JAKARTA | duta.co – Kebijakan politik Partai Demokrat (PD) di Pilpres 2019 sempat disoal publik. Ini menyusul banyaknya kader yang ‘lompat pagar’. Meski sikap partai mendukung Prabowo-Sandi, ternyata, tidak sedikit yang terang-terangan mendukung Jokowi-Kiai Ma’ruf.

Diduga mereka kalut, bukan salut. Tetapi, larinya sejumlah kader dalam ‘keterpaksaan’ ini, tidak membuat PD ‘kalap’. Partai Demokrat lebih mengedepankan harmoni dalam perbedaan. Partai ini lebih memilih mengelola perbedaan secara bijaksana.

Begitu kira-kira menurut Wasekjen DPP Partai Demokrat Andi Arief dalam menanggapi kabar keinginan 5 DPD Demokrat mendapatkan kekhususan di Pilpres 2019. Sebab, mereka tidak memungkinkan untuk ikut arahan DPP Partai Demokrat mendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno.

“Persoalan 5 DPD Demokrat yang tidak akan diikutkan dalam tim pilpres Prabowo akan ada solusi pembentukan tim pemenangan di 5 propinsi itu dengan mempertimbangkan hal-hal di atas,” jelasnya di akun Twitter pribadinya, Minggu (9/9).

Kekhususan itu, sambungnya, sudah pernah diperbincangkan oleh Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto.

Dia menyangkal jika kekhususan itu bagian dari upaya Demokrat bermain dua kaki di Pilpres 2019. “Jadi ini bukan Demokrat main dua kaki, tetapi betapa besar upaya demokrat menghargai perbedaan apalagi yang menyangkut politik identitas,” jelasnya.

Yang Lari Karena Prablem Hukum?

Senada dengan itu, Kadiv Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean juga memastikan bahwa Demokrat tidak main dua kaki. Menurutnya, hanya ada beberapa DPD yang butuh penanganan khusus.

“Demokrat tidak main dua kaki. Tapi Papua memang perlu penanganan khusus karena di sana suara belum one man one vote, tapi masih sistem noken. Jadi kami harus sangat hati-hari menangani Papua. Maka akan ada formula khusus nanti di sana,” tukasnya.

Rumor tak kalah sedap, sebagian dari mereka yang bingung ‘melarikan diri’ itu, bisa jadi karena kasus yang melilitnya. Ada anggapan kalau ingin aman, harus mendekat penguasa. Banyak kasus yang tadinya meledak-ledak menjadi jinak, sementara yang sumir menjadi serius. Di sini hukum menjadi alat politik. Padahal, di saat yang sama, SBY sedang melakukan uji loyalitas. (net,rmol.co)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry