
SURABAYA | duta.co –Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar, merasa perlu membuat klarifikasi (tabayun) terkait pemberhentian KH Yahya Cholil Staquf dari jabatannya sebagai Ketua Umum PBNU. Tabayun Rais Aam itu terbaca duta.co, Selasa (23/12/25).
“Saya telah mendengar, membaca, dan mempelajari dengan saksama berbagai pandangan serta pendapat yang berkembang di ruang publik terkait pemberhentian KH Yahya Cholll Staquf sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, yang berproses melalui Rapat Harian Syuriyah PBNU. Kamis 20 November 2025 dan dikuatkan dalam Keputusan Rapat Pleno PBNU pada Hari Selasa tanggal 9 Desember 2025,” demikian Tabayun Rais Aam tertanggal 22 Desember 2025.
Perbedaan pandangan, lanjutnya, adalah hal yang wajar dalam organisasi besar seperti NU. Namun, perbedaan itu perlu ditempatkan secara jernih dan adil, terutama dalam membedakan antara tindakan personal dan keputusan institusional. “Kekeliruan dalam membingkai proses ini, misalnya, dengan menyederhanakannya sebagai “pemberhentian oleh Rais Aam”, berpotensi menimbulkan kesalahpahaman serius, bahkan tuduhan melampaui kewenangan (ultra vires), yang sejatinya tidak tepat bila dilihat secara utuh,” terangnya.
“Karena itu, perlu ditegaskan bahwa Keputusan Rapat Pleno PBNU pada Hari Selasa, tanggal 9 Desember 2025, bukanlah tindakan sepihak individu, melainkan proses kelembagaan yang bergerak melalui tahapan dan forum resmi organisasi, sesuai ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, serta Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama yang berlaku,” tegasnya.
Berkenaan dengan polemik dan kontroversi yang terjadi, lanjutnya, maka perlu adanya tabayun terkait beberapa hal sebagai berikut:
1. tentang Alur dan Mekanisme Konstitusional Pemberhentian Ketua Umum. “Sebagai lembaga yang diberi mandat pembinaan dan pengawasan pelaksanaan keputusan-keputusan Perkumpulan sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Anggaran Dasar NU, Syuriyah telah menjalankan fungsi konstitusionalnya dalam proses pembinaan dan pengawasan terkait pelaksanaan Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama (AKN NU) dan pengawasan tata kelola keuangan di lingkungan PBNU.”
Tahapan yang dimaksud sebagai berikut:
a. Rapat Harian Syuriyah PBNU pada Hari Jumat, tanggal 10 Dzulhijjah 1446 H/06 Juni 2025 M di Pondok Pesantren Miftachussunnah Surabaya.
b. Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah PBNU pada Hari Selasa, tanggal 21 Dzulhijjah 1446 H/17 Juni 2025 M di Lt. 8 Gedung PBNU Jakarta. Saran dan pendapat yang menjadi keputusan dalam Rapat tersebut diabaikan oleh Ketua Umum dengan memaksakan pelaksanaan AKN NU berjalan sesuai dengan jadwal yang dirancang dan disiapkan oleh Center for Shared CivilizationalaValues (CSCV).
c. Surat Instruksi Rais Aam PBNU Nomor 4368/PB.23/A.II.08.07/99/08/2025 pada Hari Senin, tanggal 01 Rabi’ul Awwal 1447 H/25 Agustus 2025 Perihal Penghentian/Penangguhan Pelaksanaan AKN NU dan Nota Kesepahaman PBNU dengan CSCV.
d. Surat Pengurus Besar Syuriyah Nomor 4430/PB.02/A.l.01.07/99/09/2025 tanggal 15 Rabiul Awwal 1447 H/08 September 2025 M Perihal Penyampaian Laporan Keuangan PBNU.
e. Tabayun kepada Ketua Umum PBNU sebanyak dua kali. Pertama, Hari Kamis, tanggal 13 November 2025 sekitar pukul 15.00-17.00 WIB bertempat di Surabaya. Kedua, Hari Senin, tanggal 17 November 2025 sekitar pukul 13.00-14.00 WIB bertempat di ruang Rais Aam PBNU. Dalam pertemuan kedua ini, KH Yahya Cholil Staquf meminta undur diri lebih awal dari waktu yang disediakan oleh Rais ‘Aam.
f. Rapat Harian Syuriyah PBNU pada Hari Kamis, tanggal 29 Jumadal Ula 1447 H/20 November 2025 M pukul 17.00-20.00 WIB dengan Hasil Keputusan sebagaimana yang telah diketahui publik.
g. Rapat Pleno PBNU pada Hari Selasa, tanggal 18 Jumadal Akhirah 1447 H/9 Desember 2025 M pukul 20.30-23.00 WIB yang dihadiri oleh 118 peserta dari total 214 undangan (peserta yang seharusnya) dan dengan suara bulat memutuskan: (1) menerima dan menyetujui pemberhentian KH. Yahya Cholil Staquf dari Jabatan Ketum PBNU sebagaimana diputuskan dalam Rapat Harian Syuriyah PBNU pada Hari Kamis, tanggal 20 November 2025; dan (2) menetapkan Dr. (H.C.) KH. Zulfa Mustofa sebagai Pejabat Ketua Umum PBNU sampai dengan pelaksanaan Muktamar ke-35 Nahdlatul Ulama pada Tahun 2026.
2. Terkait Ketidakhadiran dalam Musyawarah Kubro di Lirboyo.
“Secara pribadi, kami selaku Rais ‘Aam PBNU senantiasa menghormati semua saran dan masukan dari pihak manapun untuk kebaikan dan kemaslahatan Jam’iyah Nahdlatul Ulama. Termasuk kegiatan Musyawarah Kubro di Pesantren Lirboyo,” tegasnya.
Forum kultural tersebut, lanjutnya, tentu kami hormati, karena berangkat dari inisiatif KH Anwar Manshur selaku salah satu Mustasyar PBNU. Tetapi, keputusan organisasi harus berjalan sesuai aturan dan mekanisme Jam’iyah. Semua harus kembali kepada mekanisme organisasi, karena di situlah marwah Jam’iyah Nahdlatul Ulama dijaga.
“Kami sebenarnya sangat ingin hadir dalam forum tersebut. Termasuk ingin melakukan tabayun kepada KH. Ma’ruf Amin (Rais Aam PBNU Masa Khidmat (2015-2018). Namun, dengan mempertimbangkan berbagai masukan terkait aspek legalitas dan konstitusionalitas forum, maka dengan berat hati kami mempertimbangkan ulang keinginan tersebut,” jelasnya.
3. Kedatangan Utusan dari Lirboyo
Menurut Kiai Mif, Hari ini, Senin, tanggal 22 Desember 2025 sekitar pukul 08.00 WIB, ia menerima dua utusan yang menjadi panitia Musyawarah Kubro di Lirboyo, yakni KH. Muhibbul Aman Aly dan KH. Athoillah Sholahuddin Anwar. “Keduanya menyampaikan permintaan agar tidak ada kebuntuan komunikasi. Kami menganggap baik dan positif permintaan ini sebagai bagian dari ikhtiar untuk menjaga kebersamaan di antara pengurus PBNU,” tegasnya.
“Karena itu, Syuriyah PBNU akan mengagendakan penyampaian penjelasan secara langsung kepada Mustasyar PBNU mengenai latar belakang, tahapan, prosedur, dan substansi keputusan Rapat Pleno PBNU yang akan diselenggarakan dalam waktu segera.. Demikian penjelasan (tabayun) yang dapat kami sampaikan. Semoga dapat dijadikan pedoman oleh semua pihak di lingkungan Nahdlatul Ulama,” pungkasnya. (*)







































