Rektor Universitas Muhammadiyah Gresik, Prof Dr Ir Setyo Budi, MS Duta/Humas UMG

GRESIK | duta.co – Dunia pendidikan rupanya berpengaruh besar pada diri Prof Dr Ir Setyo Budi, MS. Pendidikan bagi Prof Budi, sapaan Rektor Universitas Muhammadiyah Gresik (UMG) ini, menjadi dasar dalam membentuk sudut pandangnya menyikapi kehidupannya di dunia.

“Mungkin ada sebagian orang menganggap pendidikan itu tidak penting karena antara sekolah dan tidak sekolah sama saja, toh akhirnya tujuannya mampu berkarier di dunia kerja. Pola pikir seperti ini yang perlu diubah,” ungkapnya.

Dengan pendidikan menurutnya, seseorang akan lebih dimudahkan dalam mendapatkan pekerjaan yang berkualitas jika dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah menempuh pendidikan. “Berpikiran yang positif dan selalu berusaha, itulah yang penting,” ujar alumni Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Surabaya ini.

Bahkan menurut bapak dua putra ini, pendidikan bukan hanya memberikan kita pengetahuan, namun juga memberikan pelajaran kepada kita pada hal-hal baik dan benar. “Pentingnya pendidikan itu salah satunya menjadikan kita pribadi yang lebih manusiawi,” kata pria kelahiran Desa Gumeng, Mojokerto ini.

Dan obsesinya untuk terus mengejar pendidikan tinggi menurut Prof Budi berawal dari dorongan orang tuanya yang hanya seorang petani. Dia lantas bercerita bagaimana sang bapak tidak ingin pendidikan sang putra tertinggal. “Bapak saya itu pengagum Bung Karno (Ir Soekarno, Presiden pertama Indonesia, red), dia rela berjalan kaki berpuluh-puluh kilo hanya untuk mendengarkan pidato Bung Karno di Alun-Alon Mojokerto,” ceritanya.

Dan satu yang sangat diingat sang bapak, cerita Staf Ahli DPRD Jatim ini, kalau ingin jadi pemimpin, maka harus jadi mahasiswa. Kata-kata Ir Soekarno terus membekas di benak sang bapak, sehingga memacu untuk mewujudkan impiannya, sang putra untuk mengenyam pendidikan tinggi. “Bapak terus memotivasi saya untuk bersekolah setinggi-tingginya, sampai akhirnya kuliah di UPN,” akunya.

Dan pandangan sang bapak itu rupanya membekas di diri pria kelahiran 5 Mei 1955 ini. Diapun  juga berprinsip anak-anaknya juga harus mengenyam pendidikan tinggi. Jangan heran bila di lingkungan keluargannya pun kompak mengartikan kesuksesan tidak cukup hanya dengan bergelar S1, tapi minimal S-3 alias doktor. “Saya tekankan pada anak-anak saya bahwa ukuran sukses itu ketika mampu bergelar doktor. Dan Alhamdulillah anak-anak saya paham akan hal itu,” tegasnya.

Namun tentunya sukses pendidikan dengan gelar doktor saja tidak cukup. Dia punya prinsip gelar hanya teori tanpa mampu mengaplikasikan ilmunya juga sama saja percuma. Menurutnya kuncinya harus fokus. “Seperti saya yang fokus sebagai peneliti industri gula. Dan itu ada hasilnya tidak cukup hanya menghasilkan jurnal internasional, membuat buku, tapi juga riset development,” tuturnya.

Dan kini berbekal pengalaman sebagai peneliti, aktivis hingga bisnisman, Prof Budi berjanji untuk memperjuangkan para petani tebu di Indonesia. “Industri gula adalah salah satu bidang yang sulit karena tidak banyak yang tertarik. Selain itu, bergerak di industri ini perlu keikhlasan karena kondisi pergulaan terus turun dari tahun ke tahun,” jlentrehnya.

Untuk itulah, pria yang semasa kecil terbiasa menjaga lahan pertanian milik orang tuannya ini  mengaku akan terus memperjuangan keberlangsungan petani tebu yang menopang industri gula nasional. Petani tebu harus sejahtera. Untuk itu ada beberapa persoalan serius yang saat ini dihadapi petani tebu. Di antaranya kualitas bibit juga irigasi yang tidak baik, juga persoalan pupuk yang juga menjadi kendala, dan problem revitalisasi pabrik gula.

“Dan ini harus diatasi bersama tidak hanya oleh petani saja, melainkan juga pabrik dan pemerintah dengan membuat regulasi industri gula berbasis tebu yang berpihak pada petani,”  tandasnya. rum

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry