
SURABAYA | duta.co – Puluhan siswa-siswi SMP NU (Nahdlatul Ulama) Al-Muwazanah, Plosoklaten, Kediri, Jawa Timur, di bawah Yayasan Islam Al-Muwazanah, Senin (19/12/22) berkunjung ke Museum NU, di Jl Gayungsari Timur 35, Surabaya.
Mereka ingin merekam ‘jejak langkah’ perjuangan kiai-kiai NU, baik dalam mempertahankan aqidah Ahlussunnah wal Jamaah an-Nahdliyyah maupun dalam berjuang merebut kemerdekaan Republik Indonesia.
“Biar anak-anak bisa melihat langsung sejarah para kiai. Nanti setelah dari sini (Museum NU red), anak-anak harus membuat cerita, apa yang dia lihat di Museum NU? Dan bagaimana kesan mereka?” demikian salah satu ustadzah yang mendampingi mereka kepada duta.co.
Lazimnya, setiap hari Senin, Museum NU ‘tutup’ alias libur. Karena Ahad, tetap buka. “Tetapi, karena anak-anak datang dari jauh, Kediri, maka, Museum NU kita usahakan tetap buka. Kebetulan kunci Museum NU ada di pos security,” demikian Mokhammad Kaiyis, salah seorang pengurus Yayasan Museum Aswaja (NU) Surabaya saat menerima sejumlah perwakilan dari SMPNU Al-Muwazanah.
Anak-anak pun bisa masuk ke dalam Museum. Seperti biasa, mereka mengisi buku tamu, lalu menyaksikan benda-benda klasik yang menceritakan sejarah berdirinya NU. “Betul! Anak-anak perlu tahu, bahwa, berdirinya organisasi NU ini mendapat dukungan yang amat kuat dari umat. Sampai ada yang namanya I’anah Syahriyah (iuran bulanan),” demikian Pemred Duta Masyarakat ini menjelaskan.
Selain itu, anak-anak juga menyaksikan surat balasan Raja Saud (Saudi Arabia) terhadap kunjungan Komite Hijaz sebagai embrio lahirnya NU. “Mbah Wahab (KH Abdul Wahab Chasbullah red) yang memimpin Komite Hijaz itu. Ada lima (5) tuntutan Komite Hijaz kepada Raja Saud. Dan, ini jawabannya,” tegas Kaiyis sambil menunjuk surat Raja Saud yang berada di Lantai I Museum NU.
Lima tuntutan itu, Pertama, meminta kepada Raja Ibnu Saud untuk tetap melakukan kebebasan bermadzhab: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Kedua, memohon tetap berlaku tempat-tempat bersejarah karena tempat tersebut diwakafkan untuk masjid seperti tempat kelahiran Siti Fatimah, bangunan Khaizuran, dan lain-lain.
Ketiga, mohon disebarluaskan ke seluruh dunia Islam setiap tahun sebelum jatuhnya musim haji mengenai hal ihwal haji. Baik ongkos haji, perjalanan keliling Mekkah maupun tentang Syekh (guru).
Agar Bersambung
Keempat, mohon hendaknya semua hukum yang berlaku di tanah Hijaz, ditulis sebagai undang-undang supaya tidak terjadi pelanggaran hanya karena belum ditulisnya undang-undang tersebut. Dan Kelima, NU mohon jawaban tertulis yang menjelaskan bahwa utusan sudah menghadap Raja Ibnu Sa’ud dan sudah pula menyampaikan usul-usul NU tersebut.
“Jadi kondisi Arab Saudi sekarang ini, di mana berjalan kebebasan bermadzhab dari Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali, itu semua tidak lepas dari jerih payah para ulama kita, kiai NU,” tambah Kaiyis yang juga Anggota Dewan Kehormatan PWI Jatim tersebut.
Anak-anak SMP Nahdlatul Ulama (NU) Al-Muwazanah juga menyaksikan sejumlah keris Kiai NU. Tak ketinggalan juga sejumlah foto lama. Tampak foto anggota Muslimat NU latihan menembak. “Ini tahun 1964, menjelang G/30/S/PKI. Anggota Muslimat NU sudah berani angkat senjata, luar biasa,” demikian salah seorang ustadzah sambil mengamatinya.
Yang jelas, tambah Kaiyis, pengenalan sejarah perjuangan Kiai NU, memang harus tertanam lebih dini pada anak-anak kita. Ini karena buku sejarah banyak yang tidak mengakomodasinya. “Nah, dari anak-anak ini, maka, sejarah akan bersambung dengan baik dan benar. Semoga kunjungan ini membawa manfaat,” pungkasnya.
Ikut mendampingi anak-anak Ustadz Munir, Ustadz Nico, Ustadzah Enesa, Ustadzah Nisa, Ustadzah Uun, Ustadzah Jannah, Ustadzah Fufut. (mky)