Prof Masdar Hilmy, Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. DUTA/istimewa

SEJAK berubah dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) menjadi Univesitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel, satu hal yang dikhawatirkan.

Yakni ruh kampus sebagai lembaga pendidikan agama Islam akan memudar. Karena minat mahasiswa untuk memilih program studi (prodi) agama semakin berkurang.

——-

Rektor baru UIN Sunan Ampel Surabaya, Prof Masdar Hilmy, SAg MA PhD memang memiliki banyak pekerjaan. Terutama untuk memikirkan bagaimana prodi-prodi agama yang selama ini sudah melekat pada UIN Sunan Ampel ini bisa terus berkembang.

Bukan malah mati tergerus prodi-prodi umum yang baru lahir. Selama ini, Rektor UIN Sunan Ampel sebelumnya Prof Abdul A’la mencoba memberikan pancingan dengan beasiswa bagi mahasiswa baru yang memilih prodi agama.

Beasiswa ini terbukti berhasil. Namun, dikatakan Prof Masdar, beasiswa mungkin tidak akan selamanya bisa diberlakukan.

Karena dengan beasiswa itu, bagaikan hanya memberi ikan pada manusia bukan memberikan kail.

“Beasiswa tidak bisa diandalkan secara permanen. Kalau nanti habis beasiswanya maka akan menjadi masalah dan pertanyaan besar,” ujarnya kepada DUTA, sesaat usai dilantik menjadi Rektor UIN Sunan Ampel oleh Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin.

“Sekarang ini yang dibutuhkan adalah mendekatkan diri sedekat-dekatnya antara core content prodi dengan kebutuhan di masyarakat. Ini jabarannya sangat panjang,” tambahnya.

Namun, dalam hal ini, Prof Masdar masih belum bisa menjelaskan secara detail bagaimana teknis dan metode yang akan digunakan untuk mengatasi kendala-kendala yang ada itu.

“Saya akan pelajari. Saya telaah bersama tim dan membahasnya lebih lanjut,” tandasnya.

Diakui Prof Masdar, untuk ketentuan prodi di UIN itu sangatlah ribet. UIN harus berada di dua lembaga yang menaungi yakni Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti).

Kemenag untuk prodi agama  dan Kemristekdikti untuk urusan prodi umum. Hal inilah yang menciptakan ketidakpraktisan UIN Sunan Ampel untuk bisa berkembang lebih cepat dibandingkan kampus yang berada di bawah Kemristekdikti.

“Kita mau buka prodi umum harus melalui dua jalur, ke Kemenag dulu baru ke Kemristekdikti,” tuturnya.

“Memang, leading sector perguruan tinggi yang berafiliasi dengan kementerian apapun adalah Kemristekdikti,” tambahnya.

Meneruskan Apa yang Dilakukan Prof A’la

Sebagai pengganti dari pejabat sebelumnya, Prof Masdar sadar bahwa apa yang dilakukannya nanti haruslah mengacu pada apa yang dikerjakan rektor sebelumnya.

Karena diakuinya, dia sangat mengapresiasi apa yang sudah dilakukan Prof A’la selama empat tahun jabatannya. Ada banyak program unggulan yang dilakukan Pro A’la.

Apalagi saat itu, terjadi transformasi dari IAIN menjadi UIN. “Tidak mudah menjabat saat masa transformasi. Tapi beliau berhasil,” tandasnya.

Selain itu, program IDB juga patut diapresiasi serta program kampus badan layann umum (BLU) dan remunerasi juga patut diacungi jempol.

“Yang diingat orang top of mind dari Prof A’la itu adalah program-program yang dijalankan itu. Saya nanti akan meneruskan, mengawal dan memantapkan serta meningkatkan bagian mana yang masih kurang,” tuturnya.

Selain itu, Prof Masdar berencana merealisasikan internasionalisasi kampus menuju world class university. Karena hal itu menjadi dambaan semua komunitas kampus.

Selain itu, menyejajarkan image UIN Sunan Ampel dengan kampus-kampus lain. “Karena sebenarnya UIN Sunan Ampel ini tidak jelek-jelek sekali.

Banyak yang berkualitas kok, dosen dan SDM-nya. Karena ke depan harus lebih dioptimalkan dengan adanya re-branding kelembagaan,” tukasnya.

Bangun Kampus Dua

Prof Masdar menyadari bahwa anggaran dari Kemenag untuk UIN Sunan Ampelini sangatlah terbatas.

Sehingga inilah yang membuat UIN Sunan Ampel tidak bisa berlari kencang seperti kampus-kampus yang berada di bawah Kemristekdikti.

Karenanya, Prof Masdar mengatakan harus ada sumber pendaan baru seperti Islamic Development Bank (IDB) tapi itupun tidak mudah, harus bersaing dengan kampus-kampus yang lain.

Sehingga untuk membangun fasilitas memang membutuhkan banyak sumber anggaran. Hibah-hibah juga banyak diperoleh UIN Sunan Ampel tapi itupun tidak bisa dinikmati dengan cepat.

Padahal, Prof Masdar berencana untuk membangun kampus dua di atas lahan yang dimiliki di kawasan Surabaya Timur.

Karena diakuinya, kampus satu yang ada di Jalan Ahmad Yani Surabaya sudah tidak lagi mampu menampung mahasiswa yang dari tahun ke tahun selalu bertambah. end

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry