“Baik husnudzon atau suudzon dua-duanya mengindikasikan hal yang kurang relevan. Karena Ormas Keagamaan itu fungsinya menjadi kekuatan sipil mengawal jalannya kekuatan politik termasuk kebijakan pemerintah.”

Oleh Mukhlas Syarkun

HEBOH! Belakangan ini jagat republik heboh dengan keputusan pemerintah memberikan konsepsi tambang kepada Ormas Keamagaan.

Pro dan kontra tak terelakkan, bahkan berbagai spekulasi bermunculan. Dari kekhawatiran menjerat Ormas dan dukungan, sampai dianggap sebagai langkah keberanian Jokowi memberikan tambang kepada masyarakat luas.

Jika merujuk rekam jejak Jokowi, yang selalu melakukan manuver politik ‘tidak bisa’ dinalar oleh yang normal – ketika berani menabrak konstitusi dan etika – maka, wajar kemudian muncul suudzan atau berburuk sangka. Bahwa tanda-tanda Jokowi akan melakukan manuver politik tingkat tinggi yang berisiko memerlukan dukungan dukungan Ormas.

Hal ini karena Jokowi sudah tidak memiliki lagi cantolan partai politik. PDIP misalnya yang dulu menjadi kekuatan politik Jokowi, kini malah menjadi musuh politiknya (Jokowi).

Di sisi lain, juga muncul husnudzon bersangka baik. Bahwa pemberian konversi lahan kepada ormas keagamaan adalah bentuk balas budi yang kemarin telah membantu Jokowi memenangkan anaknya, sehingga dapat melanggengkan dinastinya.

Hal ini relevan dengan rekam jejak politik Jokowi yang selama ini, selalu berupaya bagi-bagi kompensasi terhadap mereka yang memberikan dukungan politik. Dengan kata lain bentuk politik transaksional atau balas budi. Hal yang demikian wajar selama kepemimpinan Jokowi.

Baik husnudzon atau suudzon dua-duanya mengindikasikan hal yang kurang relevan, mengingat Ormas yang seharusnya berfungsi menjadi kekuatan sipil untuk mengawal jalannya kekuatan politik, menjadi tumpul dan tidak berfungsi. Dari sini jelas, perbandingan antara madlorot dan manfaatnya. Masihkah kita terima konsesi tambang tersebut? Waallahu’alam. (*)

Jakarta, Rabu (5/6/24)

 

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry