Keterangan foto youtube

SURABAYA | duta.co – Anda sudah melihat video youtube bertajuk ‘Teroris..! Kemauan Pemerintah tentang Teroris H.R. Muhammad Syafii, Komisi III DPR RI’? Ternyata, video yang diambil dari Kiblat TV oleh Mursyidi MH Bakri, dipublikasikan 15 Mei 2018, sampai Rabu (16/5/2018) pukul 06.00 wib masih ditonton 12x itu lebih banyak ‘menyerang’ pemerintah.

Sementara kita sudah mendengar Presiden Jokowi mengeluh, sudah 2 tahun RUU Terorisme dimasukkan ke DPR, tetapi sampai sekarang tak kunjung dibahas. Bahkan presiden ‘mengancam’ kalau sampai Juni (2018) belum juga dibahas, maka, pemerintah segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) terkait tindak pidana terorisme.

HR Muhammad Syafii – Politisi Gerindra yang notabene Ketua Panitia Khusus (Pansus) Revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, membeberkan isi RUU yang terkesan menyodok pemerintah. Menurutnya, RUU itu sesungguhnya sudah menjadi prioritas untuk dibahas.

“Tetapi, ketika kita bedah. Ternyata konten RUU pemerintah ini ansih meminta kewenangan yang lebih dalam penindakan. Contoh, mereka menginginkan orang yang dicurigai boleh diambil dan diasingkan ke tempat tertentu selama 6 bulan. Bayangkan, itu bukan penangkapan, bukan penyelidikan, dan diambil saja, simpan di tempat tertentu selama 6 bulan,” kata Romo Syafii panggilan akrabnya.

Selain itu, lanjutnya, pemerintah minta penambahan masa penahaman dari 7 kali 24 jam, menjadi totality dari penangkapan, penahanan, penyidikan, penuntutan menjadi 500 hari lebih.

“Kemudian ada upaya mengkriminilasi ceramah agama, mereka bisa mendapatkan ini ceramah radikal, teroris, lalu ditangkap. Kemudian ada upaya lagi untuk menerapkan pidana kepada orang yang menjadi anggota satu organisasi yang menurut pemerintah organisasi teroris,” jelasnya.

Syafii kemudian memberi contoh. “Misalnya Jamaah Islamiyah, mereka yang punya kartu (anggota) serta merta teroris. Tidak peduli pegawai negeri yang sangat aktif, guru teladan 10 tahun misalnya, kalau ada kartu anggotanya, teroris. Itu keinginan pemerintah,” tambahnya.

Pemerintah, masih menurut Syafii, bisa melakukan tindakan yang kemudian membuat narasi sendiri. “Jadi kalau dia gak senang dengan imam, kemudian imam ditembak, dibuat narasi sendiri. Kenapa? Karena imam itu teroris,” pungkas Syafii.

Apa yang disampaikan Syafii, jelas sepihak. Begitu juga penjelasannya tentang anggota Jamaah Islamiyah, masih terkesan melindungi. Syafii menggunakan contoh guru teladan 10 tahun, kalau kedapatan menjadi Jamaah Islamiyah, adalah teroris. Padahal, pertanyaannya apakah kalau sudah menjadi guru teladan 10 tahun lalu bebas melalui hal-hal terlarang dan membahayakan?

Sementara, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian dalam acara ILC TvOne, Selasa (15/5/2018), membedah gerakan teroris yang sudah terstruktur rapi di Indonesia. “Jamaah Ansharut Daulah (JAD) ini sudah terstruktur di dalam negeri, ada amirnya Aman Abdurrahman. Mereka memiliki struktur ke bawah seperti mudiriyah, bahkan sampai kecamatan,” demikian disampaikan Tito.

Sementara, UU Terorisme yang ada hanya responsive dari bom Bali, sudah tidak signifikan untuk menangani. Maka, Tito minta tolong agar segera dilakukan rivisi. “Gerakan teroris itu memiliki 5 tahapan sampai kekerasan.  Dan UU kita hanya bisa menangani yang terakhir sampai persiapan aksi,” jelasnya.

Kita, tambahnya, tidak ingin kecolongan, lagi-lagi bom meledak, lagi-lagi bom meledak. Sementara ada fenomena baru seperti di Siria yang oleh ISIS telah dideklarasikan menjadi satu daulah. Ini menjadi magnet mereka di seluruh dunia, mereka mau ke sana.

Negara Indonesia, katanya, bagi mereka bukan daulah, tetapi darul harb (negara perang). “WNI yang sudah ke Siria ada 600 orang, 103 sudah tewas dalam perang. Karena terus kepepet, sekitar 500 orang lari menuju Turki dan Yordania. Di negara itu mereka ditangkap, dikembalikan ke Indonesia.  Mereka ini sudah terdoktrin paham takfiri, ini ancaman serius,” tegas Tito.

Pasca bom Thamrin, UU yang ada sudah telat, karena gerakan mereka cukup banyak dan  terstruktur, sudah begitu, masih ditambah 500 orang yang kembali dari Siria tadi. “Kita sudah melakukan gerakan pro aktif, pendekatan itu oke. Tetapi pendekatan persuasif belum tentu efektif, pro aktif penegakan hukum.

“Jangan sampai menunggu tahapan terakhir. Inilah inti permohonan revisi itu, memotong gerak terorisme. Atau orang yang dari Siria ini bisa diproses hukum. Tidak cukup dimonitor, karena yang kita hadapi ini orang terlatih. Mereka sangat mahir menghindari deteksi intelijen, mereka tahu bagaimana komunikasi sehingga tidak diketahui aparat. Mereka paham teknis penyadapan,” tegasnya.

“Bahkan ada adagium di Irlandia, teroris memiliki 1000 rencana untuk melakukan serangan. Anda (pemerintah) bari sukses kalau bisa gagalkan 1000 rencana itu. Tapi bagi kami (teroris) dari 1000 itu, meski 999 kalian bisa hentikan, satu saja anda gagal, maka, berarti kami sudah sukses,” jelas Tito menirukan semboyan mereka. Masihkah kita saling tuding? (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry