum anak sekolah, dan keluarga yang kini punya rumah tanpa bocor.
Dalam satu hari itu, ia melakukan kunjungan kerja di Kabupaten Pacitan, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa sekaligus menuntaskan sebelas agenda tanpa kehilangan energi dan fokus. Dari pagi hingga malam, setiap titik kegiatan ia hadiri dengan senyum dan sapaan hangat, mulai dari dialog bersama nelayan, pertemuan dengan pelajar, hingga serah terima bantuan sosial.
Ritme kerja ini bukan hal luar biasa baginya; dalam keseharian, ia terbiasa menjalani 8–10 agenda lintas kabupaten, menempuh jarak jauh dengan stamina fisik yang kuat dan jiwa pengabdian yang tak tergoyahkan. Dengan waktu istirahat yang sering hanya 2–3 jam sehari, ia membuktikan bahwa kepemimpinan bukan sekadar jabatan, melainkan keteguhan hati untuk hadir di tengah rakyatnya.
Bagi nelayan Tamperan, ia adalah penyambung suara dan harapan. Bagi anak-anak Sekolah Rakyat, ia adalah penjaga api mimpi. Bagi keluarga penerima RUTILAHU, ia adalah wujud nyata martabat yang ditegakkan lewat rumah sederhana namun kokoh. 12 Agustus 2025, Pacitan menorehkan bab istimewa: sebelas agenda, seribu cerita, satu tujuan — merajut Jawa Timur yang lebih tangguh, dari tepi laut hingga punggung gunung.
Kunjungan kerja semacam ini bukan sekadar catatan kalender pemerintahan, tetapi momen yang meninggalkan jejak di hati rakyat, ketika seorang pemimpin membawa cahaya, menguatkan pundak, dan menegaskan bahwa masa depan bisa dibangun dari tangan-tangan yang saling menggenggam.
Rangkaian Agenda Ibu Gub =
Pagi di Pacitan dibuka dengan hembusan angin laut Teleng Ria yang asin dan sejuk. Di aula Hotel Parai, ratusan perempuan berseragam hijau tua, anggota Muslimat NU, duduk rapi menanti sosok yang mereka panggil “Bu Khofifah”. Bagi mereka, ia bukan sekadar pemimpin provinsi, melainkan sahabat seperjuangan. Kehadirannya pagi itu bukan untuk seremoni belaka, tetapi membahas hal yang menyentuh akar kehidupan: kemandirian ekonomi keluarga, literasi digital bagi perempuan, dan peran organisasi keagamaan dalam membangun moral publik.
Hari itu, sebelas agenda menunggu dalam waktu kurang dari 12 jam. Perjalanan berpindah dari ruang rapat ke tepi pelabuhan, dari desa pesisir hingga perbatasan kabupaten. Setiap lokasi menghadirkan cerita berbeda: nelayan yang kini punya jaring baru, anak-anak putus sekolah yang kembali belajar, keluarga yang bisa tidur nyenyak tanpa takut genting roboh, hingga desa yang kini punya akses air bersih di musim kering.
Menurut Dr. Ir. Rahmat Wibisono, pakar perencanaan wilayah ITS, gaya kepemimpinan seperti ini adalah pesan tegas: “Pembangunan yang efektif dimulai dari memahami lanskap sosial secara langsung, bukan hanya dari data di meja rapat.”
Adapun rangkaian kegiatannya adalah sebagai berikut: 07.00 WIB – Silaturahmi Muslimat NU
Di Hotel Parai Teleng Ria, Khofifah memaparkan data: 43% pelaku UMKM di Jawa Timur adalah perempuan, menyumbang Rp 450 triliun bagi ekonomi daerah. Ia menegaskan, “Kalau perempuan kuat, keluarga kuat, masyarakat pun tangguh.” Tepuk tangan panjang mengiringi pesan itu.
Lalu, pukul 08.00 WIB – menebar Bantuan Nelayan di Pelabuhan Tamperan. Di tepian dermaga, suara ombak berpadu dengan teriakan nelayan. Khofifah menyerahkan 100 unit jaring senilai Rp 70 juta dan e-BKP untuk 10 nelayan. Ia juga merespons langsung aspirasi mereka soal pengerukan pantai dan perluasan breakwater. “InsyaAllah segera kita bahas dengan TAPD,” ujarnya. Nelayan pun menyebutnya sebagai “Ibu-nya Nelayan Jawa Timur.”
Pukul 09.00–09.30 WIB ada Perbaikan Jalan Desa. Ia meninjau Desa Sumberharjo dan Kelurahan Pucangsewu, Khofifah melihat langsung kualitas jalan desa yang belum merata. Dengan 28% jalan desa di Pacitan masih rusak, ia menegaskan konektivitas antar-wilayah sebagai prioritas pemerataan ekonomi.
Masuk pukul 10.00 WIB sudah menanti Program Sapa Bansos. Pendopo Kabupaten Pacitan pun riuh dengan warga penerima bantuan sosial. Program ini, menurut Dinas Sosial Jatim, berhasil menurunkan kemiskinan ekstrem hingga 1,5% di beberapa daerah dalam dua tahun.
Pukul 13.00 WIB – tiba di Sekolah Rakyat di Gedung Diklat ASN. Khofifah mengunjungi kelas literasi dan numerasi untuk anak putus sekolah. “Pendidikan alternatif adalah jembatan kedua bagi anak-anak yang tercecer dari sistem formal,” ujar Dr. Sulastri dari Unesa.
