“Di Indonesia akan menjadi serius lagi kalau parsel dikaitkan dengan urusan gratifikasi maupun suap-menyuap, sogok-menyogok. Saya tidak memasuki areal itu. Biarlah menjadi perhatian siapapun yang tertarik membahasanya.”
Oleh Suparto Wijoyo*

HILIR mudik aluran mobilitas barang saat ini. Ahad ini semakin merangsek dan kiriman itu memasuki kawasan-kawasan rumah atau perkantoran. Saya meyaksikan inilah realitas yang sungguh menggungah. Universitas Airlangga sendiri pada Sabtu, 22 Maret 2025 berbagi 10.000 bingkisan sebagai rangkaian agenda Ramadan Berkah Universitas Airlangga. Dan lebih dari itu, banyak pihak juga membuka ruang berbagi rizki untuk membersamai anak-anak yatim atau orang-orang yang secara khusus memiliki hak untuk menerima perhatian publiknya. Muslim acap kali dan wajib terpanggil untuk memberikan kegembiraan pada sesama.

Lihatlah kemudian. Toko-toko itu, besar becil, pinggir jalan perkampungan atau tengah kota telah banyak menjajakan parsel. Dunia medsos juga semliwer pedagang dadakan menawarkan kue-kue bingkisan lebaran. Warna-warni bungkusnya. Ragam isinya. Besar kecil bentuknya. Menawan hati siapa saja yang mau membeli atau melihat-lihat saja. Kedai penyedia parsel itu dilengkapi lampu penerangan yang menarik perhatian. Jumlah karyawan pun ditambah. Urusan parsel ini membuka lapangan kerja baru dan perkembangan ekonomi. Geliatnya menandakan Ramadan menjadi penggerak kekuatan belanja. Hal ini berulang setiap memasuki periodesasi Ramadan. Ini menandakan bahwa jualan parsel mengenal “musim” panen. Ramadan merupakan gerbang besar guliran keuangan umat. Saya sendiri tentu turut memeriahkan. Untuk mengirimkan kepada yang patut menerima sebagai 2 penanda. Cuma pola niatnya beragam. Inilah yang memasuki ruang privat yang sangat intim. Ada di hati yang mentahbiskan sukma sejati untuk saling meberi sesama.

Kini. Saya saja sebagai contoh. Parsel itu ada yang saya niatkan sebagai hadiah, tetapi juga ada yang menjadi sedekah. Manajemn keuangan keluarga selama setahun memang ditata. Skema menyimpan 15-20 persen untuk keperluan Ramadan sudah kami tradisikan. Dibuka celengan (bukan binatang Celeng) – tetapi simpanan (bukan LPS) untuk keperluan ater-ater (hantaran) parsel. Urusan pembahasan parsel yang saya kirim itu sebagai hadiah ataukah sedekah mempertimbangkan siapa calon penerimanya. Ini menjadi serius kalau dibahas dalam koridor fiqh. Birlah ini menjadi wilayah kajian para alim di masalah ini. Sementara untuk tulisan ini hanya memberikan ukuran sederhana saja dengan memperhatikan olah roso yang bersimpuh di literasi umum semata. Kalau mengikuti KBBI: sedekah adalah pemberian sesuatu kepada fakir miskin atau yang berkah menerimanya, di luar kewajiban zakat dan zakat fitrah sesuai dengan kemampuan pemberi; derma. Adapun hadiah adalah pemberian (kenang-kenangan, penghargaan, penghormatan); ganjaran; tanda kenang-kenangan.

Dalam lingkup ini mudah dimengerti kepada siapa kita memperlakukan parsel sebagai hadiah atukah sebagai sedekah. Kawan dan anggota keluarga, kerabat dan sanak saudara mana yang pantas diberi hadiah, dan yang mana yang menerima sedekah. Penentuannya ada di niat agar kepahalaannya tercatat sesuai temanya. Alias jangan salah tindak dari niat yang dianggitkan. Ini pihak yang berhak menerima sedekah janganlah parselnya diperuntukkan bagi yang diberi “doa” hadiah, begitu pula sebaliknya. Jangan yang niatnya sedekah tetapi diserahkan yang diniatkan hadiah. Nanti saya khawatir amalannya dianggap tidak berkeabsahan, alias cacat niat dan tindakan. Setiap tindakan yang salah niat atau yang salah niat meski benar tindakannya, akan menjadi temuan “inspektorat ruhani”.

Hal ini membawa ingatan pada cara kelola hadiah dan sedekah yang bersentuhan dengan salah satu contoh yang diterapkan untuk Rasulullah Muhammad SAW dan keluarganya. Nabi Muhammad SAW dan keluarga tidak akan merima sedekah, tetapi dapat menerima hadiah. Abu Hurairah RA, pernah meriwayatkan: “Kaana Rasulullah SAW idza utiya bitha-amin sala anhu: ahadiyatun am shadaqatun?”. Ini mendandakan bahwa “Rasulullah SAW ketika diberikan makanan akan selalu bertanya: apakah ini hadiah ataukah ini sedekah?”. Simaklah: “Fa-in qila shadaqatun, qala li-ashabihi: kuluu wa lam ya’kul. Wa in 3 qila hadiyyatun dharaba biyadihi SAW fa-akala ma’ahum.” Bahwa apabila makanan itu dikatakan sedekah, maka Nabi akan memerintahkan sahabatnya untuk memakan bagi yang belum makan, namun apabila makanan itu dijawab sebagai hadiah, maka Nabi menerimanya dan memakannya secara bersama-sama.”

Di Indonesia akan menjadi serius lagi kalau parsel dikaitkan dengan urusan gratifikasi maupun suap-menyuap, sogok-menyogok. Saya tidak memasuki areal itu. Biarlah menjadi perhatian siapapun yang tertarik membahasanya. Saya memaknai saja suatu realitas betapa Ramadan ini menyuguhkan sajian parsel sebagai khasanah Ramadan yang menjadi daya ungkit kekuatan ekonomi, spiritual dan jalinan paseduluran umat. Parsel pun menjelma menjadi terminologi yang tampak dirindu meski terkadang tak kunjung tiba. Ya parsel memanglah seirisan imaji. Parsel hadir seperti buah yang dinanti matangnya sebagai produk rahmat dan ampunan. Semua pemuasa merasa bahwa parsel itu “kado” rutin tahunan yang sudah menjadi “harapan” yang dilamunkan. Para empunya dan pengusaha acapkali “adu pesona” untuk saling memberikan yang terbaik dengan kinerja tetap tinggi walaupun sedang berpuasa. Dengan “jampi-jampi parsel termasuk yang berwujud THR yang ditakdirkan” itulah, Ramadan senantiasa menjadi lahan berbagi “atas jerih produktivitasnya” sang pemberi. Bahkan negara telah membayar THR yang sejatinya setariakan nafas parsel kepada ASN. Parsel merupakan media menuangkan semangat “harta milik bersama” yang diakumulasi dari tetesan keringat setahun sudah. Pada lingkup ini saya melanjutkan saja membaca karya terakhir Imam Al-Ghazali yang berjudul Al-Mustashfa min Ilmi Al-Ushul. Sebuah kitab yang menandakan kematangan intelektual Sang Hujjatul Islam yang mengagumkan ini. Ramadan nderes moco kitab.(*)

*Prof Dr H Suparto Wijoyo, S, MHum, CSSL adalah Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan SDA MUI Jawa Timur, Wakil Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Timur dan Guru Besar serta Wakil Direktur III Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga.

 

Bagaimana reaksi anda?
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry