JOMBANG | duta.co —  Sebanyak 300 santri putra-putri didampingi para ustadz dan pengasuh pesantren Darul Falah Besongo (Dafa Besongo) Semarang, mengisi libur panjang akhir pekan dengan menyambungkan ruhani, berziarah ke maqbarah pendiri Nahdlatul Ulama (NU).

Bagi santri, kekuatan tak hanya terletak pada kuantitas dan akhlak yang mulia belaka, tetapi, peran kiai dan sesepuh sesungguhnya berada di belakang kesuksesan santri zaman now.  Maka, selama selama 3 hari sampai Ahad (1/4/2018) mereke menempuh rute keliling Jombang dari makam KH Bisri Syansuri, KH Wahab Hasbullah, KH Hasyim Asy’ari, KH Abdurrahman Wahid, Syaikhana Kholil Bangkalan dan Wali Songo yang ada di Jawa Timur.

Ziarah kali ini merupakan agenda rutin tahunan yang diadakan Dafa Besongo. Selain mendoakan para leluhur santri juga menguatkan keilmuan dengan studi banding ke Ma’had Aly Tebuireng Jombang. Silaturahmi, silaturlilmi hingga silaturruh menjadi penopang kekuatan pesantren dan Nahdlatul Ulama. Tentu dilanjutkan dengan silatulamal di kemudian hari dengan adanya kerjasama.

Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Pesantren Tebuireng menjadi tujuan studi banding karena pada 2006 sudah berdiri namun, secara legalitas disahkan Kemenag 2016. Secara esensi Ma’had Aly menjadi salah satu rujukan Dafa Besongo dalam perjalanannya. Konsepnya yaitu memadukan kampus dengan pesantren.

“Kami dengan rombongan datang agar terinspirasi dengan Tebuireng,” papar KH Imam Taufiq, pengasuh Dafa Besongo.


Hadir mendoakan langsung di maqbarah Hadratus Syaikh menjadi nilai sendiri bagi santri. Hal ini penting untuk menyambungkan ruhani santri bagi pendiri-pendiri Nahdlatul Ulama. Hal ini senada dengan pernyataan yang disampaikan perwakilan pengasuh pesantren Tebuireng, KH. Luqman Hakim BA. Bahwa barangsiapa saja yang datang ke Tebuireng ke Hadratus Syaikh itu murid mbah Hasyim. Walau hanya satu jam saja niat tholab Ilmi sudah jadi santri mbah Hasyim.

KH Luqman berpesan pada santri untuk memiliki nilai kebaikan. Dimana saja kita tinggal. Nilai manfaat harus ditanamkan sejak masih santri atau mahasiswa hingga nanti terjun ke masyarakat.

“Jangan melupakan ilmu yang kecil. Walaupun sudah sarjana ajarkan pada tetangga, saudara juz amma, walaupun anak TK datang ke tempat kita harus kita ajarkan,”  tambah KH Luqman.

Hal lain yang khas dari Hadratus Syaikh adalah racikan dalam menghadapi masyarakat. Sebagaimana kutipan KH Tholhah Hassan menyatakan bahwa membuka wacana fikih yang tidak dogmatif menjadi fikih solutif. Hal inilah yang menginspirasi muncul kitab Arrisalah Ahlus Sunnah Waljamaah.

KH Imam Taufiq menambahkan dengan memahami dan mengamalkan pemikiran Hadratus Syaikh harapannya kita bisa menyambungkan keruhanian dan benar-benar menjadi santri Mbah Hasyim. (zul)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry