Ananda Mustadjab Latif, Ketua Yayasan Peduli Bumi Indonesia (dua dari kiri) bersama para pembicara usai FGD, Selasa (21/3). DUTA/istimewa

Dari FGD Membangun Sistem Manajemen dan Road Map Sampah Perkotaan

 

SURABAYA – Sampah menjadi salah satu persoalan utama bagi masyarakat perkotaan terutama sampah-sampah yang sulit terurai. Bukan hanya sampah plastik namun sampah itu bisa berupa Polysterene Foam (PS) atau orang biasanya lebih mengenal dengan istilah styrofoam. Sampah ini sulit terurai, sehingga cukup menjadi persoalan. Terlebih, jika warga membuang sampah itu ke sungai dapat mengakibatkan kekumuhan bahkan bisa berpotensi penyebab banjir.

Masalah PS ini pun menjadi topik bahasan dalam Forum Group Diskusi (FGD) khusus tentang Membangun Sistem Manajemen Sampah dan Timbulan Sampah PS Foam, yang  diselenggarakan Yayasan Peduli Bumi Indonesia (YPBI) bekerjasama dengan Himpunan Program Pasca Sarjana Mahasiswa  Universitas Teknologi Surabaya (ITS) dan Inswa, Selasa (21/3). FGD yang berlangsung di Auditorium BG Munaf Fakultas Teknologi Kelautan ITS itu memang khusus membahas masalah PS yang selama ini banyak digunakan masyarakat.

Beberapa peserta diskusi mempertanyakan benarkah PS Foam merupakan permasalahan utama sampah di kota-kota besar dan seberapa besarkah prosentase sampah PS Foam yang terdapat di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) dibanding dengan jenis sampah lainnya.

“Berbahayakah PS Foam bagi kesehatan, mengingat selama puluhan tahun sudah banyak digunakan untuk kemasan makanan dan baru belakangan dipersoalkan”  kata Kata Ananda Mustadjab Latif, Ketua Yayasan Peduli Bumi Indonesia (YPBI).

Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, diperlukan kebijakan yang win win solution antara pemerintah, produsen dan user. Misalnya mendorong para produsen PS Foam membuat produk PS Foam biodegradeble atau yang bisa terurai.  Di sisi lain, produsen turut bertanggung jawab terhadap produknya yang menjadi sampah.

Namun pemerintah juga turut membenahi sistem manajemen pengelolaan sampah yang apik dan modern yang disertai law enforcement tegas bagi pencemar lingkungan dengan penanganannya bersifat komprehenship.

Hal ini dapat ditempuh dengan cara edukasi dan sosialisasi ekolabel 1 dan ekolabel 2 yang telah ditetapkan oleh Kementerian LHK  dan mengeluarkan banyak SNI untuk produk-produk  ramah lingkungan. “Dengan demikian masyarakat memperoleh pengertian yang benar tentang perilaku ramah lingkungan yang berkelanjutan,” jelas Ananda.

Karena itu, diskusi ini digelar untuk mencari sistem manajamen yang cocok untuk daerah perkotaan seperti Surabaya.  Alternatif dari PS Foam konvensional yang hancur ratusan tahun saat ini harus diganti dengan PS Foam yang bisa terurai atau hancur dalam waktu singkat lima tahun, tidak lagi ratusan tahun,  sehingga menjadi sahabat kehidupan manusia. Tumbuhnya kesadaran produsen, pemerintah dan masyarakat  agar turut bertanggungjawab terhadap timbulan sampah PS Foam dan mendorong kreativitas masyarakat agar mampu menangkap potensi ekonomi dari sampah PS Foam (daur ulang). Juga terwujudnya suatu sistem terpadu dan berkelanjutan dalam pengelolaan sampah perkotaan. (end)