Komisioner KPU (FT/rmol)

SURABAYA | duta.co – Berita kecurangan dan kesalahan input data Komisi Pemilihan Umum (KPU) nyaris tak pernah henti. Ini membuat kepercayaan publik kepada KPU hilang.  Kini, meme-meme yang mengkritisi KPU bertebaran. Ironisnya, tak ada jalan keluar.

Dalam kondisi seperti ini, Barisan Masyarakat Peduli Pemilu Adil dan Bersih mendesak aparat Kepolisian bertindak cepat, jika perlu menangkap dan memproses hukum seluruh Komisioner KPU. Sebab, mereka diduga telah melakukan kejahatan demokrasi dan melanggar prinsip-prinsip moral sesuai UUD 1945.

Koordinator Barisan Masyarakat Peduli Pemilu Adil dan Bersih, Marwan Batubara dalam konferensi pers di Kantor Seknas Prabowo-Sandi, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (22/4) mengatakan, bahwa, apa yang dilihat sekarang bukan sekedar melanggar aturan, tetapi sudah kejahatan.

“KPU tidak hanya langgar aturan administratif, tapi langgar kejahatan kriminal,” katanya.

Tiada hari tanpa berita ekcurangan dan human eror. (FT/IST)

Menurut Marwan, dugaan kecurangan yang dilakukan KPU sangat masif. Maka dari itu, aparat hukum tidak boleh tinggal diam dan menganggap kasus ini sebagai angin lalu.

“Ini ada kejahatan terstruktur, sistematis, dan masif terhadap demokrasi yang langgar konstitusi dan Pancasila oleh orang yang paling meneriakkan Pancasilais,” pungkas Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (Iress) ini.

Agus Muhammad Maksum, Juru Bicara Tim IT/ Siber Badan Pemenangan Nasional (BPN) 02 juga melihat problem KPU ini sudah sangat serius. BPN, katanya, selama ini sudah berupaya menghadirkan Pemilu berkualitas, BPN telah melakukan audiensi formal sekitar 7 kali ke KPU.

“Tujuan utama dari audiensi tersebut membahas potensi persoalan yang ada terutama terkait dengan data DPT yang tidak wajar karena ada sekitar 17.553.708 (17,5 juta) pemilih yang lahir dari 3 tanggal yang sama (tanggal 1 Juli, 31 Desember dan 1 Januari), selain banyak data ganda, 1 Kartu Keluarga (KK) banyak sekali anggota keluarga, ratusan ribu pemilih di atas 90 tahun, dan 20 ribu lebih usia di bawah 17 tahun,” jelasnya.

Tanggal 14 April 2019, BPN dalam press rilisnya menyampaikan jika berbagai persoalan di atas berpotensi memunculkan kecurangan terstruktur,  massif dan sistematis, yang bisa dilakukan pihak-pihak yang tidak bertanggung-jawab.

Ketika angka perolehan suara Prabowo-Sandi disoal. (FT/IST)

“Pemilu 2019 sudah berlangsung. Keadaanya sebagaimana kita ketahui, banyak sekali kecurangan dengan berbagai modus yang sama dan melibatkan banyak pihak dengan posisi yang sama. Yang tampak kepada kita surat suara 01 dicoblos terlebih dahulu di banyak TPS dan banyak pihak internal bekerja untuk merealisasikan kecurangan-kecurangan tersebut,” terangnya.

Hingga hari terakhir menjelang pemilu, tambahnya, KPU tidak memberikan DPT (Daftar Pemilih Tetap) yang betul betul DPT final. Karena DPT sebelumnya, ada perbaikan perbaikan yang dilakukan dalam DPTHP1 dan DPTHP2 karena ada berbagai temuan di lapangan yang memang banyak sekali kekeliruan kekeliruan.

Ini biang keroknya. “DPT bermasalah ternyata menjadi kenyataan. Dampak DPT yang bermasalah, Ghost Voters (Para pemilih hantu) muncul. Sebagai contoh, seorang ibu bernama Tri Susanti, dari RT 003/002, Kelurahan Kalisari, Kecamatan Mulyorejo, Surabaya, mendapati ada 5 (pemilih hantu) menggunakan alamat rumahnya dan 5 (pemilih hantu) tersebut ada dalam DPT.”

Hal ini sudah dilaporkan secara resmi ke BAWASLU Surabaya. Dalam laporannya ke BAWASLU, ibu Tri Susanti menyebutkan juga banyak tetangganya juga memiliki masalah yang sama. Ada banyak (pemilih hantu) di banyak RT di daerah itu. Nama-nama (pemilih hantu), para warga sama sekali tidak mengenal nama nama tersebut yang menggunakan alamat rumah mereka, dan nama-nama tersebut ada dalam DPT.

Selain fakta ini, kami bersama  tim TV One pergi ke Bogor untuk mengecek nama nama yang ada dalam DPT. Hal yang sama terjadi. Kami tanyakan ke ketua RT yang belasan tahun menjadi ketua RT, dan kami tanya ke banyak warga di RT tersebut, namun mereka semua tidak mengenal nama nama yang kami tanyakan. Ini menunjukkan namanya ada dalam DPT, tapi nama tersebut seperti hantu.

Selain itu, ada kecurangan berkali kali di web resmi KPU. Layak disebut kecurangan karena kesalahannya sama dan berkali-berkali, Capres 02 dicurangi, suaranya dikecilkan dan suara 01 dibesarkan. KPU sendiri sudah mengakui adanya “kesalahan kirim data”. Kasus ini terjadi di TPS 093, Kelurahan Bidara Cina, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Dalam scan C 1 yang diunggah, suara Jokowi-Makruf 47, Prabowo-Sandi, 162 suara.

Tapi dalam data yang diinput KPU, suara Jokowi-Makruf naik menjadi 180, dan Prabowo-Sandi menyusut menjadi 56 suara. Ini fakta yang diakui dan sudah diperbaiki KPU. Contoh lain adalah TPS 18 Desa/Kel. Malakasari Kec. Baleendah Kab. Bandung, Provinsi Jabar. Tertulis di web KPU, Capres Jokowi-Makruf mendapat 553 suara dan Prabowo-Sandi mendapat 30. Jika dilihat di C1 di dalam web KPU, Jokowi-Makruf mendapat 53 dan Prabowo-Sandi mendapat 130.

Ada kecurangan dalam meng-entry. Jokowi-Makruf ditambahkan angka 5 (menjadi lima ratus) dan Prabowo-Sandi hilang angka 1 (seratus). Contoh kecurangan dalam meng-entry seperti ini banyak.
Selain itu, jika diperhatikan dalam beberapa hari ini web KPU cenderung mempertahankan keunggulan Jokowi-Makruf dikisaran 54 %.

Padahal tentunya, banyak sekali data yang tersedia bagi KPU untuk menginput data-data yang menunjukkan Prabowo-Sandi menang di banyak TPS. Tetapi web KPU mempertahankan 54 % kemenangan sementara Jokowi-Makruf.

Bawaslu Sebut Parah, 6,7 Juta Pemilih Tidak Dapat C6

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mendata terdapat 6,7 juta masyarakat pemilih yang tidak mendapatkan formulir C-6 dalam Pemilu Serentak 2019.

Anggota Bawaslu Bidang Penyelesaian Sengketa, Rahmat Bagja mengatakan penyebab adanya petugas KPPS yang tidak mengantarkan undangan atau formulir kepada pemilih, bahkan adapun PPLN di Kuala Lumpur tidak mengantarkan undangan atau formulir C-6 sebanyak 120 ribu kepada para pemilih. (rmol,net)