JAKARTA | duta.co – Isu pemindahan ibu kota ke luar Jawa muncul lagi. Rencana ini sudah bergulir sejak presiden pertama RI Soekarno hingga presiden berikutnya tapi sebatas wacana mengingat masalah pemindahan ibukota negara sangat kompleks.
Saat meresmikan Palangkaraya sebagai ibu kota Provinsi Kalteng pada 1957, Soekarno ingin merancang kota itu menjadi ibu kota negara.
Bahkan diakui Soekarno, rancangan telah dituangkan dalam masterplan yang dibuat sendiri olehnya, sewaktu Indonesia masih dalam masa penjajahan. Dengan kondisi Kota Palangka Raya yang sangat luas, Sukarno merancang tata kota Palangka Raya mulai dari poros tiang pancang dan bundaran besar di depan Istana Gubernur.
Selain itu, Sukarno juga menginginkan tiang tersebut menjadi analogi pembangunan yang modern, sesuai dengan konsep pembangunan kota di Washington DC dan negara-negara besar lainnya yang bergaya art deco. Namun masalahnya, apa saat ini benar-benar mendesak memindahkan ibukota negara di tengah kondisi masyarakat yang masih terbelit masalah kesulitan ekonomi?
Hal itu pula yang membuat isu pemindahan ibukota negara yang digulirkan lagi oleh presiden Jokowi disambut prokontra. Ada yang setuju tapi banyak pula yang menganggap isu ini sengaja digulirkan untuk mengalihkan isu dugaan kecurangan pilpres yang sekarang ramai dibahas masyarakat.
Salah satu yang mengkritik rencana itu adalah ekonom Rizal Ramli. Tokoh yang juga merupakan salah satu tim ahli kubu capres 02 Prabowo Subianto ini menilai rakyat tidak butuh ibukota negara baru.
“Rakyat hari ini tidak perlu ibu kota baru, tapi butuh presiden baru, terima kasih,” ungkap Rizal kepada awak media usai mengikuti gelaran May Day 2019 bersama capres Prabowo Subianto, di Tennis Indoor Senayan, Rabu (1/5/2019).
Tak jauh berbeda dengan Rizal. Presiden Konfederensi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Saiq Iqbal menilai pemindahan ibu kota belum dibutuhkan. Menurutnya biaya Rp 400 triliun untuk memindahkan ibu kota lebih baik digunakan untuk kesejahteraan rakyat, terutama buruh.
“Bagi kami kaum buruh (wacana pemindahan ibukota) tidak terlalu urgent, its not necessary, tidak terlalu dibutuhkan. Saya dengar informasinya dananya aja Rp 400 triliun kan lebih baik untuk kesejahteraan,” kata Said yang juga ditemui di acara May Day 2019.
Daripada untuk memindahkan ibukota menurut Said dengan uang Rp 400 triliun pemerintah bisa saja mengintervensi pasar, melihat harga kebutuhan pokok yang dinilai Said masih tinggi.
“Lakukan intervensi pasar buat turunkan harga dasar listrik. Itu Rp 400 triliun kan 25% dari APBN itu, sia-sia,” kata Said.
“Kesejahteraan lebih penting,” tambahnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana memindahkan ibu kota negara ke luar Jawa. Kebijakan ini untuk menciptakan pemerataan ekonomi dan pembangunan.
Rencananyapemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke luar Jawa diperkirakan terlaksana pada 2030. Hal itu dengan catatan implementasi dikerjakan mulai tahun 2020. (det/wis)
Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry