
SIDOARJO | duta.co – Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim (Maliki) Malang, Prof Dr Abdul Haris MAg, menulis puisi untuk melukiskan kondisi sosial di masyarakat. Tema puisinya beragam, mulai tragedi di dunia pendidikan hingga harapannya agar warga NU bisa mandiri secara ekonomi dengan melahirkan generasi entrepreneurship.
Dalam puisinya tentang almarhum guru Achmad Budi Cahyanto yang meninggal karena dianiaya siswanya di SMAN Torjun, Kabupaten Sampang, Kamis (1/2/2018), Prof Haris menggambarkan puncak tragedi di dunia pendidikan itu antara lain karena telah mengabaikan akhlakul karimah bagi peserta didik. “Silakan kalau mau dipublish,” kata Prof Dr Abdul Haris.
Dan inilah tragedi dalam puisi itu:
TRAGEDI GURU SENI,
Hilang Nyawa Tunaikan Edukasi
Sulit rasanya
Menulis puisi sebuah cerita
Guru seni mati di tangan siswa
Tragedi tanpa bisa dinalar logika
Betapa sedih dan duka luar biasa.
Representasi edukasi
Tidak pernah bisa dekati
Religi tanpa arti sama sekali
Kebuasan telah memimpin diri.
Nafsu dan hati nurani tak berarti
Korban mati telah menjadi menandai
Guru seni pergi tak kembali tugas edukasi
Mohon para peneliti amati mengapa ini terjadi
Mohon para ahli bicarakan masukan untuk Menteri.
Tragedi guru seni
Peringatan bagi edukasi
Mengapa terjadi berkali-kali.
Surabaya, 04-02-2018
‘Abd Al Haris Al Muhasibiy
PUISI MA’ARIF MART
Selain itu Prof Haris juga membuat puisi untuk lahirnya generasi entrepreneurship di kalangan NU. Berikut petikan puisinya:
GEMA MA’ARIF MART,
Gerakan NU Entrepreneurship
Suara menggema.
Baik tua dan muda.
Tekad membaja.
Dirikan usaha.
Di madrasah dan sekolah.
Merata dimana-dimana.
Di desa maupun di kota.
Mencari biaya.
Tingkatkan kualita.
Suara berkaki-kali.
Belanja syar’i, halal pasti.
Moto sangat tepat sekali.
Dengan logo sangat berarti.
Baik dari semua sisi.
Bentuk dan warna menarik hati.
Semua belanja di sini.
Ma’arif Mart baik sekali.
Segera realisasi.
Usaha ritel dengan inisiasi.
Jangan tunggu sampai mati.
Syukuri hidup dan nikmati.
Jangan bilang NANTI.
Tanda orang kurang kreasi.
Pelamun dengan halusinasi.
Tanpa bukti bisa perbaiki.
Pendidikan dengan sejati.
Andai saja.
Kuasa dan bisa.
Tidak perlu tunggu masa.
Sekarang juga harus ada.
Biar segera memberi makna.
Bungurasih, 10 Mei 2016
‘Abd al-Haris al-Muhasibiy
(Sodikin)