Ratusan karyawan PT Freeport Indonesia saat berdemonstrasi di Kantor Bupati Mimika, Papua, Jumat 17 Februari 2017 lalu. (FT/Antara)

JAKARTA | duta.co — Ratusan karyawan PT Freeport Indonesia menggelar aksi di depan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), Jakarta, Selasa (7/3/2017). Mereka menuntut kejelasan nasib mereka atas polemik antara PT Freeport dengan pemerintah Indonesia terkait kelanjutan izin ekspor.

Salah satu spanduk yang diusung peserta aksi bertuliskan dukungan terhadap Kontrak Karya (KK) Freeport, bukan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) seperti yang diwajibkan pemerintah agar tetap bisa ekspor konsentrat.

“Kontrak Karya Harga Mati, Kami Hanya Mau Freeport”, salah satu pesan dalam spanduk yang ditempelkan di pagar KESDM.

Namun terdapat pula pesan yang menyuarakan dukungan Presiden Joko Widodo. Koordinator Aksi, Ari Mandesi mengatakan bahwa karyawan Freeport atau masyarakat Papua tetap mendukung Presiden dan menjaga keutuhan NKRI.

Akan tetapi, mereka juga meminta kejelasan nasib atas ancaman PHK dari PT Freeport Indonesia. Ari menjelaskan, sudah banyak masyarakat Papua yang bekerja di Freeport dirumahkan setelah keluarnya PP nomor 1 tahun 2017.

“Kalau anda sekarang pergi ke Freeport, sekarang sudah sepi, kalau pun ada yang bekerja, kawan kami harap-harap cemas akan mendapatkan surat PHK. Yang kami minta adalah kejelasan nasib kami, janganlah jadi korban atas polemik yang terjadi,” kata Ari.

Berdasarkan pengamatan Antara, masa berkumpul di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta sejak pukul 10.00 WIB. Lalu lintas di jalan Medan Merdeka Selatan ke arah MH. Thamrin sedikit tersendat.

Hingga berita ini diturunkan, peserta masih menggelar aksi di depan KESDM dengan memakai atribut khas adat masyarakat Papua.

Sebelumnya, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Natalius Pigai mengkritik Gubernur Papua dan Pemerintah Pusat terkait polemik PT Freeport Indonesia.

Kepada Gubernur Papua, Lukas Enembe, Natalius meminta agar tidak hanya berbicara dengan para elit. “Buat gubernur, harusnya beliau ada di sini. Bukan hanya berkoar-koar ketemu Presiden, Menko, bilang Indonesia silakan menguasai,” ujar Natalius di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (3/3).

Untuk Pemerintah Pusat, Natalius berharap dalam bernegoisasi harus memikirkan kepentingan rakyat lokal. Artinya, ada perwakilan yang dihadirkan berbicara langsung.

“Ini punya orang Papua, jadi jangan hanya berbicara antara diri anda (Pemerintah) dengan orang lain (PTFI), tanpa melibatkan pemilik hak ulayat (kritik untik pempus),” katanya menegaskan.

Natalius menilai dalam pengelolaan usaha, partisipasi masyarakat menjadi bagian penting. Termasuk soal perizinan, perlu melibatkan pemilik tanah di Tembagapura, Mimika itu.

“Apakah perusahaan melibatkan pemilik tanah dalam perizinan? Dari awal sebelum memulai bisnis ajak bicara dengan pemilik tanah. Bukan dapat izin dari kabupaten, kota, pusat, terus bilang saya sudah dapat izin, dengan menakut-nakuti rakyat, bilang anda melawan negara. Ada hegemoni penguasa, karena kurangnya partisipasi,” ujarnya. (rep/ant)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry