JAKARTA | duta.co – Nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terus mengalami pelemahan. Rupiah kini bergerak di level Rp14.400 per USD.
Bank Indonesia (BI) mencatat pasar keuangan global Rupiah, Jumat (7/12/2018), sempat melemah ke 14.550 per USD, namun di tutup di Rp14.465 per USD atau menguat Rp50 (0,32%) dibandingkan penutupan hari sebelumnya di Rp14.515 per USD.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah menyatakan, pergerakkan nilai tukar Rupiah dipengaruhi risk-off dan aksi flight to quality yang mewarnai pasar keuangan global. Setidaknya penutupan Rupiah membaik dari sebelumnya didorong intervensi Bank Sentral dalam bentuk transaksi DNDF (Non-Deliverable Forward).
“Namun aktifnya Bank Indonesia intervensi dalam bentuk transaksi DNDF sepanjang sesi perdagangan, Rupiah berhasil ditutup di Rp14.465 (per USD),” jelas dia Jumat (7/12/2018).
Dia menjelaskan, risk off di pasar keuangan global terutama dipicu kekhawatiran pasar terhadap kembali meningkatnya tensi sengketa dagang antara AS dan China. Hal ini menyusul ditangkapnya CFO Huawei Techologies, Wanzhou Meng di Kanada yang akan diekstradisi ke AS.
Kekhawatiran pasar tersebut mendorong pelemahan indeks saham global, sementara yield UST berlanjut turun hingga ke 2.83%, jadi level terendah sejak September 2018. Hal ini karena meningkatnya ekspektasi pasar terhadap perlambatan ekonomi AS menyusul rilis data ekonomi AS yang melemah.
“Kurva imbal hasil (yield curve) di pasar obligasi AS cenderung inverted, bahkan spread yield obligasi 2 dan 5 tahun sudah negatif,” kata dia.
Selain itu, risiko global juga dipengaruhi beberapa data ekonomi AS yang dirilis, mengindikasikan ekonomi AS tidak sesolid tiga bulan sebelumnya. Di mana penyerapan tenaga kerja di bawah ekspektasi, defisit perdagangan melebar menjadi yang terbesar dalam 10 tahun terakhir, hingga pesanan pabrikan melambat.
“Juga probabilitas kenaikan suku bunga Fed Fund Rate di Desember 2018 menurun dari 80% menjadi 69%,” ucapnya.
Nanang menjelaskan, risk-off di pasar keuangan global tersebut (fear of recession) memicu melonjaknya kurs NDF-IDR di pasar New York hingga Rp14.680 per USD. “Sejak pembukaan pasar hingga penutupan, Bank Indonesia melakukan intervensi transaksi DNDF dan berhasil menurunkan kurs DNDF yang kemudian diikuti oleh menurunnya kurs NDF di pasar luar negeri dan kurs spot di dalam negeri,” pungkas dia.
Melemahnya Rupiah merupakan peringatan bagi Jokowi. Sebab, ekonomi dalam kondisi tidak baik. Apalagi sempat Rp 15 ribu per dollar.
Survei Lingkaran Survei Indonesia atau LSI Denny JA menyatakan menguatnya dolar beberapa waktu lalu berpengaruh terhadap dukungan masyarakat kepada Calon Presiden inkumben Joko Widodo atau Jokowi.
“Naiknya kurs dolar menurunkan dukungan terhadap Joko Widodo – Ma’ruf Amin,” kata Peneliti LSI Denny JA, Ardian Sopa September lalu.
Dalam survei yang melibatkan 1.200 responden tersebut LSI Denny JA menanyakan, “Apakah ibu atau bapak pernah mendengar nilai tukar rupiah terhadap dolar yang mencapai Rp 15.000 per dolar?”. Dari pertanyaan itu terdapat 54,2 persen menjawab ‘ya’, sedangkan 36,9 persen responden menjawab ‘tidak’. Terdapat 8,9 persen yang memilih ‘tidak jawab’.
Dalam survei tersebut LSI juga menanyakan, “apakah ibu atau bapak suka atau tidak terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar yang mencapai Rp 15.000 per dolar?’. Dari pertanyaan itu 8,2 persen menjawab ‘ya’, sedangkan 84,3 persen responden menjawab ‘tidak’. Terdapat 7,5 persen yang memilih ‘tidak jawab’ dan 45,7 persen menjawab ‘tidak suka’.
LSI juga menanyakan, “Apakah ibu atau bapak khawatir atau tidak khawatir kondisi perkonomian akan semakin memburuk jika nilai tukar rupiah terhadap dolar semakin besar?”. Hasilnya, 83,8 persen menjawab ‘khawatir’, sedangkan 11,6 persen responden menjawab ‘tidak khawatir’. Terdapat 4,6 persen yang memilih ‘tidak jawab’.
Pertanyaan selanjutnya, yaitu “Beberapa waktu lalu, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar mencapai Rp 15.000 per Dolar. Setelah mengetahui informasi tersebut, apakah ibu atau bapak lebih mendukung, sama saja, atau lebih tidak mendukung terhadap Jokowi?”
Dari pertanyaan itu terdapat 50 persen responden menjawab ‘sama saja’, 20,9 persen responden menjawab ‘lebih tidak mendukung’ Jokowi, dan 14,1 persen menjawab ‘lebih mendukung’. Adapun 15 persen responden yang memilih ‘tidak tahu/tidak jawab’.
Bahkan Jokowi diminta mundur sebagai Presiden RI setelah nilai tukar (kurs) rupiah terus melemah. Permintaan Jokowi mundur sebagai presiden itu dilontarkan Ketua Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean.
Ferdinand Hutahaean meminta Jokowi mundur sebagai Presiden RI ini disampaikan melalui laman Twitternya @LawanPoLitikJW, Selasa (4/9/2018).
(okz/tmp/tbn)
Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry