LAMONGAN – Banyaknya sebaran peninggalan arkeologis berupa prasasti, struktur bangunan, batu lumpang, fragmen keramik, pecahan tembikar, maupun uang kepeng di wilayah Lamongan, seolah memberikan petunjuk bahwa Lamongan dulunya adalah pusat dari Kerajaan Airlangga.

“Prasasti merupakan sumber primer tertulis yang sangat penting untuk menuliskan sebuah sejarah kuno, Airlangga adalah salah satu raja pembesar Jawa yang pernah memerintah pada tahun 1019-1043 Masehi,” ujar pengamat sejarah  Lamongan, R Khusnu Yuli Setya, Kamis (1/8/2019).

Khusnu mengatakan, selama memerintah, Airlangga telah mengeluarkan kurang lebih 33 prasasti untuk melegitimasi kekuasannya. Salah satu prasasti yang dikeluarkan adalah Prasasti Patakan, yang berisikan tentang pemberian hadiah Sima kepada penduduk Desa Patakan karena memelihara bangunan suci Sang Hyang Patahunan.

“Penelitian ini untuk membahas Jejak peninggalan Airlangga di Lamongan, peristiwa kesejarahan yang terdapat dalam isi Prasasti Patakan, dan hubungan Prasasti Patakan dengan keadaan sosial politik masa pemerintahan Airlangga,” tandasnya.

Dia menjelaskan, metode penulisan yang digunakan adalah metode pendekatan sejarah, yang mencakup empat tahapan yaitu pengumpulan sumber, kritik sumber, interpretasi sumber, dan historiografi.

“Hasil penelitian menunjukkan bahwa peninggalan di Lamongan sebagian besar berasal dari masa Airlangga, hal tersebut didasarkan pada analisis isi dan unsur fisik temuan arkeologis,” ucapnya.

Khusnu menuturkan, berdasarkan hasil toponim juga menunjukkan bahwa prasasti masa Airlangga mempunyai kesamaan dengan nama Desa di Lamongan yang keberadaannya masih ada sampai saat ini. Salah satunya, kata dia,  adalah Desa Patakan yang disebut dalam Prasasti Patakan dan Prasasti Terep.

“Adapun peristiwa kesejarahan yang terdapat dalam Prasasti Patakan meliputi daerah penetapan sima, keberadaan warga kilalan, tokoh dewa-dewa, raja, pejabat kerajaan, Bhatara Ri Sang Hyang Patahunan, dan buyut banil,” terang Khusnu.

Menurutnya, prasasti Patakan yang berisi sima merupakan salah satu unsur sosial dan politik Airlangga dalam melegitimasi kekuasaannya. Penyebutan warga kilalan seakan memberikan informasi bahwa Airlangga telah menjalin hubungan dengan negara lain dan menjadi salah satu cara untuk menunjukkan kekuasaan Airlangga pada negara lain.

Selain itu, sambung dia, dengan adanya orang suci yakni Sang Hyang Patahunan dan juga pengikutnya yang dapat menjamin keselamatan Airlangga, seolah menunjukkan akan pentingnya kedudukan Desa Patakan sebagai tempat pelarian Airlangga saat diserang musuh.

” Salah satu adat atau budaya yang masih dipegang oleh warga Desa patakan hingga saat ini, ketika akan masuk ke lokasi prasasti melewati kali lanang, harus melepas alas kakinya terlebih dahulu, budaya itu juga di wajibkan bagi tamu atau pengunjung lainnya,” ungkapnya. ard 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry