
SURABAYA | duta.co – Dosen Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga (FK Unair) meraih piagam dari Musium Rekor Indonesia (MURI), Senin (11/8/2025). Rekor itu diberikan sebagai Dosen Fakultas Kedokteran dengan Jumlah Publikasi Terbanyak di Jurnal Terindeks Scopus selama Studi Doktor Ilmu Kedokteran.
Dokter Firas menjalani program S3 di salah satu kampus di Belanda. Selama 5,5 tahun menempuh pendidikan di Belanda itu, bapak dua anak itu menghasilkan 68 publikasi jurnal internasional terindeks Scopus.
Dokter Firas mengaku selama kuliah tempatnya memang di laboratorium. Dia mengerjakan jurnal dan penelitian secara paralel. “Rata-rata tiga sampai enam bulan selesai. Tapi ada pula yang dua atau tiga tahun baru selesai,” katanya.
Dari berbagai bidang ilmu itu, dr Firas mengaku menemukan banyak hal. “Memang tidak semuanya sesuai dengan hipotesa kita, tapi itu tidak masalah. Justru itu yang membuat saya semangat untuk terus melakukan penelitian dan jurnal,” jelasnya.
Dekan FK Unair, Prof Dr dr Budi Santoso, SpOG(K) mengaku bangga dengan capaian dr Firas. Sebagai anak muda jalannya sambat panjang untuk bisa memajukan FK Unair ke depan.
Prof Bus berharap ke depan akan lahir dr Firas yang lain di FK Unair. “Di FK Unair ini ada 28 Departemen. Jika satu departemen ada satu seperti dr Firas, dihitung saja berapa banyak jurnal Scopus yang dihasilkan FK Unair dan berapa banyak sumbangsih untuk Universitas Airlangga,” tuturnya.
Dokter Firas sendiri mengaku selama menjalani program doktoral itu dia memang rajin mendata hasil karyanya. Sehingga itu bisa dijadikan atau diajukan sebagai bukti untuk meraih rekor MURI. “Bukan berarti saya terbanyak, mungkin ada yang lebih banyak ya, mungkin mereka tidak mendatanya seperti yang saya lakukan,” ungkapnya.
Sementara Senior Manager MURi, Triyono mengatakan rekor MURI diberikan karena memang belum ada yang melakukan sebelumnya.
Edukasi Transplantasi Ginjal
Dokter Firas memang memperdalam ilmu bidang transplantasi ginjal. Dia mengaku tertarik di bidang ini karena banyak pasien di Indonesia yang mengalami gagal ginjal. Selama ini jalan satu-satunya dengan cuci darah. Padahal cuci darah bukan untuk pengobatan dan penyembuhan tapi hanya untuk
Bidang ditnroral.. transplantasi ginjal.. banyak yg gagal ginjal.. semakin tinggi
Terapi cuci darah. Padahal cuci darah bukan untuk penyembuhan.
“Cuci darah tidak bisa menyelesaikan masalah. Satu-satunya ya dengan transplantasi ginjal. Selama di Belanda itu yang saya pelajari. Lebih 5 ribu pasien sudah melakukan transplantasi ginjal di Belanda. Ini lebih efektif dan murah daripada cuci darah,” tuturnya
Di Indonesia memang butuh edukasi lebih mendalam. Karena transplantasi ginjal dilakukan saat pendonor masih hidup. Padahal sebenarnya, pasien yang sudah meninggal, organ tubuh bisa digunakan. “Di luar negeri, pasien akibat kecelakaan, organnya bisa digunakan. Karena kondisinya masih dalam keadaan baik,” tandasnya. lis





