14.00 WIB – RUTILAHU di Dusun Ngasem,. Ia meresmikan dua rumah layak huni, bagian dari 35.000 unit yang dibangun Pemprov Jatim dalam lima tahun. “Rumah adalah simbol martabat,” kata Khofifah.
Memasuki pukul 15.00 WIB – menyerahkan Bantuan Air Bersih di Tambakrejo. Kekeringan yang menurunkan curah hujan hingga 12% dalam tiga tahun terakhir diatasi dengan pembagian tandon dan jeriken air bersih.
Pukul 16.00 WIB melihat langsung Infrastruktur Strategis di Setren dan Kedungbendo. Peninjauan duplikasi Jembatan Setren dan talud pengaman jalan di Kedungbendo ini menjadi bagian mitigasi bencana. “Pacitan rawan longsor, infrastrukturnya harus adaptif,” jelas Ir. Bayu Ananta dari UGM.
Masih ada lagi acara, Pukul 17.00 WIB – Jalan Perbatasan Wates–Slahung. Perbaikan jalan di perbatasan Pacitan–Ponorogo diharapkan melancarkan distribusi barang dan mempersingkat waktu tempuh menuju Madiun.
Dimensi Bantuan Perikanan
Selain bantuan jaring, Khofifah menyerahkan berbagai program khusus: Bimtek Peti Koin Bermantra senilai Rp 119 juta untuk Pokdakan Mugi Rahayu. Program Gemarikan senilai Rp 50 juta untuk 100 siswa SDN Kayen 1. Bimtek Standar Pengemasan senilai Rp 26 juta untuk Poklahsar. Program PUSPITA Rp 34,4 juta untuk peningkatan produktivitas.
Bimtek Agropolitan Ikan Nila Rp 63,5 juta untuk Pokdakan Mina Sari. Produksi tuna dan cakalang di Pelabuhan Tamperan mencapai 6.450 ton per tahun, menjadikannya pelabuhan strategis yang sering disinggahi nelayan dari Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Penutup
Bagi Khofifah, sehari di Pacitan bukan sekadar menyelesaikan daftar agenda, melainkan menghubungkan titik-titik kebutuhan masyarakat ke dalam satu peta besar pembangunan Jawa Timur.
Dalam satu hari kunjungan kerja di Kabupaten Pacitan, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mampu menuntaskan sebelas agenda sekaligus. Dari pagi hingga malam, setiap titik kegiatan dihadiri dengan energi penuh dan interaksi yang tulus kepada masyarakat. Prestasi ini bukan hanya sekadar catatan kuantitas agenda, tetapi mencerminkan etos kerja dan komitmen yang langka, di mana seorang pemimpin benar-benar hadir di tengah rakyatnya, mendengar aspirasi, dan memastikan program berjalan nyata di lapangan.
Yang mengagumkan, ritme kerja ini bukan hal yang terjadi sesekali. Dalam keseharian, Ibu Khofifah rata-rata menjalani 8–10 agenda di daerah kabupaten yang berbeda-beda, menempuh jarak yang jauh, dengan waktu tempuh yang seringkali menguras tenaga. Namun beliau tetap hadir dengan senyum, sapaan hangat, dan konsentrasi penuh pada setiap agenda. Kekuatan fisik yang tahan banting dipadu dengan kesiapan mental yang terlatih membuatnya mampu menjalankan tanggung jawab tanpa kehilangan ketajaman pengambilan keputusan.
Keistimewaan ini diperkuat oleh kekuatan batiniah yang jarang dimiliki oleh pejabat lain, bahkan di tingkat presiden atau menteri sekalipun. Dalam sehari, waktu istirahat beliau sering hanya 2–3 jam, namun tetap mampu menjaga fokus, kesabaran, dan kejernihan berpikir. Kombinasi stamina fisik, keteguhan hati, dan kejernihan jiwa inilah yang membuat Khofifah menjadi sosok pemimpin yang luar biasa dan sulit tertandingi, menjadikannya teladan bagi generasi pemimpin masa depan di Indonesia.
Bagi nelayan Tamperan, ia adalah penyambung suara dan harapan di tengah riuh ombak. Bagi anak-anak Sekolah Rakyat, ia adalah penjaga api mimpi, meyakinkan bahwa cita-cita tak pernah terlalu jauh untuk digapai. Bagi keluarga penerima RUTILAHU, ia adalah wujud nyata martabat yang ditegakkan lewat rumah sederhana namun kokoh, tempat cinta dan doa bisa bertumbuh.
12 Agustus 2025, Pacitan menorehkan satu bab istimewa: sebelas agenda, seribu cerita, satu tujuan — merajut Jawa Timur yang lebih tangguh, dari tepi laut yang berangin hingga punggung gunung yang berselimut kabut. Semua disulam dalam satu benang merah: pengabdian yang tak mengenal lelah, dan kepemimpinan yang hadir bukan sekadar untuk memerintah, tetapi untuk menghidupkan harapan.
Kunjungan kerja semacam itu bukan sekadar agenda pemerintahan; ia adalah potret kepemimpinan yang meninggalkan jejak di hati rakyatnya. Dan mungkin, bagi Pacitan, momen ini akan dikenang sebagai hari ketika seorang pemimpin membawa cahaya, menguatkan pundak, dan meyakinkan bahwa masa depan bisa dibangun dari tangan-tangan yang saling menggenggam.
*DR. H. ROMADLON, MM adalah Pemerhati Kebijakan Publik, Kolumnis Pengembangan SDM, Lingkungan Hidup, Ekonomi Kerakyatan, dan Isu Strategis Pembangunan Daerah.