SURABAYA | duta.co – Prof Dr Ahmad Zahro al-Chafidz, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya terusik menyaksikan kiai sibuk kampanye politik praktis, apalagi sampai sebar hoax.

Menurutnya, kiai itu sebaiknya tidak kampanye, karena umatnya ada di mana-mana. Yang tidak satu pilihan, pasti terusik.

“Kalau kampanye diniati dakwah, silakan! Ajak umat agar selamat dunia akhirat. Tapi jangan menopoli surga, jangan seakan-akan dirinya yang pegang tiket surga. Jangan begitu, itu kelewatan,” jelas Prof Zahro dalam video yang diunggah AZAHRO OFFICIAL.

Yang memprihatinkan, tambah Imam Besar Masjid Nasional Al-Akbar ini, ada kiai kampanye dengan memproduksi hoax agar umat tertarik, kepincut dengan pilihannya.

“Martabat kiai seperti ini bisa jatuh. Ya kalau menang, kalau kalah? Mau ditaruh di mana muka ini? Misal, (dikampanyekan) kalau ini kalah, maka, tahlil akan musnah. Di samping hoax, ini sekaligus menyepelekan ahluttahlil. Menyepelekan kiai-kiai, santri-santri yang biasa tahlilan. Memang mudah menghilangkan tahlilan?” tanyanya serius.

Kalau ada yang ingin menghilangkan tahlil, tambahynya, “Saya pasang badan. Kalau ada pemerintah siapa pun yang menjadi presiden, ingin menghilangkan tahlil, musuh saya dulu. Berani mati kalau sudah begini,” tegasnya.

Masih menurut Prof Zahro, ini bukan berarti dirinya hanya membela ritual tahlilnya saja, lebih penting adalah kerukunan umat beragamanya. Tahlil itu bisa jadi fasilitas umat untuk berkumpul. Kalau ada yang tidak setuju, silakan tidak setuju, tapi jangan sampai melarang orang tahlilan.

“Jangan menyalahkan dan jangan bilang bidah, kalau ada yang bilang begitu, silakan datang ke saya. Saya akan jelaskan dasar-dasarnya. Dan itu sangat tidak mungkin, mohon maaf, itu sangat tidak mungkin,” terangnya.

Jadi, jelasnya, tahlil itu ada dasarnya. “Kalau ada yang melarang, langkahi mayat saya. Siapa saja, tidak peduli itu presiden. Dan itu tidak mungkin. Apa mau cari perkara presiden membubarkan tahlil? Yang benar saja, dia bisa berhadapan dengan ratusan juta umat Islam. Jadi kalau ada yang bilang tahlil akan dilarang, itu hoax, kalau ada kiai menyebarkan itu, maka, martabatnya akan jatuh,” katanya disambut ger hadirin.

Bahkan menurut Prof Zahro, tahlil sekarang tidak hanya ada di lingkungan NU. Tokoh-tokoh Muhammadiyah juga melakukan tahlil.  “Pak Amien Rais juga pernah menyebut kekurangan Muhammadiyah itu tidak tahlilan, akhirnya ada teman saya yang professor mengarang tahlil  modern, silakan saja,” tegasnya.

Ia juga terusik dengan kampanye kiai yang menyebut kalau ini kalah, NU dan pesantren akan menjadi fosil. “Fosil itu apa? Barang antik bersejarah yang disimpan dalam museum. Akan tinggal kenangan, tidak ada lagi pesantren. Sebenarnya kampanye seperti ini tidak secara langsung sama dengan menghina kiai. Mengapa? Karena pesantren itu punya kiai,” tegasnya.

“Masak semudah itu pesantren mau ditutup. Kiai itu saksi dhohir bathin. Jadi kalau ada kiai bilang pesantren akan difosilkan, itu umuk, bohong, hoax. Dan itu menghina kiai dan santri. Saya akan pasang badan kalau itu benar terjadi. Saya juga punya pesantren tahfidz. Presiden mana yang mau membubarkan? Menteri agama mana yang berani menutup pesantren. Tidak ada. Kalau berani perang, saya siap jadi komandan perang kalau ada yang mau bubarkan pesantren,” jelasnya.

Jadi? “Itu kampanye gak umum, bohongi kiai, menghina santri. Ada lagi (katanya) hari santri mau dicabut, siapa yang berani mencabut? Semua penguasa kalau akalnya sehat, tidak akan cari gara-gara mencabut hari santri. Itu namanya cari gara-gara,” tegas Prof Zahro yang ingin mendesak pemerintah agar kembali ke UUD 1945 yang asli. Karena ini biang kerok masalah kita. (net)