Oleh: Suparto Wijoyo

SUMPAH. Inilah kata suci. Tapi juga simbul hasrat peneguh, bahkan ekspresi murka.  Tepat  28 Oktober 1928, semburat kata itu menghiasi perbendaharaan kebangsaan. Soempah Pemoeda. Sumpah yang menunjukkan tekad  membuncahkan keberadaan Indonesia. Nusa, bangsa dan bahasa  diformulasi utuh, Indonesia.  Pemuda mengambil peran mengagumkan tanpa sekat kesukuan. Berarti kalau sekarang masih ada organisasi  kepemudaan yang  berembel-embel kedaerahan niscaya terpotret sebagai sisa-sisa era sebelum Sumpah Pemuda. Tema peringatan 93 Tahun Sumpah Pemuda  di 2021 ini pun aktual, karena menyeduh rasa “Bersatu”, untuk “Bangkit dan Tumbuh”.

Sumpah Pemuda itu dianggitkan berangkat dari suluh jiwa untuk  mewujudkan Indonesia Merdeka.  Proklamasi Kemerdekaan  17 Agustus 1945 adalah capaian  dari gelora agung Sumpah Pemuda  agar rakyat terbebaskan dari kemelaratan.  Isak tangis dan lelehan air mata kesengsaraan kolonialisme yang berkarakter kapitalisme harus dipungkasi.  Tenaga rakyat jangan dihisap. Saya teringat pandangan Bung Karno tahun 1932: “Itulah kapitalisme, yang ternyata menyebarkan kesengsaraan, kepapaan, pengangguran, balapan-tarif, peperangan, kematian, – pendek kata menyebabkan rusaknja susunan dunia yang sekarang ini”.

Tulisan-tulisan Bung Karno yang terhimpun dalam buku Dibawah Bendera Revolusi  mutlak  dibaca kembali oleh para pemuda dan pemimpin. Tulisan tentang Kapitalisme Bangsa Sendiri? itu kini memiliki relevansi. Kapitalisme dapat membuat rakyat celaka. Kapitalisme  secara praktis melahirkan imperalisme yang berwatak dasar mencari rejeki dengan menindih rakyat. Bahkan pada tahun 1933, Bung Karno menyindir dengan terang kepada bangsa ini dalam tulisan Mentjapai Indonesia Merdeka. Mari meresapi syair “penghinaan” yang diungkapkan oleh Veth dan sengaja disitir Bung Karno: “Aan Java’s strand verdrongen zich de volken/Steeds daagden nieuwe meesters over ‘t meer: di pantainya tanah Jawa rakyat berdesak-desakan/Datang selalu tuan-tuannya setiap masa”.

Kini siapa tuan kita sebenarnya yang dapat melindungi rakyat Indonesia, termasuk dalam menentukan harga  di pasaran, banjirnya beras impor di pelataran rumah, dan pajak yang terus diciptakan. Ketahuilah bahwa Indonesia merdeka itu oleh spirit  pemuda bangsa yang begitu hebat. Nasionalisme dibangun dengan bangga. Pemuda dipersilahkan memimpin dan tidak hanya sekadar penonton yang santun. Andai saja pada masa-masa tahun 1945 tidak ada ”pemuda aneh” sekaliber Syahrir, Sukarni, dan lain sebagainya, rasanya Soekarno belum bulat memproklamasikan Indonesia merdeka. Aksi Rengasdengklok merupakan lompatan cerdik pemuda dalam menawarkan heroisme  untuk merealisasi cita-cita Indonesia merdeka.

Perlu diketengahkan mengenai kondisi faktual dunia saat ini: pengurasan energi yang terus berkurang dan diperebutkan, keamanan yang mengancam dunia moderen, konflik dan peperangan masih mewarnai berbagai belahan bumi sebagaimana dilansir Daniel Yergin,    bencana alam dan jihadist war, pertumbuhan  penduduk  dan culture war yang dilontarkan George Friemand,  ditambah pula dengan krisis pangan dan indentitas, terutama kemiskinan yang melanda setiap segmen geografis dunia.

Terhadap hal ini ada tulisan lama James Goldsmit, The Trap waktu jadi Capres tahun 1994  yang disampaikan dihadapan 2000 orang di Grand Amphitheatre Universitas Sorbonne, Paris bahwa: setiap masyarakat di dunia   sedang menghadapi problem rumit dan tidak ada solusi yang sederhana dan universal. Tetapi banyak di antara problem ini memiliki akar yang sama. Ilmu, teknologi dan ekonomi telah diperlakukan oleh masyarakat modern ini sebagai tujuan itu sendiri, bukannya sebagai sarana penting untuk meningkatkan kesejahteraan.

Meningkatnya pengangguran, kekerasan, kemiskinan, kemerosotan lingkungan adalah lembaran gelap yang memerlukan kaum muda yang inovatif. Kesadaran umum bahwa telah terjadi kesalahan yang mendasar dalam pengelolaan perekonomian negara seperti yang dilansir James Goldsmit telah sampai pada tataran merenungkan kembali keberadaan negara kesejahteraan. Bjorn Hettne mengungkapkan: “negara kesejahteraan dipertanyakan”. Peran negara dan pemerintah untuk mensejahterakan rakyat harus ditata kembali. Pemuda perlu menawarkan daya kreativitasnya.

Krisis energi di beberapa negara pasti mengguncang tatanan sosial, ekonomi dan ekologi secara paralel. Pembangunan berkelanjutan harus direalisir dengan kepeloporan pemuda dalam menjalankan program  SDG’s. Ditambahkan oleh  Roberdt C. Guel, guncangan ekonomi dunia mutakhir terus bersentuhan dengan isu-isu problematika: produksi, pembiayaan, monopoli, kompetisi, ekonomi yang berorientasi profit,  resesi, depresi,  sampai pada isu the economics of terrorism dan the economic impact of casino gambling. Memang dinamika kehidupan perekonomian dunia terbukti menentukan pergerakan kerusakan lingkungan  suatu bangsa.

Tapi  rakyat tidak usah bingung tentang hal itu, apabila kaum muda    terpanggil untuk menawarkan solusinya. Pemuda perlu menelurkan sumpah jiwanya yang “diturunkan dari orang-orang agung” yang tidak setiap orang berani menempuhnya. Begitulah esensi dari kisah yang terekam di novel apik Matched karya Ally Condie. Novel Perjamuan Pasangan ini oleh New York Times dikualifikasi sebagai novel bestseller, laris manis dengan nukilan lakon bahwa “… Selama ini, Cassia selalu memercayai pilihan mereka. Bukan hal yang sulit sebagai balasan atas kehidupan yang panjang, pekerjaan yang sempurna, serta pasangan yang ideal. Dan ketika wajah Xander, sahabatnya, muncul di layar Penentuan Pasangan, Cassia menyadari sepenuhnya bahwa pemuda itulah belahan jiwanya … hingga dia melihat wajah lain berkelebat sebelum layar berubah gelap. Kini Cassia dihadapkan pada pilihan yang mustahil baginya: antara Xander dan Ky, antara satu-satunya kehidupan yang selama ini dikenalnya dan jalan yang belum pernah berani ditempuh siapa pun – antara kesempurnaan dan hasrat”.

Ya kami bangsa Indonesia telah siap menyematkan hasrat kaum muda untuk hadir menjadi pemimpin yang memberikan optimisme mensejahterakan rakyat. Bersumpahlah untuk bangkit dan tumbuh.

*Penulis adalah Wakil Direktur III Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga 

  

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry