(Paling Kiri) Sholihul Huda, MFilI (PPAIK UMSurabaya). (FT/IST)

SURABAYA | duta.co – Menyambut Konsultasi Tingkat Tinggi Ulama dan Cendekiawan Muslim Dunia tentang Wasatiyyat Islam, yang akan digelar Selasa 1 s/d 3 Mei 2018, di Bogor, Jawa Barat, Prof Dr M Din Syamsudin — Utusan Khusus Presiden RI — Senin, (23/4) menggelar Simposium mengenai Islam moderat (Wasatiyah al-Islam) di Gedung Siti Walida Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).

“Materi ini menarik sekali. Secara konsep, wasatiyyah Islam sangat bagus, tetapi, tidak boleh berhenti di atas kertas. Perlu penajaman secara serius dalam tataran kehidupan masyarakat. Artinya, harus ada upaya membumikan wasatiyyah Islam, seperti bagaimna mempraktekkan politik wasatiyyah, ekonomi wasatiyyah, hukum wasatiyyah, pendidikan wasatiyyah, budaya sosial wasatiyyah dan sebagainya,” jelas Sholikhul Huda, salah satu peserta Simposium Wasatiyah al-Islam, kepada duta.co, Selasa (24/4/2018).

Selain Prof Din Syamsudin, acara ini dihadiri puluhan cendekiawan Muhammadiyah, seperti Prof Azyumdi Azra (Mantan Rektor UIN Jakarta), Dr Dahlan Rais, (PP Muhammadiyah), Prof Zakyudin Baidhawi (Guru Besar IAIN Salatiga), Prof Fauzan Saleh (Guru Besar IAIN Kediri), Prof Bambang Setiaji, Ph D (Rektor Univ. Muhamadiyah Kaltara),  Dr Sofyan Anif (Rektor UMSurakarta), Piet H Khaidir, MA (Pengasuh Pesantren Al Islah Lamongan), Ahmad Muttaqin, PhD (Ketua DPP ASAI), Sholihul Huda, MFilI (PPAIK UMSurabaya) dan lain-lain.

Dijelaskan, bahwa, simposium ini merupakan kerjasama Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk Dialog dan Kerjasama Antar Agama dan Peradaban dengan UMSurakarta. Hasilnya sebagai usulan Indonesia dalam gelar Konsultasi Tingkat Tinggi Ulama dan Cendekiawan Muslim Dunia Tentang Wasatiyyat Islam, di Bogor awal bulan depan.

Pada kesempatan tersebut Prof Din menyampaikan realita lapangan. Kita tidak boleh menutup mata adanya ketegangan dan potensi konflik agama. Dan itu biasanya tidak disebabkan oleh faktor agama, melainkan lebih nonagama seperti kesenjangan sosial, ekonomi, politik, lalu agama menjadi pembenar.

“Maka untuk menjaga agar potensi konflik tidak terjadi, dibutuhkan dialog dan rumusan yang implementatif terkait teologi wasatiyyah Islam (moderasi Islam). Forum ini punya posisi penting untuk menampung dan mendiskusikan gagasan dari para cendikiawan Muhammadiyah,” jelas Din di depan sedikitnya 50 cendekiawan Muhammadiyah.

Dalam rumusan buku Wasatiyyah Islam untuk peradaban Dunia: Konsepsi dan Implementasi, di sebutkan, bahwa, Wasatiyyah Islam adalah konsep utama yang terkait dengan ajaran Islam dan pengalamannya untuk membentuk pribadi dan karakter muslim sejati, konsep ini melekat dengan konsep ummatan wasathan.

Dalam forum tersebut, Piet Hizbullah Khaidir menyampaikan perlunya melengkapi konsep ini, terkait basis gerakan wasatiyyah Islam yaitu untuk keadilan global dan networking gerakan toleransi. Dan pilihan tujuan gerakan wasatiyyah Islam dapat mengambil sebagai gerakan kesadaran dari kelompok ekstrem kanan atau kiri Islam, atau pilihan gerakan alternatif sebagai counter opini baru dari dua kutub ekstremitas Islam tersebut.

Masih dalam forum itu, Sholikhul Huda lebih menekankan pada aplikasinya dalam totalitas kehidupan. Maka, gerakan wasatiyyah Islam harus dilakukan dalam setiap ‘lorong’ kehidupan masyarakat. Karena faktanya, ketegangan dan potensi konflik agama justru banyak dipicu oleh faktor non-agama, seperti kesenjangan ekonomi, politik, hukum (keadilan).

“Ironisnya, agama selalu menjadi pembenar. Ini yang harus diakhiri,” jelasnya. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry