Ketum JCW (Java Corruption Watch) Sigi Imam Basuki (kiri) dan Gus Yasien (kanan). FT/IST

SIDOARJO | duta.co – Bersih-bersih tindak kejahatan korupsi di Kabupaten Sidoarjo, terus berjalan. Bahkan ada yang meyakini ‘kriwikan’ itu bisa jadi ‘gerojokan’ alias perkara kecil yang tidak segera diselesaikan bisa menjadi masalah besar dan rumit di kemudian hari.

Ini, diyakini, karena saking banyaknya ‘kutipan’ gaji  ASN (Aparatur Sipil Negara) dengan berbagai alasannya. Ada yang menggunakan alasan zakat, infak dan sedekah. Besaran ‘kutipan’ tidak sama. Bagi pegawai berpenghasilan di atas nisab (batas wajib zakat) harus dipotong dengan nominal tertentu.

“Ada Surat Edaran (SE) Bupati No 400/10881/438.1.1.2/2022 tentang optimalisasi pengelolaan zakat, infak dan sedekah. Niatnya (mungkin) bagus. Yang terima gaji di atas nisab (batas wajib zakat) dipotong, besaran tidak sama. Baik pejabat struktural mau pun fungsional,” tegas Ketua Umum JCW (Java Corruption Watch) Sigi Imam Basuki kepada duta.co, Rabu (10/7/24).

Tetapi, anehnya, pendistribusiannya (tasharruf) ke mana? Itu tidak jelas. Sampai sekarang neraca BAZNAS juga tidak bisa diakses publik. Padahal, jumlah duitnya amit-amit. Bisa kita bayangkan berapa duit ASN yang harus terpotong setiap bulan.

“Di situ (SE) tertulis jelas, eselon II.a dipotong Rp1 juta sampai turun ke eselon IV b. Sementara pegawai ahli utama juga dipotong Rp500 ribu sampai tenaga terampil dikenakan Rp 100 ribu. Ini larinya (duit) ke mana? JCW belum menemukan,” tegasnya.

Lalu, bagaimana dengan pemotongan lain, yang tidak berlandaskan agama. Seperti pemotongan dengan mudos insentif pegawai pajak. Kabarnya, bukan hanya ASN di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupeten Sidoarjo yang kena ‘kutip’, tetapi juga dinas lain.

Yang jelas, dalam sidang lanjutkan kasus pemotongan insentif pegawai pemungut pajak BPPD di pengadilan Tipikor Senin (8/7/24/024) — dengan terdakwa Siska Wati mantan Kasubag Umum BPPD — semua angka mencuat ke permukaan.

Saat itu, jaksa penuntut umum (JPU) KPK, hakim dan penasehat hukum terdakwa terus mengejar kemana pun aliran dana itu mengalir. Dan kemudian ada pengakuan dari saksi Sulistiono Sekretaris BPPD bahwa ada aliran dana ke salah satu aparat penegak hukum (APH) sebesar Rp 300 juta.

Ketika ditanyai hakim semula Sulistiono Sekretaris BPPD tidak mau menyebut nama aparat penegak hukum yang dimaksud. Dia (Sulistiono red) hanya mengaku diminta Kepala BPPD Ari Suryono mengumpulkan uang Rp 100 juta. Kemudian ada permintaan lagi sebesar Rp 200 juta, jadi total Rp 300 juta untuk di berikan ke aparat penegak hukum (APH).

Lalu hakim pun memberikan ‘kunci jawaban’ ke Sulistiono. “Lha Andri itu, nama Andri itu siapa?” tanya Hakim. Saat itu, Sulistiono mengaku kalau Andri itu nama seorang pejabat intel di Kejaksaan Negeri Sidoarjo. Dan uang itu diserahkan oleh Surendro seorang pemeriksa pajak di BPPD Kabupaten Sidoarjo.

Penasehat hukum Siska (Erlan Putra Jaya) pun meminta agar semua nama nama yang disebut menerima aliran dana pemotongan insentif Pegawai BPPD itu di periksa dan dijadikan tersangka. Kalau ini terjadi, bisa dibayangkan, betapa banyak pejabat Pemkab Sidoarjo yang masuk bui. Tetapi, kalau tidak, keadilan hukum menjadi pertanyaan.

“Kasihan pejabat Kejari ini. Ia belum tentu menerima, kalau pun menerima, yakin ada sandaran aturannya. Di sisi lain, dana itu harus ditelusuri secara tuntas, bukan setengah-setengah seperti ini. Semua harus dibuka blak ke publik,” jelas H Tjetjep Mohammad Yasien, praktisi hukum di Surabaya.

Gus Yasien, panggilan akrabnya, juga mendengar banyak oknum yang layak dikejar terkait duit potongan ASN tersebut. “Karena itu, jangan hanya Gus Muhdlor, semua yang menikmati harus mempertanggungjawabkan. Apalagi ramai di medsos bahwa potongan insentif pemungut pajak itu sudah lama berjalan , sebelum Gus Muhdlor menjadi bupati. Nah, aktivis anti korupsi jangan diam, fair dong melihat fakta ini. Forsak (Forum Santri Anti Korupsi) siap turun lapangan, ” pungkasnya. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry