Afwan Romdloni –  Sekretaris Pusat Pengembangan Masyarakat dan Peradaban Islam

ALLAH SWT telah menciptakan sumber daya alam (SDA) yang melimpah di sekitar kita untuk dimanfatkan demi keberlangsungan hidup umat manusia. Namun kita tidak sadar akan eksploitasi yang berlebihan ini menyebabkan kerugian besar.

Memang itu semua tidak langsung kita rasakan, akan tetapi perlahan kerusakan dan bencana alam akan terus mengintai kita setiap saat. Karena itu perlu kiranya sebuah pendekatan yang secara fitrah dapat mengembalikan kesadaran manusia, baik berupa pemikiran ataupun tindaan yang nyata untuk mengatasi krisis lingkungan ini.

Para pakar lingkungan hidup Islam (Eco-Islamic Scientist) mengungkapkan bahwa pentingnya pendekatan ekologi dalam membangun keterhubungan antara manusia dan lingkungan sebagai sebuah fondasi spiritual etika manusia (Kusumita P. Pedersen: 1998).

Ia juga menambahkan jika agama telah mengkontruksi etika spiritualitas ekologi sebagai bagian dari keyakinan (belief), nilai (value), bahkan parktik yang harus dilakukan. Karena inilah kita harus melihat ulang dimana kita memposisikan lingkungan hidup dalam agama kita.

Lebih dari itu penting adanya reaktulisasi atau pengamalan nilai-nilai religiusitas/keagamaan, hal ini yang menjadi landasan serta memberikan daya dan upaya dalam mengatasi masalah lingkungan ini.

Pertama, Kepatuhan umat manusia kepada syariat. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern dan canggih banyak alat yang bermunculan dalam mengatasi masalah lingkungan ini, namun kiranya perlu adanya penyadaran secara masif kepada semua orang supaya tidak berlebihan dalam beraktifitas, khususnya dalam pemberdayaan sumber daya alam.

Dengan demikian mampu merubah konsep manusia untuk senantiasa dalam memelihara lingkungan tidak hanya berdasarkan atas lingkungan saja, melainkan diletakkan dalam konteks ibadah, yakni kepatuhan terhadap syariat yang akan dinilai suatu catatan kebaikan atau pahala disisi Allah.

Kedua, bagaimana manusia menempatkan alam sebagaimana mestinya. Allah telah memberikan karunia akal yang luar biasa untuk kita gunakan berpikir, mana yang baik mana yang buruk, mana yang salah dan mana yang benar.

Namun tidak sedikit dari kita yang masih melakukan tindakan yang dzalim, yakni tidak menempatkan sesuatu sebagaimana kadarnya dan tempatnya, sehingga konsekuensinya bencana yang akan menimpa. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Hijr, “Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan segala sesuatu menurut ukuran” (QS Al Hijr: 19). Dengan kata lain kita dituntut untuk bertindak adil dalam segala hal, khususnya dalam masalah lingkungan ini, diantaranya membuang sampah pada tempatnya, dll.

Ketiga, konsep amanah dan tanggungjawab. Dalam konteks pengelolan lingkungan hidup, manusia memiliki kewajiban dalam memelihara keberlangusngan sumber daya di sekitar kita, karena denganya lah kita bisa hidup.

Namun, hal ini bertentangan dengan sifat manusia yang serakah akan masalah duniawi yang hanya berorientasi keuntungan materi semata. Sehingga menutupi hati Nurani dan fitrah manusia sebagai kholifah di bumi.

Penggunaan sumberdaya alam yang langka atau terbatas harus diawasi dan dilindungi, dalam hal ini perlindungan suatu usaha konservasi (perlindungan) dan rehabilitasi (pembaharuan). Ini semua bisa tercapai apabila manusia sadar akan amanah dan tanggungjawab sebagai pemelihara bumi.

Keempat, aplikasi konsep manfat dan madharot. Dalam agama Islam erat kaitanya dengan kaidah ushulul fiqih, diantaranya manusia harus mendahulukan kemasalahatan bersama daripada madharat. Begitupula dalam konsep lingkungan hidup, aspek manfaat harus diunggulkan daripada aspek-aspek yang lainya.

Contohnya terkait eksploitasi sumber daya yang berlebihan tanpa batas, hukum asli pemanfaatannya adalah mubah atau boleh, namun tidak berarti kita bisa memanfaatkannya semau kita tanpa batas dan harus berpikir cerdas untuk jangka panjang.

Sebagaimana kaidah dar’ul mafasid muqqadamu ‘ala jalbi masholih (menolak kemadharatan lebih diutamakan daripada mendatangkan kemaslahatan), lebih-lebih manusia harus bisa memelihara dan mengembangkan fasilitas ini untuk generasi setelah kita.

Agama Islam sebagai agama rahmatan lil alamin telah memberikan rambu-rambu serta etik literacy bagaimana seharusnya manusia bertindak dalam mengelola lingkungan alam secara arif dan bijaksana.

Serta pepatah Arab mengatkan “Al wiqoyatu khoirum minal ilaji” yang artinya menjaga itu lebih baik daripada mengobati. Sehingga dalam mengeksplorasi sumber daya alam kita harus mampu memberikan kemanfaatan kepada umat manusia tanpa harus merusaknya sedikitpun. *

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry