SURABAYA | duta.co – Sungguh! Namanya layak ditulis dengan tinta emas. Jejak perjuangannya menembus batas. Pada saat revolusi, dia termasuk salah satu pejuang kemerdekaan. Bersama para kiai, dia pikul beban berat sebagai Komandan Laskar Sabilillah.

Ketika pecah pertempuran sengit di Surabaya yang dikenal dengan peristiwa 10 November 1945, pasukannya berada di garis kedua, taruhan nyawa. Di tengah desingan peluru, deru debu pertempuran, dia ‘pegang’ erat kalimat isy kariman au mut syahidan (hidup mulia atau mati syahid).

Itulah sosok KH Masjkur, pemilik catatan panjang pejuang yang terlupakan. Kamis (07/12/2017) jejak perjuangan Kiai Masjkur kembali ‘dibongkar’ dalam seminar nasional bertajuk ‘Jejak Perjuangan KH Masjkur: Sebelum dan Sesudah Kemerdekaan’ di Aula Museum Nahdlatul Ulama (NU), Jl Gayungsari Timur 35, Surabaya.

Seminar Nasional kali ini menghadirkan sejumlah sejarawan. Ada sejarawan Dr Asvi Warman Adam. Pria kelahiran Bukittinggi, Sumatera Barat itu dikenal sebagai salah seorang peneliti utama LIPI dan ahli sejarah Indonesia. Saat ini Asvi bergelut dalam pelurusan sejarah Indonesia, yang banyak diputarbalikkan oleh rezim Orde Lama maupun Ode Baru.

Selain itu, ada Ketua Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) Nahdlatul Ulama, KH Agus Sunyoto. Penulis buku “Atlas Wali Songo; Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo sebagai Fakta Sejarah” ini juga dikenal sebagai sejarawan NU.

Ada juga Prof Dr Hariyono MPd, Guru Besar Universitas Negeri Malang (UM). Profesor yang satu ini juga dikenal sebagai Deputi Bidang Advokasi Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP), di Gedung III Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) RI.

Nara sumber lain Drs H Choirul Anam, Dewan Kurator Museum NU, penulis buku ‘Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama’ serta KH Solahuddin Wahid (Gus Sholah), pengasuh  Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang.

”Jejak perjuangan Kiai Masjkur ini, sangat penting untuk diketahui dan diteladani masyarakat luas, bukan hanya bagi warga NU tetapi juga bangsa Indonesia yang menunjung tinggi keberagaman,” jelas Abdurrahim, salah satu anggota tim pengusul gelar pahlawan bagi KH Masjkur kepada duta.co Selasa (05/12/2017).

Dalam pandangan generasi penerus, Kiai Masjkur berhasil menanamkan doktrin keuletan. “Kerjakan sesuatu sampai tuntas. Sekecil apapun pekerjaan, jika ditangani secara tuntas akan sangat berarti,” begitu sebuah prinsip yang dipegang teguh KH Masjkur. Prinsip ini pula yang kemudian mempengaruhi sikap hidup kiai kelahiran Singosari Malang pada tahun 1900 M/1315 H ini. Prinsip itu dilakukan dengan konsisten ketika dia terlibat dalam dunia kemiliteran, politik, dan ketika menangani dunia pendidikan.

Siapakah Kiai Masjkur, sang Komandan Laskar Sabilillah? Bagaimana sumbangsih, pengabdian dan perjuangannya baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan Republik Indonesia? Saksikan dalam seminar nasional bersama para sejarawan di Museum NU, acara ini dibuka untuk umum. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry