TANGKAL RADIKALISME : Meristekdikti, Mohammad Nasir (kanan) melakukan swafoto dengan perwakilan perguruan tinggi negeri maupun swasta se-Jawa Timur di kampus UPN Veteran Surabaya, Kamis (6/7). DUTA/endang

SURABAYA | duta.co – Isu radikalisme kembali hangat di kalangan perguruan tinggi. Apalagi ada kabar bahwa kampus menjadi sasaran yang empuk untuk menyebarkan aliran radikal di Indonesia. Karena itu, kalangan kampus terutama jajaran rektorat seluruh kampus negeri maupun swasta di Jawa Timur berkumpul di Surabaya, tepatnya di kampus UPN Veteran, Kamis (6/7).

Mereka mendeklarasikan Perguruan Tinggi Anti Radikalisme. Pembacaan deklarasi ini dipimpin Rektor UPN Veteran, Teguh Soedarto diikuti seluruh rektor dan perwakilannya di antaranya Rektor Universitas Airlangga Surabaya, M. Nasih, Rektor Untag Ida Ayu Brahmasari dan Rektor Ubaya Juniarto Parung yang disaksikan secara langsung Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Prof Moh Nasir.

Dalam kesempatan itu, Nasir mengapresiasi banyaknya perguruan tinggi yang terlibat dalam deklarasi ini. Pasalnya beberapa deklarasi juga sempat diadakan di beberapa daerah, tetapi komitmen Jatim terlihat kut dengan banyaknya peserta deklarasi.

“Ke depan sistem perkuliahan harus ada pertanggungjawaban agar tidak ada gerakan radikalisme di kampusnya. Kalau memang ada rektor harus menindak tegas oknumnya. Rektor sebagai pimpinan tertinggi di kampus harus terus melakukan pengawasan terutama terhadap kegiatan-kegiatan mahasiswa di kampus. Karenanya jika ada gerakan radikalisme di kampus, itu semua tanggung jawab rektor,” jelasnya.

Karena itu, Nasir berharap di kampus nantinya akan ada gerakan nasionalisme, cinta tanah air. Diakuinya untuk menuju ke arah sana, pihkanya sedang berkonsultasi dengan Kementerian Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) untuk mendesain sebuah kurikulum perkuliahan di kampus untuk mengantisipasi gerakan radikal ini.

“UPN sebagai kampus kebangsaan diharapkan segera menerapkan kurkulum anti radikalisme di beberapa mata kuliahnya. Sehingga bisa diadaptasi perguruan tinggi lainnya pada tahun ajaran baru ini. Kurikulum ini juga kami desain, agar tidak Cuma PNS saja yang diatur agar tidak menganut paham radikal. Tetapi kaum akademisi juga,” tegasnya.

Rektor UPN Jatim, Teguh Soedarto mengungkapkan kurikulum anti radikalisme akan di kaji untuk diterapkan dalam beberapa mata kuliah wajib. Seperti mata kuliah Bela Negara, pancasila, UUD 1945, kewarganedaraan dan agama. Diharapkan kajian anti radikalisme dalam mata kuliah akan membentuk karakter nasionalisme dan bela negara.

“Jadi sekarang ini kami akan melakukan rapat teknis. Penyesuaian bagian mana yang bisa dimasuki materi radikalisme dan terorisme. Jadi mahasiswa memahami progres yang berkembang saat ini,” lanjutnya.

Sekretaris Utama BNPT, Mayjen TNI R Gautama Wiranegara yang hadir dalam kesempatan itu juga menjelaskan saat ini banyak organisasi terorisme yang jaringannya memasuki dunia pendidikan. Sehingga diharapkan adanya sinergi antara BNPT dan perguruan tinggi untuk mengatasinya. “Kami butuh UU Anti terorisme itu, jadi para penegak hukum bisa jelas melakukan aksi terhadap teroris,” ujarnya.

Saat ini, dikatakannya, telah dilakukan sosialisasi anti radikalisme pada berbagai instansi pendidikan. Hanya saja program ini masih terbatas mengikuti instansi yang bekerja sama dengan BNPT. “Kami belum ada program sendiri, ya masih terbatas dana,” urainya. (end)