Cak Anam (kiri) dan advokat senior Dr Kamal Firdaus, asal Yogyakarta yang pernah mengungkap bisnis perkara di lingkungan Mahkamah Agung (MA). (FT/MKY)

SURABAYA : duta.co – Indonesia Lawyers Club (ILC) bertajuk ‘Mahar Politik: La Nyalla Vs Prabowo’, di TVOne Selasa (16/1/2018) malam seakan membuka bobroknya prilaku politik di negeri ini.

Jual beli rekomendasi politik semakin mengerikan, praktek peras memeras di dunia politik dan kekuasaan, berjalan blak-blakan. Ini membuat korupsi semakin ‘subur’. Pertanyaannya, siapa yang sanggup menghentikan?

Faisal Assegaf, Pengacara La Nyalla Mattalitti, mengatakan, dalam konteks La Nyalla, banyak orang berasumsi Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, yang melakukan pemerasan. Itu salah. Yang benar, orang di sekelilingnya.

Kendati begitu, sebagai pimpinan, Prabowo Subianto harus tahu dan bertanggungjawab. “Kalau ini dibiarkan oleh Pak Prabowo, ‘kiamat’,” demikian disampaikan Faisal Assegaf.

Pemerasan di dunia politik ini, tidak hanya menimpa La Nyalla Mattalitti, Ketua Kadin Jawa Timur. Sudah banyak korban berjatuhan. Di Cirebon, Jawa Barat, mantan Kapolres Siswandi diduga gagal mendapatkan rekom PKS gara-gara mahar. Karni Ilyas, President ILC menceritakan temannya yang gigit jari gegara partai yang selama ini didukung, tak mau merekom dengan alasan tak dapat mahar.

“Kalau sekarang ada testimoni, bahwa, tidak  benar ada mahar politik, ibarat jualan obat, testimoni ini hanya terbatas orang-orang sukses, yang gagal tidak berani bicara,” demikian disampaikan Effendi Gazali, tokoh Indonesia yang terkenal dengan gagasan ‘Republik Mimpi’-nya saat memberikan pengantar di ILC.

Keberanian La Nyalla membongkar prilaku jahat di dunia politik, mendapat dukungan banyak orang. Drs H Choirul Anam, mantan politisi PKB dan Ketua Umum DPP PKNU, mengaku miris menyaksikan prilaku politik akhir-akhir ini. Lebih mengerikan lagi, praktek tersebut berhimpitan dengan kekuasaan. Dengan begitu jarang orang berani bicara.

“Kita butuh orang seperti La Nyalla Mattalitti, yang berani membongkar praktek jahat di dunia politik, apalagi ini berhimpitan dengan kekuasaan,” kata Cak Anam, panggilan akrabnya kepada duta.co.

Kalau dikatakan ‘uang palak’ tersebut untuk pembayaran saksi, lanjutnya Dewan Kurator Museum ini, sangat tidak benar. Itu sama saja dengan sistem outsourcing. “Berarti partai sudah tidak lagi memiliki kader militan, sehingga semua harus dibayar. Ini berbahaya bagi proses demokrasi ke depan,” jelasnya.

Itulah sebabnya, dibutuhkan orang berani untuk mendobrak praktek jahat di dunia perpolitikan. Jika tidak, demokrasi ini semakin tidak karuan dan mengerikan. Di sini, sosok La Nyalla, sangat dibutuhkan.

Masih menurut Cak Anam, sebagai teman dekat La Nyalla, ia tahu persis karakter Mantan Ketua Umum PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia) ini. Kalau sudah bersentuhan dengan prinsip perjuangan, apa pun risikonya, ia hadapi.

“Urusan PSSI misalnya, sampai berdampak rekayasa hukum terhadap dirinya, dia hadapi. Berkali-kali La Nyalla memenangkan gugatan praperadilan, sampai bebas dari tuntutan hukum, semua dijalani. Sulit mencari orang pemberani seperti dia,” tegasnya.

Ditanya tentang stigma La Nyalla sebagai ‘preman’, menurut Cak Anam itu juga merupakan risiko dari seorang pemberani. Hanya orang penakut yang bisa menuduh begitu.

“La Nyalla memimpin sebuah organisasi yang di dalamnya bermacam-macam karakter orang, dari orang baik-baik sampai blingsatan (banyak ulah red.). Barangkali inilah yang membuat sebagian orang menyebutnya ‘preman’,” tegasnya.

Di samping pemberani, masih menurut Cak Anam, La Nyalla adalah sosok lembut dan damai. Mudah tersentuh masalah sosial. Tidak sedikit lembaga sosial, seperti masjid, anak yatim yang dia bantu.

“Saya berteman sejak dia masih membawa motor Vespa, dia tak segan-segan turun tangan ketika menyaksikan problem sosial di depan mata, seperti kesulitan hidup anak yatim, orang miskin dan anak telantar,” jelasnya.  (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry