SAMPANG  | duta.co- Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompimda) terkesan tutup mata terkait polemik proyek di Sampang dan saatnya Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) turun tangan menjaga kepercayaan publik pada aparat hukum di negeri ini.

Bahkan setelah sejumlah media cetak dan online memberitakan proyek  busuk di lingkungan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemkab Sampang hingga saat ini belum ada tanggapan serius. Bahkan, Bupati Sampang Jonathan Judianto dan aparat hukum, polres dan Kejaksaan Negeri Sampang tutup mata hidung, tidak merespon.

Kepala Kejaksaan Negeri Sampang, Dr. Setyo Utomo, SH. M.Hum saat di konfirmasi malah berkelit tidak perlu di permasalahkan. Apalagi yang kerja dapat jatah proyek teman LSM dan Wartawan. “Terlebih kemungkinan besar dana yang di kelola hingga yang di korupsi uang kecil, “ tuturnya.

“Kami Kejari Sampang tidak akan langsung memproses hukum setiap oknum warga yang melanggar hokum. Namun pembinaan dulu, kalau tidak bisa baru di proses,” tuturnya.

Namun Setyo berjanji akan mewarning SKPD agar berani memblacklist perusahaan (CV  atau PT) yang diketahui melanggar aturan pekerjaan sebuah proyek, janjinya.

Sementara Bupathi Sampang Jonathan Judianto seringkali tidak ada di ruang kerjanya, saat akan di konfirmasi tanggapannya.

Ketua LSM Lasbandra Sampang, Ahmad Rifa’i menilai, santernya proyek fisik di jadikan bancakan atau bagi-bagi pada oknum LSM dan Wartawan yang diduga kuat membungkam idealisme profesionalis para aktifis, faktanya dirasakan melemah bahkan fakum.

“Oknum LSM dan wartawan tidak dilarang mengerjakan sebuah proyek fisik, atau bekerjasama dengan instansi pemerintahan apapun, sejenis SKPD, namun harus sesuai prosedur yang benar, dari proses awal hingga mekanisme pengerjaannya,” jelasnya.

Sebagai pelaku Profesionalisme LSM bahkan Wartawan, seharusnya memberikan contoh pada publik, bukan harus melepas fungsi kontrolnya pada kinerja pemerintahan setelah bekerjasama atau mendapat jatah sebuah proyek fisik, harap Rifa’i.

Namun menurut Rifa’i,  pada umumnya di Sampang ditemukan, banyak proyek di perjual belikan ke pihak ke-3, karena berbagai hal. “Karena tidak memiliki CV sendiri, petugas tekhnis, bahkan modal yang cukup, sehingga di perjual belikan ke pihak ke -3 yang pada umumnya 10% dari nilai pagu” ungkap Rifa’i.

Ditambahkan Wahyudi Hermawan, Anggota LSM Gadjah Mada Sampang, hal yang sangat fatal dan bukan tabu atau rahasia umum, penyetoran fee (pelicin) proyek. Pengeluaran dana fee  tidak diatur di dalam Peraturan/Undang Undang.

“Tapi melainkan merupakan peraturan yang tidak tertulis yang bernuansa budaya korupsi, dan jelas melawan hukum, “ ungkapnya.

Diberitakan edisi sebelumnya, Pelaku proyek “AR” mengaku menyetor fee proyek sesuai kesepakatan, dan kebijakan setiap pimpinan, dari 10%  hingga 15% yang harus di keluarkan dan disetor oleh pihak rekanan/kontraktor dari pagu proyek.

Adapun lumbung proyek pembangunan fisik, mayoritas ada di Dinas PUPR Sampang yang di Nahkodai H. Sri Andoyo Sudono SH, MM dan dinas DPRKP Sampang yang di Nahkodai H. Abd Hannan SH, Msi. Dalam aturan, kewajiban rekanan atau kontraktor masih belum termasuk bayar Pajak Penghasilan (PPH) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang nilainya masing masing sebesar 11,1/2% untuk PPH, dan 12,1/2% untuk PPN. PPH/PPN keseluruhannya berjumlah 24%. Dan ini wajib untuk di bayar oleh pihak rekanan/kontraktor, sesuai dengan peraturam dan perundang undangan. (tur)

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry