SURABAYA | duta.co – DPR RI sudah mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Ibu Kota Negara (IKN) menjadi undang-undang (UU) lewat rapat paripurna, Selasa (18/1). Wakil rakyat ini, dinilai kelewat ‘membebek’ pemerintah yang ingin memboyong IKN ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
“Rakyat dan wakilnya sudah berbeda keinginan, kita berada di persimpangan jalan. Padahal ini (pemindahan Ibu Kota Negara) masalah penting, menyangkut hajat hidup orang banyak. Tapi kajian ilmiahnya belum ada, selain hanya menuruti nafsu ‘Pak Lurah’. Wakil rakyat sekarang sudah tidak sejalan (lagi) dengan aspirasi rakyat,” demikian H Tjetjep Mohammad Yasien, Ketua Harian Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyah (PPKN) kepada duta.co, Rabu (19/1/22).
Menurut alumni PP Tebuireng ini, dirinya sudah keliling Jakarta untuk mendapatkan kajian ilmiah urgensi pindah Ibu Kota Negara. Ia pun bertemu dengan sejumlah politis Senayan. “Sampai detik ini, saya belum mendapatkan kajian ilmiah pentingnya pindah IKN. Kesannya proyek ini hanya untuk menuruti keinginan penguasa,” jelas pengacara senior tersebut.
Selain itu, lanjutnya, ia juga mendatangi sejumlah tokoh NU untuk mendapat gambaran di tengah kondisi ekonomi yang masih kembang-kempis ini. “Hasilnya, banyak tokoh NU dan warga NU — yang saya baca lewat medsos — menolak proyek tersebut. Mereka menyebutnya sebagai proyek grusa-grusu. Mayoritas warga NU setuju ada referendum, sebagaimana usulan politisi PKS. Tanya langsung kepada rakyat, (pindah IKN) penting atau tidak. Karena aspirasi rakyat tidak (lagi) sejalan dengan yang mewakili,” terangnya.
Public Expose Fraksi PKS
Sebagaimana kita baca, anggota DPR RI Fraksi PKS sekaligus Wakil Ketua MPR RI, Dr H Hidayat Nur Wahid (HNW), menyampaikan kritik tajam atas rencana pemindahan Ibukota Negara dalam forum Public Expose Fraksi PKS DPR RI, Selasa siang (18/1).
Menurutnya, sikap rakyat Indonesia belum diketahui secara utuh karena tidak ada survei yang pernah dilakukan, baik oleh Pemerintah ataupun lembaga survei, untuk melihat sejauh mana dukungan rakyat terhadap pemindahan IKN ini.
Apalagi, Presiden Jokowi sendiri pernah menyampaikan akan meminta izin ke rakyat terlebih dulu. “Pak Jokowi, pada awal sekali menyampaikan masalah ini, meminta izin kepada rakyat untuk memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur,” kata HNW.
Jadi? Sangat wajar ada referendum. Ini untuk mengetahui, sesungguhnya yang dimaui rakyat itu bagaimana. “Dan ini persis sebagaimana keinginan (minta izin) oleh presiden,” tambahnya.
Selain itu, masih menurut HNW, yang layak untuk dicermati, dari sekian banyak isu penting, dan sekian banyak lembaga survei yang ada, sayangnya tidak ada satu pun lembaga yang melakukan survei terkait sikap rakyat terhadap RUU pemindahan IKN ini. “Mengapa tidak ada survei? Padahal, kalau ada survei, itu akan menjelaskan sesungguhnya posisi rakyat itu bagaimana,” ujarnya.
HNW yakin bahwa tidak sedikit rakyat Indonesia yang menolak pemindahan IKN tersebut. Oleh sebab itu, Fraksi PKS tegas menolak pengesahan RUU IKN yang dibahas dalam Rapat Paripurna DPR RI sampai dini hari. Meskipun, pada akhirnya, RUU IKN tetap sah menjadi Undang-Undang.
“Fraksi PKS sudah melaksanakan tugasnya, melaksanakan kewajibannya, secara konstitusional dan demokratis. Ketika kemudian ada pengambilan keputusan dengan mekanisme, melihat dukungan mayoritas fraksi, maka, fraksi PKS tidak bisa menggagalkan RUU tersebut. Namun, kami tetap istiqomah untuk memperjuangkan sikap yang merupakan aspirasi rakyat. Dan jelas sekali, aspirasi rakyat terkait pemindahan IKN ini banyak yang tidak setuju. Sangat banyak yang mengkritisi,” jelasnya.
Melenceng dari Janji Kampanye
HNW juga mengkritik sikap Pemerintah yang justru tidak fokus untuk menjunjung tinggi asas prioritas dalam penyusunan program, dan memilih melakukan pemindahan IKN yang jelas-jelas tidak pernah mereka sebut sebagai program di masa kampanye silam.
“Kalau menggunakan asas prioritas, maka jelas sekali prioritas Presiden adalah melaksanakan janji-janji kampanye. Dan tidak ada janji kampanye, baik itu dalam program kampanye maupun debat capres di TV, yang menyebut pemindahan IKN,” urainya.
HNW mengingatkan isi janji Presiden dan Wapres saat kampanye. “Justru janji kampanyenya terkait tidak impor beras, tidak impor beragam barang, tidak utang, dan sebagainya. Termasuk membuka lapangan kerja, itu tidak telaksana dengan sebaik-baiknya. Bahkan beberapa tidak terlaksana. Padahal, itu prioritas,” ungkap Wakil Ketua Majelis Syuro PKS tersebut.
Ia juga membandingkan kondisi pemindahan Ibukota Negara di negara lain. Menurutnya, pemindahan IKN di negara lain mereka lakukan saat kondisi negara sedang stabil dan normal, berbeda dengan kasus Indonesia saat ini.
“Kita tahu, Australia memindahkan iKN dari Melbourne ke Canberra, Malaysia memindahkan IKN dari Kuala Lumpur ke Putrajaya, kemudian juga Myanmar memindahkan IKN dari Yangon ke Naypyidaw. Namun, ketiga negara itu tidak memindahkan IKN dalam kondisi pandemi, tidak dalam kondisi keuangan negara masih sangat berat, dan tidak dalam kondisi utang negara sangat mencekik,” terangnya.
Oleh sebab itu, ujar HNW, pemindahan Ibu Kota Negara tidak seharusnya berjalan saat ini. Terlebih, masih banyak hal yang perlu pemerintah selesaikan. “PKS menghendaki agar pemerintah fokus untuk menuntaskan beragam janji kampanyenya, sekaligus mengatasi beragam hal yang sangat krusial dalam konteks ini adalah covid-19,” ucap HNW.
Lebih lanjut, HNW juga menyatakan dukungan terhadap setiap warga negara yang berniat mengajukan judicial review atas UU Ibu Kota Negara ke Mahkamah Konstitusi. Hal ini penting sebagai langkah konstitusional dalam demokrasi Indonesia, sebagaimana yang pernah terjadi pada UU Cipta Kerja.
“PKS akan membersamai rakyat untuk memperjuangkan demokrasi yang berkualitas. Oleh sebab itu, bila kemudian ada warga negara yang merasa terdampak karena secara formil pembahasan UU IKN tidak mengakomodasi suara rakyat, tergesa-gesa, dan sebagainya, maka PKS akan menghormati langkah-langkah tersebut,” tutupnya. (mky,pks.id)