SIDOARJO | duta.co – Pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang akan menonaktifkan semua kepala daerah (termasuk Bupati Sidoarjo) setelah ditetapkan sebagai tersangka, adalah keliru. Apalagi rujukannya regulasi, dan dikatakan otomatis. Itulah yang disampaikan Muhammad Sholeh, pengacara muda asal Sidoarjo.
“Saya tidak sependapat dengan Mendagri Tito Karnavian. Kalau kita mengacu pada UU pemerintahan daerah pasal 83, di situ dinyatakan kepala daerah yang didakwa melakukan tindak kejahatan dengan ancaman 5 tahun penjara diberhentikan sementara. Di situ, jelas, didakwa. Artinya kasusnya sudah masuk ke pengadilan tindak pidana korupsi,” jelas Cak Sholeh penggilan akrabnya, Sabtu (27/4/24).
Menurut pengacara yang terkenal dengan tagline no viral no justice ini, memang ada pengecualian ketika sudah ditahan oleh KPK. Meski belum disidangkan, dia bisa dinonaktifkan. “Ini otomatis. Karena sudah tidak bisa lagi menjalankan pemerintahan, akan diganti atau diberhentikan sementara,” jelasnya sambil berharap saran ini menjadi viral di medsos.
Untuk itu, tegas Cak Sholeh, kita harus belajar dari kasus para menteri yang berstatus tersangka. Ini demi konsentrasi terhadap masalah hukumnya. “Kita bisa melihat kasus Wamenkum Ham, ada Menkoinfo, Menteri Perikanan, Menteri Pertanian semuanya mengundurkan diri. Sebelum ditahan KPK mereka berjiwa besar, mundur. Dengan begitu bisa konsentrasi urusan hukumnya,” jelas Cak Sholeh.
Nah, “Menurut saya, ada baiknya, Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, sejak ditetapkan menjadi tersangka KPK, segera mengundurkan diri dari jabatan Bupati Sidoarjo. Kenapa? Biarkan Gus Muhdlor mengurus kasusnya di KPK, toh banyak kegiatan yang tidak bisa dihadiri Bupati. Maka, untuk kebaikan bersama, kebaikan warga Sidoarjo, saya mengusulkan bupati segera mengundurkan diri. Ini pilihan bijak, supaya konsentrasi ngurus kasus tuduhan korupsi di KPK. Toh, kalau nanti tidak terbukti, jabatan Bupati bisa kembali lagi,” pungkas Cak Sholeh dalam video pendek durasi 02:41 menit. (mky)