Dosen S1 Kesehatan Masyarakat,b
Fakultas Kesehatan
PADA Januari 2021, seorang bayi dirawat di rumah sakit di negara bagian Kansas, Amerika Serikat, karena menderita tuberkulosis. Para dokter segera menemukan bahwa jenis bakteri di balik infeksi itu kebal terhadap empat pengobatan yang umum digunakan, demikian hasil penelitian terbaru.
Tak lama kemudian, belasan orang lainnya jatuh sakit dengan penyakit yang menyerang paru-paru dan pernah menjadi salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Resistensi antimikroba terjadi ketika mikroorganisme berevolusi dan berhenti merespons, atau kurang merespons, terhadap pengobatan.
Proses ini terus meningkat di seluruh dunia dan bertanggung jawab atas hampir 1,3 juta kematian pada 2019, menjadikannya pembunuh yang lebih besar daripada AIDS dan malaria. Dan situasinya diperkirakan akan semakin memburuk.
Apa itu Resistensi Antimikroba?
Resistensi antimikroba terjadi ketika mikroorganisme, seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur, menjadi kebal terhadap pengobatan antimikroba yang sebelumnya rentan terhadap mereka. Semakin banyak mikroba terpapar obat-obatan, seperti antibiotik, semakin besar kemungkinan mereka beradaptasi dengan obat-obatan tersebut.
Apa saja penyebab utama Resistensi Antimikroba?
Salah satu pendorong utama adalah penggunaan antibiotik yang berlebihan dan penyalahgunaan antibiotik baik dalam pengobatan manusia maupun pertanian. Dalam banyak kasus, antibiotik diresepkan ketika tidak diperlukan atau tidak digunakan dengan benar.
Hal ini dapat menyebabkan kelangsungan hidup dan perkembangbiakan bakteri yang resisten. Penggunaan antimikroba secara berlebihan di bidang pertanian, termasuk untuk meningkatkan pertumbuhan dan mencegah penyakit pada ternak, juga merupakan kontributor utama dalam perkembangan dan penyebaran resistensi antimikroba.
Polusi dari sektor farmasi, pertanian dan perawatan kesehatan, serta limbah kota, juga mendorong terjadinya resistensi antimikroba.
Resistensi Antimikroba sangat membebani negara berkembang. Mengapa demikian?
Hal ini benar adanya. Kemiskinan, ditambah dengan kurangnya akses ke layanan kesehatan, dapat memperburuk penyebaran resistensi antimikroba. Selain itu, orang-orang di negara berkembang, terutama mereka yang tinggal di pemukiman informal, sering kali tidak menerima diagnosis yang tepat, yang mengarah pada pemberian antimikroba yang berlebihan. Selain itu, kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi membuat mereka lebih rentan terhadap infeksi.
Bagaimana kondisi lingkungan mempengaruhi penyebaran Resistensi Antimikroba?
Terdapat bukti yang semakin kuat bahwa lingkungan memainkan peran kunci dalam perkembangan, penularan, dan penyebaran resistensi antimikroba. Penyebarannya terkait dengan tiga krisis planet yaitu perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, polusi dan limbah.
Sebagai contoh, suhu yang lebih tinggi, badai dan banjir dapat memicu penyebaran penyakit yang ditularkan melalui bakteri, virus, parasit, jamur dan vektor. Cuaca buruk juga dapat menyebabkan air limbah dan limbah membanjiri instalasi pengolahan, sehingga limbah yang tidak diolah yang kaya akan mikroba yang resisten terhadap antimikroba dapat mencemari masyarakat sekitar.
Selain itu, air limbah yang tercampur dengan obat-obatan, termasuk yang berasal dari fasilitas produksi hewan, rumah sakit, dan perusahaan farmasi, dapat menyuburkan resistensi obat.
Kita tidak bisa berhenti menggunakan antimikroba. Jadi, bagaimana kita bisa memerangi Resistensi Antimikroba?
Antimikroba telah menyelamatkan banyak nyawa dan sangat penting bagi pengobatan modern. Tetapi kita perlu menggunakannya dengan lebih bijaksana. Tenaga kesehatan profesional hanya boleh meresepkan antibiotik jika diperlukan dan dalam dosis dan durasi yang tepat.
Penggunaan dan penggunaan antibiotik yang berlebihan di bidang pertanian juga harus dibatasi. Sangat penting bagi negara-negara untuk mengadopsi pendekatan One Health, yang mengakui bahwa kesehatan manusia, hewan, tanaman, dan lingkungan saling bergantung.
Pepatah lama mengatakan, “Satu ons pencegahan sama dengan satu pon pengobatan” berlaku untuk resistensi antimikroba. Langkah-langkah pencegahan, seperti memperbaiki sanitasi, dan kebersihan, serta menerapkan kerangka kerja peraturan internasional dan nasional yang kuat untuk menegakkan kontrol terhadap penjualan dan distribusi antibiotik, akan sangat membantu dalam mengurangi resistensi antimikroba.
Tanggung jawab apa yang dimiliki pemerintah untuk melawan Resistensi Antimikroba?
Resistensi Antimikroba adalah masalah global; oleh karena itu, kerja sama internasional di antara negara-negara sangat penting. Mengembangkan rencana aksi nasional yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan adalah kuncinya.
Negara-negara juga harus bekerja sama dalam strategi, berbagi informasi, dan pengawasan penggunaan dan resistensi antimikroba. Namun, memperbaiki krisis resistensi antimikroba tidak hanya bergantung pada pemerintah saja. Perusahaan farmasi, industri kimia, regulator, pemerintah kota, profesional perawatan kesehatan manusia dan hewan, serta mahasiswa, ilmuwan, dan masyarakat juga memiliki peran yang harus dimainkan. *