PONOROGO | duta.co- Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, Jum’at (30/3) kemarin mengunjungi ke lokasi Proyek Nasional Waduk Bendo di Dusun Bendo, Desa Ngindeng, Kecamatan Sawoo , Ponorogo.
Waduk dengan kapasitas 40 juta meter kubik itu ditargetkan selesai pada akhir tahun ini, sama dengan waduk lainnya yang saat ini tengah dibangun di beberapa daerah di Indonesai.
Menteri PUPR yang kedua kalinya datang ke Bendo ini mengatakan, pembangunan Waduk Bendo ini sempat terhambat karena masalah ijin lahan dari Kementrian Lingkungan Hidup. Dan hal ini baru terselesaikan oleh pemerintah Kabupaten Ponorogo di bawah pimpinan Ipong Muchlissoni , sehingga pembangunan baru di mulai tahun 2015.
“Bendo kapasitas 40 juta meter kubik, kalau Waduk Tukul Pacitan 9 juta meter kubik , Raknamo NTT 14 juta kibik . jadi Bendi ini besar sekali,manfaatnya suplay irigasi. Dengan adanya bendungang untuk suplay irigasi , maka setiap tahun sawah sawah ada irigasi 7800 hektar yang ada di kabupaten Madiun dan ponoroog ,” kata Basuki Hadimuljono.
Demikian juga sebagai pengendali banji, Bendo mampu menahan banjir 10 juta meter kubik air dari Sungai Keyang. Karena air dari sungai ini dampaknya selain di Ponorogo juga sampai ke Madiun. “ Air Sungai Keyang bisa ditahan di Bendo. Untuk menahan banjir yang dampaknya di Madiun juga. Air baku 760 liter per detik , bisa memasok 4,5 megawatt listrik yang dihasilkan untuk kebutuhan Ponorogo . Targetnya akhir tahun 2018 selesai,” imbuhnya.
Sementara terkait keluhan 16 warga terdampak Waduk Bendo yang hingga saat ini masih terus melakukan protes , Basuki Hadi muldjono menjelaskan, pemerintah tidak akan membiarkan warga Bendo sengsara. Namun semua harus sabar menunggu, sebab masalah ini masih dalam proses. Untuk itu pihaknya akan menanyakan masalah yang dialami oleh warga terdampak tersebut kepada Bupati Ponorogo.
Jika masalah yang dipertanyakan oleh warga terdampak adalah sertifikat , maka akan ditanyakan ke menteri Lingkungan Hidup Siti Nurbaya dan Menteri Agraria Sofian Jalil. Sebab itu target nasional yang harus diselesaikan dengan cepat.
Namun Basuki mengakui rumah bagi warga terdampak yang sudah dibangun oleh Pemkab dan kini sudah ditempati dianggap lebih baik dari nasional. Sebab dengan type 55 maka itu dianggap sangat bagus ketimbang standar nasional adalah hanaya type 36.
“Kompensasi tanah itu sudah bagus, kalau kami bangunkan type 36, nah ini 55-54 bagus. Untuk jalan nasional pasti diperbaiki. Jalan nasional di Jatim terpanjang se Indonesia. Lebih panjang dari jalan provinsinya. Kehadiran kami bukan selesaikan masalah sosial , tapi masalah pembangunan. Ada 33 bendungan se Indonesia dalam proses konstruksi. Dengan adanya ini sudah sampaikan pasti ada proses ,ada aturan. Ada yang belum terlaksana yang dipindahkan . kalau menyediakan lahan pertanian harus . Karena itu mata pencaharian mereka. Mereka hdup dari mana ? Kalau fasum dari Pemkab, tidak boleh dari APBN,” pungkasnya.
Sementara itu Didik Suryo, salah satu dari 16 warga terdampak mengatakan, masyarakat belum puas atas jawaban dari Menteri PUPR itu. Kendati sudah dijamin adanya lahan, air dan sertifikat tanah, tapi mereka mengakui belum mengetahuinya.
“Masyarakat tidak tahu , aspirasi kami belum terdengar. Kalau lahan , air, sertifikat dijamin, , kalau puas belum. Hak kami belum sepenuhnya diberikan. Rumah relokasi tidak sesuai dengan aturan, fasum juga belum ada . Sementara kami tunggu hasil, jika tidak kami akan gelar aksi lagi,” ujar Didik . (sna)