Petani garam yang tak kunjung mapan. (FT/DUTA/ABDULAZIZ)

SURABAYA | duta.co – Ekonom senior Rizal Ramli mendesak Komisi Persaingan Usaha (KPU) untuk menyelidiki sembilan kartel garam yang diduga telah melakukan kolusi harga (prize kolusion) garam sehingga merugikan industri dan masyarakat yang menjadi  konsumen.

“Struktur perdagangan garam sudah tidak kompetitif karena dimainkan oleh 9 kartel, sehingga merugikan industri dan masyarakat yang menjadi konsumen,” ujar Rizal Ramli usai menjadi narasumber Semiloka dan Rakor Himpunan Masyarakat Petambak Garam (HMPG) Jawa Timur di Surabaya, Rabu (28/3/2018).

Dijelaskan Rizal, persoalan garam adalah masalah klasik namun tak terlalu ribet banget untuk mencari solusinya. Jika dibedah, ujung persoalan ada pada harga, di mana garam petani (mentah) dihargai terlalu rendah dibanding harga jual garam konsumsi (sudah diolah).

“Ada margin harga yang terlalu tinggi yang sengaja dibuat oleh para kartel garam untuk mengeruk keuntungan yang besar,” tegas mantan Menteri Negera Kordinator bidang Perekonomian era Presiden Gus Dur ini.

Dicontokan Rizal, harga kotor garam petani kisaran 550-650 /kg. Kalau ditambah 600/kg untuk ongkos proses produksi menjadi garam layak dikonsumsi ditambah keuntungan 20% harusnya harga jual garam konsumsi di kisaran 1500/kg.

Begitu juga dengan garam impor mentah sekitar 600 /kg ditambah biaya proses siap jadi 600/kg sehingga totalnya mencapai 1200/kg atau harga jual garam impor tidak terlalu jauh dengan garam lokal karena selisihnya hanya 50/kg.

“Tapi garam impor tidak kena pajak tarif impor 20% sehingga bisa lebih murah. Solusinya ya perintah harus berani kenakan tarif impor 20%. Apalagi Indonesia itu negara besar jadi wajar jika mengenakan tarif impor untuk komoditas garam,” dalih Rizal.

Yang lebih janggal lagi, kata Rizal Ramli harga jual garam di pasaran justru marginnya terlalu tinggi yakni 1800-2200/kg. Sehingga petani garam keuntungannya jauh dibawah dibanding pengusaha kartel. “Ada selisih harga 1000/kg itu siapa yang menikmati? pastilah sembilan perompak itu,” sindirnya.

Ia berharap kementerian perdagangan dan perindustrian jangan terlalu sibuk dan mudah keluarkan kuota impor garam. Sebaliknya Rizal berharap mereka mengubah struktur pasar garam supaya lebih kompetitif.

“Pemerintah harus berani berikan margin  dan kenakan tarif pajak impor garam agar garam dalam negeri lebih kompetitif,” imbuhnya.

Sementara itu, ketua HMPG Jatim Mohammad Hasan menyatakan bahwa tujuan diselenggarakannya  semiloka adalah untuk mencari masukan dan evaluasi terhadap  kelembagaan dan  persoalan yang dialami anggota  HMPG.

“Regulasi pemerintah dinilai masih belum berpihak pada petani dan kebijakan impor garam datanya tidak sesuai dengan kebutuhan sehingga banyak merugikan  garam,” terang Hasan. Pihak yang turut memberikan masukan selain Rizal Ramli adalah Dirjen KKP Abduh, Deputi Maritim Agung dan OPD terkait dilingkup Pemprov Jatim.

Diantara upaya yang akan ditempuh HMPG Jatim, lanjut Hasan adalah melakukan judicial review PP No.19/2018 tentang pelimpahan kewenangan rekomendasi impor garam dari kementrian kelautan ke kementrian perdagangan dan perindustrian.

“Ini jelas menyalahi Undang-Undang, kami sudah siapkan materi untuk mengajukan gugatan uji materi PP No18/2018 dalam waktu dekat,” beber Hasan.

Ia juga sangat menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan abai terhadap para kartel garam yang telah mempermainkan harga garam sehingga sangat merugikan petani dan masyarakat konsumen. “Pemain kartel garam yang kami ketahui itu diantaranya Susanti Mekan, Unicen, Sumatra co, Gerindo,  Inti Star, Satindo,Cetam, Budiono Bangsa Madura dan  satu lagi belum ditemukan,” pungkasnya (ud)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry